Bagian 18

101 41 223
                                    

"Aku tidak pernah membenci, apalagi memendam dendam. Akan aku usahakan, agar aku selalu bisa memaafkan setiap kesalahan. Tapi tolong, ingat satu hal ini : Bahwasannya, aku tidak akan pernah melupakan atas apa yang telah kalian lakukan."

*****

Adelard hendak memakai jaketnya. Ia akan mencari Cinta. Tiba-tiba panggilan telepon masuk dalam waktu yang menurutnya sangat tidak tepat. Buru-buru Adelard merogoh ponsel dari dalam saku celana miliknya. Namun setelah dilihat, bukan handphone milik Adelard yang berbunyi. Ia  segera mencari ponsel yang sedari tadi mengeluarkan suara. Tapi nihil, handphone tersebut tak kunjung ketemu juga. Adelard terus mengikuti sumber suara itu dan berakhir di kolong kasur miliknya. Dengan segera, Adelard berjongkok tepat di depan kolong kasur tersebut. Benar saja, ada handphone di sana. Adelard langsung mengambilnya. Ternyata, benda pipih itu milik Cinta.

Entah sudah berapa kali ponsel itu berdering, menampilkan nama MAMA dengan emoticon love di sana. Angkat atau jangan, pikir Adelard merasa gusar. Ia sangat benci berada disituasi bingung seperti ini. Namun, setelah dipikir kembali, dirinya tidak ingin menjadi laki-laki pengecut. Lagi pula, pada akhirnya Bunga pasti akan tahu. Jika Bunga dan yang lainnya tahu, maka akan lebih mudah untuk menemukan Cinta. Adelard langsung menggeser tanda jawab yang ada di layar handphone tersebut. Dirinya sudah siap dimarahi dan dibenci oleh mertuanya karena ia telah lalai menjaga anak bungsunya.

"Halo Cin, assalamualaikum! Kenapa ngangkat teleponnya lama banget, sayang? Mama khawatir. Kamu sehat, kan, sayang? Dari tadi perasaan Mama gak enak," ucap Bunga di seberang sana. "Halo Cinta, halo! Sayang? Halo! Cin,"

"I-iya Ma?" potong Adelard terbata-bata.

"Loh, nak Adelard? Cintanya mana? Dia baik-baik aja, kan? Perasaan Mama gak enak dari tadi,"

Adelard tidak bisa memungkiri, ikatan batin antara anak dengan ibunya sangatlah kuat. Ia memang tidak bisa menutupi hal ini. "Cinta? Cinta sehat kok, Ma. Tapi," jeda Adelard lumayan lama. "Tapi Cinta ilang Ma,"

Tubuh Bunga langsung merosot ke bawah. Tangannya bergetar hebat. Satu Telapak tangannya menutupi mulutnya agar tak terdengar isakan di sana. "Astaghfirullah, kok bisa Nak? Dari kapan? Kejadiannya gimana? Kok bisa ilang? Apa kamu tidak sedang bersama Cinta?"

Adelard menceritakan dari awal sampai akhir. Tidak ada yang dikurangi dan tidak ada yang dilebih-lebihkan. Semuanya murni menceritakan sebagaimana kejadian yang sebenarnya. Adelard pun tak tahu jika akan ada kejadian seperti ini. Padahal besok, adalah hari yang akan membuat Cinta bahagia. Ia sudah berjanji kepada Cinta--ralat, bukan berjanji, melainkan akan mengusahakan membantu Cinta untuk menyelesaikan masalah dengan Papanya. Tapi kejadiannya malah seperti ini. Jika Adelard tahu Cinta akan hilang, ia tidak akan menonton televisi dan membiarkan Cinta tidur sendiri karena sebuah rasa malu.

"Sekarang kamu dimana, Nak? Biar Mama sama Alex nyusul kamu, kita cari Cinta sama-sama, ya?" lirih Bunga dari seberang sana.

"Ma, Mama gak marahin Adelard?" tanya Adelard tiba-tiba. "Adelard sekarang masih di rumah,"

"Ngapain marah? Meskipun Mama pengen banget marah, tapi itu gak ada gunanya sekarang." ucap Bunga dengan tenang. "Oke, Mama sama Alex on the way ke sana,"

💫

Di sisi lain, Cinta tidak sadarkan diri--duduk di atas kursi dengan lilitan tali yang melilit di tubuhnya sendiri. Ia dikurung entah oleh siapa. Karena yang pasti, di sana ada dua orang algojo yang menjaga Cinta agar tidak berani kabur dari tempat penculikannya.

Lama kelamaan, Cinta mulai sadar dari pingsannya. Ia memegangi kepalanya yang sedikit pusing, sembari mengingat kejadian apa yang telah menimpa dirinya. Setelah Cinta sadar sepenuhnya, ia langsung berusaha melepaskan lilitan tali tersebut. Tapi nihil, tali yang melilit di tubuhnya tak mau lepas juga. Cinta tak menyerah. Dengan kasar, ia menggerak-gerakan tubuhnya di atas kursi, sehingga menimbulkan suara gesekan kursi dan lantai yang nyaris terdengar keluar. Hal itu membuat dua orang yang sedari tadi setia menjaganya dari balik pintu langsung masuk dan melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

Ceklekkk...

Pintu terbuka lebar. Menampilkan seorang Cinta Ananda Pratiwi yang sudah tidak diikat oleh tali. Ya, Cinta berhasil membukanya. Namun sayangnya, dua orang algojo malah dengan cepat mengetahuinya. Kedua algojo bertubuh besar itu langsung menangkap Cinta, lalu dengan teganya, salah seorang dari dua penjaga tersebut memberikan serangan siku tepat dipunggung milik wanita itu. Kepala Cinta kembali pening. Namun, dengan kekuatan yang tersisa, Cinta berusaha menahan dirinya agar tidak pingsan kembali.

"Aaaaaaaaaaaaaakhhhh," teriak Cinta menahan rasa sakit yang luar biasa. "Tolong lepaskan saya! Saya gak ada urusan, ya, sama kalian berdua!"

"Kalo lo gak mau mati, diem!" ucap salah satu algojo dengan mimik wajah bak seperti monster.

"Tolong lepasin saya, saya mohon," lirih Cinta terasa sia-sia.

"Lo banyak bacot, anak muda!" teriak algojo yang satunya lagi sembari menjambak rambut milik Cinta dengan kasar.

Tak bisa dipungkiri, Cinta kewalahan menghadapi dua algojo ini. Awalnya, ia melakukan hal yang sama seperti yang sering dirinya lakukan pada preman-preman jalanan yang suka mengganggu dirinya. Namun, kedua algojo yang ada di hadapannya sangat berbeda. Karena nyatanya mereka berbahaya. Tak seperti Markono dan Markini yang dulu pernah ingin merampoknya. Cinta harus lebih berhati-hati, karena sekalinya Cinta melakukan hal yang membuat kedua algojo itu marah, maka Cinta tidak akan selamat.

Tiba-tiba terlintas sebuah ide di otak Cinta. Wanita itu mulai merancang ide-ide tersebut menjadi sebuah rencana untuk kabur dari tempat busuk ini. Tak butuh waktu yang  lama, Cinta menjalankan aksi pertamanya. Ia menjatuhkan dirinya layaknya orang pingsan.

"Men, dia pingsan Men," ucap salah satu dari kedua algojo tersebut.

"Bohong itu, lo jangan gampang percaya sama anak ini!" balas algojo yang satunya lagi.

"Tapi ini kaya beneran, Bro,"

"Lah, Bro? Dia mati apa pingsan, sih? Gak nafas dia Bro,"

Dengan gerakan cepat, algojo yang satunya lagi mulai mengecek apakah benar Cinta sudah tidak bernafas. Jika memang benar Cinta meninggal, mereka sangat bingung harus bicara apa pada bosnya nanti. Setelah dirinya cek, Cinta memang seperti orang mati. Namun urat nadinya masih berfungsi. Mereka mulai khawatir. Dengan spontan, tiba-tiba keduanya teringat akan ucapan bosnya. "Kalo anak ini macam-macam, siksa dia semau lo berdua. Tapi ingat, jangan sampai mati." itulah yang dikatakan bos mereka.

Mereka berdua langsung bergidik ngeri ketika membayangkan hal itu. Keduanya merasa takut jika bosnya akan marah besar. Bisa-bisa mereka juga ikut mati bersama Cinta.

"Heh, anak muda!  Bangun, lo jangan mati sekarang!"

Kuat-kuat Cinta menahan tawanya. Mau aja dibohongin, dasar tolol. Mukanya aja yang sangar, kaya yang gak pernah diruqyah. Tapi gampang dikibulin. Whaahhhahh, pikir Cinta merasa puas.

Cinta tak ingin membuang-buang waktu. Ia langsung bangun dan menggigit lengan salah satu algojo tersebut dengan  sangat kuat, lalu menendang selangkangan algojo yang satunya lagi karena ia berusaha menangkap Cinta. Wanita itu langsung berlari mencari jalan untuk keluar dari ruangan busuk tersebut. Ia sangat berharap Adelard cepat menemukannya. Karena ia yakin, Adelard pasti sedang mencarinya. Cinta berusaha membuka pintu ruangan itu, tapi ternyata pintunya dikunci oleh kedua algojo aki-aki yang sedang kesakitan karena ulah Cinta tadi. Wanita itu beralih membuka jendela. Tapi nihil, jendela pun sama tak bisa dibuka. Cinta mulai kehilangan akalnya. Ia mencari kapak untuk membuka paksa pintu tersebut. Namun di ruangan itu tidak ada alat-alat seperti kapak dan yang lainnya--yang ada hanya kursi bekas duduk Cinta. Keringat dingin mulai bercucuran. Wanita itu mulai berdoa dengan sangat khusyuk. Karena ia yakin, Tuhan tidak pernah tidur. Perlahan Cinta mengalihkan pandangannya ke langit-langit yang ada di ruangan itu dan pada akhirnya pandangannya berakhir tepat di sebuah atap yang bolong. Ia berpikir, bagaimana caranya agar bisa naik ke sana.

💫

"Bangsatttt!" teriak Alex menggebu-gebu pada Adelard.

Bunga dan Alex baru saja sampai di depan rumah milik Adelard. Tak berapa lama, Adelard membuka pintu rumahnya dan langsung disuguhi oleh tinjuan kuat yang melayang dari tangan milik Alex. Dengan begitu, Adelard yang tak sempat menjaga keseimbangannya langsung terjungkal ke belakang.

"Oke Bang, gue emang salah. Tapi gue bisa jelasin," ucap Adelard pada Alex yang emosinya sudah di ubun-ubun.

"Lo," Alex mencengkeram erat kerah jaket milik Adelard dan menunjukkan jarinya tegas tepat di depan wajah adik iparnya itu. Alex hendak melayangkan satu tinjuan lagi, namun Bunga berhasil mencegahnya.

"Stopppp! Alex stopppp! Kita bisa bicarakan ini baik-baik setelah Cinta ketemu! Alex, kita semua sama-sama terpukul dengan kehilangan Cinta, tapi coba kamu pikir Nak, apakah dengan cara seperti ini Cinta akan kembali? Jawabannya tidak, tentu tidak! Lebih baik, sekarang kita coba cari Cinta sama-sama."

Dengan gerakan cepat, Alex langsung melepaskan cekalannya dari Adelard. Ia sangat takut adik perempuannya kenapa-napa, sehingga Alex tidak bisa berpikir jernih. "Oke, apa lo punya musuh yang benci banget sama lo, Yad?"

"Gue gak punya Bang," jawab Adelard dengan jujur.

"Terus kenapa Cinta diculik, hah? Kenapa?"

"Gue juga gak tau Bang, waktu itu Cinta tidur duluan sedangkan gue lagi nonton televisi. Pas gue ke atas, ke kamar gue, Cinta udah gak ada!"

"Tapi sebentar," ucap Adelard lagi memberi jeda. "Om Bagaskara! Ya, Om Bagaskara! Gue yakin Cinta diculik sama orang itu,"

"Maksud lo Papa? Lo jangan nuduh yang enggak-enggak, Yad! Meskipun Papa benci sama Cinta, dia gak mungkin setega itu! Karena dia juga orang tua, Yad. Lo mikir dong, pake otak!" balas Alex tak terima.

Bunga mendekati Adelard. "Kenapa kamu sangat yakin Nak, kalo yang menculik Cinta itu Papanya sendiri?"

"Aku yakin banget, Ma. Karena aku sama Cinta mengetahui apa yang dia rahasiakan dan bisa jadi, dia gak mau rahasianya terbongkar!" tekan Adelard penuh keyakinan.

"Oke, kalo gitu, kita mencar. Mama sama Alex ke arah sana, kamu ke arah sana," ucap Bunga sembari menunjuk ke arah dimana mereka akan berpencar. "Kamu gak papa, kan, sendirian?"

"Iya Ma, gak papa. Adelard duluan, ya?"

💫

Cinta sedang berusaha memanjat ke dalam atap ruangan--melewati sisi-sisi jendela. Lalu ia mencoba menggapai sisi lubang atap ruangan itu, namun masih tak sampai juga. Ia terus berpikir keras, bagaimana caranya agar bisa menggapai sisi lubang atap ruangan itu. Cinta harus segera mendapatkan ide sebelum kedua algojo kembali mengejarnya. Hingga pada akhirnya, sebuah ide terlintas dalam otak Cinta. Tapi ini sangat mempengaruhi keselamatannya. Namun, tak ada pilihan lain. Cinta dihadapkan dengan dua kemungkinan, antara berhasil menggapai sisi atap itu atau jatuh tersungkur dengan keras ke bawah.

Jan lupa tinggalkan jejak!❣


Salam sayang,

viniawis❤

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang