Bab 53

14 14 11
                                    

"Kamu cantik, kamu baik, kamu menarik. Tapi sayang, aku belum bisa memilikimu seutuhnya. Entah satu hari, satu minggu, satu bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya. Aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar memiliki perasaan yang sama untukku."

*****

Adzan subuh berkumandang. Suara pengingat sembahyang itu seolah beradu dengan suara adzan di seluruh penjuru dunia. Adelard masih terlelap dengan nyaman bersama Cinta. Tangan Adelard dijadikan bantal oleh wanita itu. Bisa dibayangkan, betapa kesemutannya tangan Adelard saat ini.

Cinta menggeliat bangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali di kala melihat seorang laki-laki yang tengah dirinya dekap. Kini Cinta sudah tidak demam lagi. Sepertinya semua itu berkat pelukan Adelard. Ia mengingat kejadian semalam. Tapi nihil, yang diingatnya hanya sewaktu melamun di atas balkon dan saat Cinta beradu argumen dengan laki-laki yang kini berada di pelukannya. Cinta mengambil benda yang berada di atas keningnya. Terdapat sapu tangan yang mulai mengering. Dapat disimpulkan, bahwa semalam ia demam tinggi sampai tidak mengingat apapun.

Cinta memperhatikan laki-laki di hadapannya yang sedang terlelap dengan nyaman dan tenang. Pahatan yang sempurna. Rahang tegas dengan hidung mancung membuat ketampanan Adelard semakin bertambah. Bibir tebal yang terbilang cukup seksi itu membuat Cinta ingin mencubit pipi Adelard dengan gemas.

"Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?" tanya Cinta bermonolog dalam hatinya. Menatap wajah Adelard dengan senyum yang melengkung dari bibirnya.

Cinta membulatkan matanya dengan sempurna ketika kesadarannya mulai kembali. Sepertinya setelah semalam demam, otak Cinta tertinggal di atas balkon. Jadi ia tidak bisa berpikir dengan jernih.

Adelard mulai menggeliat. Ia terbangun dari tidurnya. Melihat seperti itu, Cinta kembali memejamkan matanya. Jangan sampai Adelard melihat Cinta yang sedang memperhatikannya sembari tersenyum karena merasa bangga pada ciptaan Tuhan yang kini berada dihadapannya. Adelard langsung menaruh punggung tangannya ke atas kening milik Cinta. Tidak panas, itu tandanya Cinta sudah siuman. Adelard tersenyum sembari mengecup singkat pucuk kepala milik wanitanya itu.

"Good morning, pujaan hati," bisik Adelard dengan suara serak khas bangun tidur sambil membenarkan rambut milik Cinta yang hampir menutupi wajah wanita itu.

Cinta merasakan hatinya berdegup begitu kencang. Sial! umpatnya dalam hati. Semburat merah kian mewarnai pipinya. Hal itu dikarenakan ia tengah salting karena perlakuan laki-laki yang sejak semalam berada di pelukannya. Adelard yang menyadari hal itu, langsung memegangi pipi gembul milik Cinta.

"Cin," panggil Adelard berharap Cinta segera bangun. "Ini pipi lo kenapa pink gini? Sakit gak? Atau sisa demam kemarin?"

"Tolol banget, gue lagi salting, ini woyy!" batin Cinta dalam hati.

Perlahan Cinta membuka matanya. Melepaskan pelukannya dari tubuh kekar milik Adelard. "Apaan lo peluk-peluk gue?"

Jika dilihat dari segi manapun, di sini Cinta lah yang tengah memeluk Adelard. Cinta juga membenarkan hal itu. Tapi gengsinya lebih utama daripada apapun.

Adelard berdecak karenanya. "Lo yang minta,"

"Mana ada? Jangan ngarang! Jangan-jangan semalem lo grepe-grepe gue, ya?"

"Hampir sih, cuma keburu sadar. Jadi gak sempet,"

Cinta bangkit dari tidurnya. Ia mengambil bantal lalu melemparkannya pada wajah milik Adelard. Laki-laki itu ikut bangkit, lalu mengecup singkat pipi Cinta.

"Ini masih pagi, jangan marah-marah, gak baik buat kesehatan mental lo." ucap Adelard menatap lembut kelopak mata Cinta. "Yang penting, gue masih bisa jaga iman gue, jadi lo tenang aja. Kecuali kalo lo udah siap, jelas gue gak bakalan nolak,"

"ADELARD!"

💫

Kini Adelard berangkat sekolah lebih siang daripada biasanya. Awalnya ia tidak ingin masuk sekolah dikarenakan khawatir dengan kondisi Cinta. Tapi Cinta memastikan jika dirinya akan baik-baik saja. Ia memberitahu Adelard bahwa laki-laki itu harus sekolah karena ujian masih berlangsung. Adelard memutuskan untuk menelepon bundanya agar menemani Cinta di rumah. Laila langsung mengiyakan ucapan Adelard. Setelah itu, Adelard memutuskan untuk sekolah dan hatinya pun kini sudah sedikit lebih tenang.

Baru saja Adelard memasuki ruangan kelas, ia langsung disambut oleh Lala yang sedang menangis. Terlihat Arga dan Bagas sedang menghibur wanita itu.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Adelard melihat Lala dengan heran. Tidak biasanya wanita itu menangis tersedu-sedu seperti ini.

"Katanya motor Lala ilang," jawab Arga tampak khawatir.

Begitu pun dengan Bagas. Raut khawatir tercipta dalam wajahnya. "Tadi Lala lagi baca buku. Tiba-tiba dia teriak, katanya bukunya ketinggalan di rumah. Padahal buku sejarah itu harus dikumpulin sepulang sekolah nanti. Awalnya Lala pengen balik ke rumahnya buat bawa buku itu, tapi ternyata motornya ilang. Nangis-nangis deh dia sampe kejer kaya sekarang."

Adelard mengerutkan keningnya. "Kok bisa?"

Arga dan Bagas mengangkat bahunya tanda tak tahu. Mereka pun baru datang. Jadi tidak tahu kejadian pastinya seperti apa.

"Lo udah lapor ke pihak sekolah?" tanya Adelard selanjutnya.

Lala mengangguk lemah. "Pak Bambang mau ke sini sekarang," ucap Lala menghapus air matanya dengan kasar.

"Yaudah, lo tenang dulu, ya, La? Kali aja lo lupa parkir,"

Lala kembali merengek. "Mana mungkin, Yad? Gue selalu inget parkir dimana, lo kira otak gue bodoh, kaya Arga sama Bagas?"

Arga dan Bagas saling bertatapan. Ingin sekali mereka berdua mengutuk Lala menjadi debu yang berterbangan agar dirinya hancur dan tidak terlihat. Bisa-bisanya disituasi seperti ini Lala masih meledek mereka berdua. Jika saja Lala sedang tidak terkena musibah, mungkin kini Lala sudah tiada.

Pak Bambang masuk ke dalam kelas. Ia menatap Lala dengan heran. Bagaimana bisa ada maling masuk ke dalam sekolah yang sudah terjaga keamanannya ini? Tapi yang namanya musibah, memang tidak dapat dihindari.

Pak Bambang menyimpan Laptop yang ia bawa ke atas meja milik Lala. "Berhenti nangisnya La, bisa diceritakan kepada Bapak, kronologinya seperti apa?" tanya pak Bambang menatap Lala yang masih sesenggukan.

"Saya gak inget apa-apa, Pak! Saya lupa, tiba-tiba motor saya gak ada di parkiran. Udah itu aja yang saya ingat,"

"Udahlah La, ikhlasin aja. Lo kan bisa beli yang baru," ujar Arga mencoba menghibur Lala.

"GAK BISA GA, GUE MAUNYA MOTOR ITU!"

"Sudah-sudah, kita liat Cctv yang ada di parkiran. Bapak sudah menyalinnya," ucap pak Bambang dengan bijak.

Ia langsung memutar rekaman Cctv tersebut. Siswa yang lainnya pun juga ikut menontonnya. Tidak ada tanda-tanda orang yang mencuri motor Lala di sana. Di rekaman tersebut juga tidak memperlihatkan Lala yang menyimpan motornya. Sampai akhirnya rekaman itu selesai. Tidak menghasilkan bukti apapun. Mereka semua yang ada di sana tengah berada dalam pikirannya masing-masing.

"Aneh," ujar Adelard yang langsung diangguki oleh mereka semua.

"Lo yakin, La, ke sini bawa motor?" tanya Arga meyakinkan.

Lala mengangguk. "Ya iyalah, masa gue lupa? Lo kira gue lansia?"

"Kasus ini akan diselidiki lebih lanjut oleh pihak sekolah. Jika tidak bisa ditangani langsung oleh pihak sekolah, maka akan melapor ke pihak berwajib jika kamu tidak ingin mengikhlaskan motor tersebut," ucap pak Bambang pada Lala. Semua orang yang ada di sana tampak menganggukkan kepalanya.

"Sekarang kamu hubungi orang tua kamu, La, kasih tau kalo motormu hilang," titah pak Bambang selanjutnya.

Lala langsung mengangguk. Ia mengotak-atik ponselnya. Menelepon orang tuanya. Setelah memastikan teleponnya tersambung, Lala langsung memijit tombol load spiker. Semua orang tampak mendekat.

"Iya sayang, kenapa?" tanya seorang wanita, yaitu ibu Lala di seberang sana.

"Mah, motor Lala ilang," jawab Lala to the point.

"Kok bisa?" tanya ibu Lala kaget bukan main.

"Maafin Lala Mah, Lala juga gak tau kenapa, tiba-tiba motor Lala ilang," jawab Lala. Tangisnya benar-benar pecah.

"Kok bisa?"

"Udah Lala bilang, Lala juga gak tau, Mah. Gimana dong?"

"Enggak, bukan gitu maksud Mamah," jeda ibunya Lala di seberang sana.

Yang lain tampak mengerutkan keningnya. Perasaan mereka mulai tidak enak.

"Maksud Mamah, kenapa motor kamu bisa ilang? Kan kamu gak bawa motor, La. Kamu sendiri, kan, yang minta, kalo hari ini kamu mau berangkat bareng Papah?"

Sontak Lala langsung membulatkan matanya dengan sempurna. Ia mematikan sambungan teleponnya. Lala baru ingat, jika hari ini dirinya memang tidak membawa motor ke sekolah. Tolong, siapapun bantu Lala untuk memutar waktunya kembali. Ia benar-benar malu. Dirinya tersenyum gugup seperti tidak memiliki dosa apapun. Semua orang menatap tajam ke arah Lala. Pak Bambang mematung di tempatnya. Ia baru tahu kalau ada manusia seperti Lala di dunia ini.

"Lain kali, kamu harus lebih teliti, ya, La?" ucap pak Bambang mengingatkan Lala sebelum akhirnya melenggang pergi.

"Selamat La, sebelum lulus lo punya pengalaman yang memalukan," ledek Adelard kemudian duduk di atas kursinya.

"Gue sama Bagas emang bodoh dalam pelajaran," ujar Arga pada Lala.

"Tapi dalam kehidupan, kita lebih pinter daripada lo, La." tambah Bagas yang kemudian tertawa setelahnya.

Lala merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya se-lupa itu? Ia benar-benar malu. Sepertinya untuk ujian kali ini, dirinya tidak bisa fokus. Lala memijit pelipisnya. Ia terus mengumpat setelah melakukan hal yang memalukan itu.

💫

Cinta memeluk Laila saat mertuanya itu datang. Ia benar-benar merindukannya. Begitupun dengan Laila, ia sangat merindukan menantunya itu.

"Bunda kemana aja? Udah lama kita gak ketemu, Cinta kangen banget sama Bunda,"

Laila terkekeh pelan. Sifat manja dari menantunya memang tidak pernah hilang. Tapi justru itu, Laila sangat menyayangi Cinta. Mungkin karena Laila dan suaminya hanya memiliki anak tunggal. Itu pun laki-laki, yakni Adelard.

"Bunda ada di rumah, kamu kenapa jarang banget mampir ke rumah Bunda, hm?" tanya Laila sembari membelai surai hitam milik Cinta.

"Aku sama Adelard sekolah Bun, pulangnya selalu sore. Jadi gak sempet, maafin Cinta sama Adelard, ya, Bun?"

"Gak papa sayang, Bunda maklum, kok. Ehhh, gimana keadaan kamu sekarang, Nak? Adelard bilang, kamu demam tinggi semalem,"

"Sekarang udah mendingan, kok, Bun,"

"Alhamdulillah kalo gitu."

Laila pergi ke dapur. Sudah dapat Cinta pastikan, mertuanya itu akan memasak untuk dirinya dan juga Adelard. Cinta mengikuti Laila--membantunya membuat kue untuk dimakan bersama-sama ketika Adelard pulang nanti. Keduanya sama-sama menggunakan celemek agar kotoran tidak langsung menempel pada bajunya.

Laila berdeham sejenak. "Bunda denger, Adelard udah mulai suka, ya, sama kamu?"

Cinta menunduk malu karenanya. Pasti Adelard yang sudah memberitahunya. Bagaimana jika Adelard berbicara yang tidak-tidak pada mertuanya itu? Cinta tidak tahu harus menjawab apa. Ia sangat bingung.

"Nak," panggil Laila membuyarkan lamunan Cinta.

"E-eh iya, Bun?"

Lagi-lagi Laila tersenyum. "Kalo kamu emang belum punya perasaan yang sama, gak papa, sayang. Itu wajar kok, biarin Adelard berjuang sampe kamu punya perasaan yang sama. Tapi kamu juga inget Nak, kamu harus berusaha mencoba membuka hati untuk anak Bunda," jawab Laila mengingatkan. "Untuk kedepannya, biarkan Tuhan yang menentukan."

"Aku bingung, Bun. Di sisi lain, aku mau coba buka hati buat Adelard. Tapi aku takut, aku trauma kalau nanti aku bakalan ngalamin hal yang sama seperti yang dialami orang tua aku," lirih Cinta. Laila langsung memeluknya.

Laila tidak bisa menyalahkan Cinta. Trauma yang tercipta karena keluarga sendiri itu benar-benar nyata adanya. Apalagi Cinta yang merupakan korban, pasti hal yang paling ditakutkan akan terus mengganggu pikiran.

"Nak, Bunda gak tau sesakit apa hati kamu. Tapi, untuk membangun rumah tangga itu butuh rasa saling mencintai dan percaya. Kedua hal itu seolah menjadi pondasi dalam sebuah pernikahan. Jika keduanya tidak ada, maka rumah tangga itu akan hancur seiring dengan berjalannya waktu."

Cinta mengangguk paham dengan apa yang Laila katakan. Benar, kata mertuanya itu. Ia harus mencoba membuka hati untuk Adelard. Tapi kenapa sesulit ini?

"Kamu jangan terlalu memaksakan, sayang. Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik, bukan? " peringat Laila yang tak lepas dari senyumnya.

Cinta membalas senyumnya. Ini memang berat, tapi apa salahnya mencoba? Entah sampai kapan sugesti akan keadaan seperti orang tuanya hilang dari pikiran Cinta. Ia benar-benar merasa tersiksa.

"Insyaallah Bun, Cinta bakalan coba buka hati buat Adelard. Tapi entah kapan, doakan saja," ujar Cinta kembali fokus pada adonan kuenya.

Laila menganggukkan kepalanya. "Bunda pasti mendoakan yang terbaik untuk kamu, Nak,"

Selang beberapa jam, Adelard datang. Ia baru pulang dari sekolah. Kue pun sudah jadi sedari tadi. Cinta yang tengah berbaring di atas paha Laila langsung terbangun.  Adelard menyalami Laila dan memeluknya. Cinta cengo ketika Adelard mengulurkan tanggannya agar Cinta peka dan menyalaminya.

"Salim," titah Adelard. Cinta hanya menurut.

Adelard berbaring dan meletakan kepalanya di atas paha milik Laila. Cinta langsung menyuruhnya bangun karena paha mertuanya itu kini sudah menjadi miliknya.

"Minggir!" ketus Cinta pada Adelard.

"Ada apa sayang, hm?"

"Gue mau tiduran juga, sayang,"

"Yaudah sini tidur di samping gue aja, masih muat, kok," ajak Adelard menaikturunkan alisnya seraya tersenyum menyeringai.

"Bundaaaaa," rengek Cinta berharap Laila membelanya.

"Udah, udah. Kamu bangun dulu, tuh pake bantal sofa aja," titah Laila pada Adelard.

Tapi Adelard tetap tidak ingin mengalah. "Bunda kan bunda gue, kenapa gue yang harus ngalah?"

"Sekarang kan beliau juga Bunda gue!"

"Tetep aja bocil, dia Bunda gue dan gue anak beliau, lo itu cuma mantunya!"

"Bodo amat, minggir!"

Laila terkekeh pelan. Lama-lama kepalanya bisa pecah. Ada-ada saja kelakuan anak dan menantunya itu. Laila menjewer telinga milik Adelard hingga si empunya meringis kesakitan.

"Aw, aw! Bun, sakit!" rengek Adelard.

"Lagian, berantem mulu! Jangan berantem mulu, nanti kalo berubah jadi sayang, gimana?"

"Aku sih udah mulai sayang Bun, Cintanya aja yang nutup hati," adu Adelard.

Cinta memutar bola matanya malas. "Dia nyebelin, Bun!"

Laila menggeleng-gelengkan kepalanya. "Udah, sekarang kita makan kue, yuk!"

Jan lupa tinggalkan jejak!❣

Salam sayang,

viniawis❤

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang