Bagian 40

26 16 3
                                    

"Berikan aku satu alasan, agar aku bisa memilih antara bertahan dan melepaskan."

*****

Satu Minggu kemudian...

Waktu berlalu begitu cepat. Keadaan Syalwa semakin hari semakin membaik. Dokter pun sudah membolehkannya pulang besok. Bagas selalu menemani Syalwa di setiap harinya. Ketika Syalwa sadar pun, yang pertama kali dirinya lihat adalah wajah Bagas yang begitu ia rindukan. Bahkan hari ini, Bagas tidak masuk sekolah karena harus merawat dan menjaga kekasihnya itu. Kedua orang tua Bagas mendukung anak satu-satunya itu seratus persen. Bukan tidak senang diperlakukan seperti itu, tapi Syalwa tetap merasa bersalah dan tidak berguna. Kecewa pasti ada. Orang tua mana yang tidak ingin mendapatkan menantu yang masih virgin? Tapi, ayah dan ibu Bagas tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Mereka tahu, jika Syalwa juga tak ingin hal seperti ini menimpa dirinya. Ini adalah hal yang tidak disengaja dan tidak direncanakan pula. Kedua orang tua Bagas begitu menyayangi Syalwa. Untuk itu, mereka tidak pernah melarang Bagas untuk menjalin hubungan dan memperbaiki semuanya. Bahkan mereka menyuruh Bagas untuk menikahi Syalwa secepatnya setelah lulus nanti.

Orang tua Bagas tidak pernah peduli dengan apa yang akan orang lain bicarakan tentang menantunya nanti. Karena pada dasarnya, mereka hanya bisa menilai tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ayah dan ibu Bagas percaya, jika hal itu adalah musibah, takdir, dan cobaan yang diberikan oleh Tuhan pada Syalwa.

Ceklekkk...

Pintu kamar rumah sakit tempat Syalwa dirawat itu terbuka. Menampilkan ibunya Bagas--Olivia yang membawa buket bunga dan kantong yang berisi makanan.

"Assalamualaikum, calon mantu Mamah enggak tidur? Gimana sekarang, udah enakan? Maaf ya, Mamah baru bisa jenguk kamu sekarang," ucap Olivia pada Syalwa.

Syalwa tersenyum samar. Ia berusaha memperbaiki posisi duduknya. "Waalaikumsalam, alhamdulillaah Mah,"

"Bagas ngerawat kamu dengan baik, gak, sayang? Nih, Mamah bawain kamu makan. Makanan di sini, kan, gak enak. Mamah taro di sini, ya?" ucap Olivia perhatian.

Syalwa melirik Bagas yang sedang tersenyum canggung ke arahnya. Syalwa menganggukkan kepalanya. Kini air matanya mengalir membasahi pipinya. "Makasih,"

Olivia tersenyum dengan tulus. Ia mendekati Syalwa dan duduk di sampingnya. Olivia mengusap rambut Syalwa dengan sayang. "Sama-sama, ini sudah kewajiban kita, Nak," ujar Olivia. Ia tengah menahan tangisnya agar tidak keluar.

"Maaf Gas, Mah, aku selalu nyusahin kalian. Gak ada yang bisa dibanggain dari aku. Aku ngerasa,"

"Syuuuuuttt, ngerasa apa, hm? Ngerasa kalo kamu itu manusia paling hina dan gak berguna?" potong Bagas sembari menempelkan telunjuknya pada bibir tipis milik Syalwa. "Come on, kamu berharga, Syal!"

"Tapi orang lain bakalan mandang aku kaya gitu, Gas,"

"Kamu hidup buat diri kamu sendiri, atau orang lain, Syal? Pokoknya setelah lulus nanti, aku bakalan langsung nikahin kamu," sergah Bagas sembari membelai pipi Syalwa dengan lembut.

Syalwa menggelengkan kepalanya. Lalu ia mengelap air matanya dengan kasar. "Maaf Gas, aku gak bisa."

"Why?" tanya Bagas sembari tersenyum getir. Apakah Syalwa sudah tidak mencintai dirinya lagi?

Syalwa menundukkan kepalanya, berusaha menahan tangis yang lagi-lagi memaksa untuk keluar. Munafik jika dirinya mengaku sudah tidak mencintai Bagas lagi. Karena nyatanya, cinta itu selalu tumbuh disetiap harinya. Ia begitu menyayangi Bagas. Hanya saja, keadaan memaksanya untuk menjauh dari kehidupan laki-laki itu. Syalwa tak ingin menyakiti Bagas lebih dalam lagi. Syalwa tak tahu apa yang telah Tuhan rencanakan untuk kedepannya. Tapi Syalwa percaya, menjauh dari kehidupan Bagas adalah hal yang paling benar.

Bagaimana jika dirinya hamil? Mengandung anak ayah tirinya sendiri yang begitu bejat layaknya iblis. Meski nyatanya, Syalwa tidak akan pernah sanggup jika hal itu benar-benar terjadi. Mungkin dirinya bisa gila, bahkan membayangkannya saja Syalwa sudah merasa tidak kuat. Bagas berhak mendapatkan orang yang lebih baik daripada dirinya. Meski Syalwa tahu, hal ini akan menyakiti dirinya dan juga Bagas. Tapi ia percaya, jika waktu pasti akan menyembuhkannya.

Olivia seakan peka. Ia langsung keluar--memberi waktu untuk anaknya dan Syalwa. Mereka berdua harus membicarakan hal ini empat mata. Bagas memajukan kursi yang tengah ia duduki agar lebih dekat dengan kekasihnya itu.

"Hei, kenapa, hm?" tanya Bagas sambil mengangkat dagu milik Syalwa dengan lembut menggunakan tangannya.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang