Bagian 43

13 11 10
                                    

"Disaat kamu merasa banyak sekali orang yang tidak peduli dan menyudutkanmu, maka percayalah, akan selalu ada orang yang menebarkan cintanya untukmu. Sahabat dan kekasihmu, mungkin?"

******

Pagi ini, langit tampak begitu mendung, seolah mengerti dengan keadaan hati Syalwa yang tidak baik-baik saja. Tiga hari yang lalu, Syalwa sudah pulang dari rumah sakit. Tempat mengerikan sekaligus tempat dimana tangisan yang tulus selalu ada di setiap harinya.

Awalnya orang tua Bagas memaksa Syalwa untuk pulang ke rumah mereka. Namun, Syalwa menolak keras karena ia tak ingin merepotkan mereka lebih lama lagi. Selain itu, Syalwa sudah terbiasa hidup sendiri. Menurutnya, mandiri adalah suatu hal yang harus dimiliki setiap orang terkhusus untuk manusia yang tidak enakan seperti dirinya.

Syalwa melihat pantulan dirinya di depan cermin. Ia mencoba menyunggingkan senyumnya. Namun semakin lama, ia semakin terlihat seperti joker. Syalwa menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya. Bibir yang terlihat pucat, ia olesi dengan gincu berwarna pink natural. Lalu ia memakai tas dan sepatunya. Tak berapa lama, ponselnya berbunyi tanda ada pesan masuk. Syalwa langsung menoleh ke arah layar ponsel yang menampilkan nama wali kelasnya. Setelah ia buka, bu Sri meminta Syalwa untuk menemui kepala sekolah pagi ini.

Lagi-lagi Syalwa membuang nafasnya dengan kasar. "Gak papa, semuanya bakalan baik-baik aja," ucap Syalwa bermonolog meyakinkan dirinya sendiri.

"Sayaaaaaaaaaang, berangkat bareng, yuuuuuuk!" teriak Bagas dari luar.

Syalwa terlonjak kaget mendengarnya. Ia langsung bangkit menghampiri Bagas. "Apaan sih Bagas, ada-ada aja," umpat Syalwa sembari tertawa renyah setelahnya.

"Hai, selamat pagi calon penyempurna iman," sapa Bagas di atas motornya ketika Syalwa mulai menghampirinya.

"Iiih berisik Gas, malu tau sama tetangga,"

Bagas terkekeh pelan sembari memasangkan helm pada kepala milik Syalwa. "Kamu hari ini cantik banget, jadi pengen cepet-cepet ngehalalin," puji Bagas sembari menaikturunkan alisnya.

Syalwa berdecak pelan. "Gombal!"

"Tadinya sih mau ngawalin pagi sama sarapan, bukan gombalan. Tapi kamunya gak nawarin,"

"Sayang, kamu belum sarapan?"

"Bercanda, aku udah sarapan kok di rumah," jawab Bagas cengengesan.

Syalwa mengerlingkan bola matanya lalu menaiki motor besar milik Bagas. Ia memeluk Bagas dan menyenderkan kepalanya pada punggung tegap milik kekasihnya itu. Bagas tersenyum. Ia selalu merasa nyaman jika Syalwa berada di dekatnya.

"Cie, pelukan," ujar dua orang anak SD yang melewati mereka berdua.

Bagas dan Syalwa langsung menoleh ke arah dimana suara itu berasal. Terlihat dua anak--laki-laki dan perempuan tengah memainkan spinner di tangannya.

"Pengen, ya?" ledek Bagas pada anak laki-laki.

Anak laki-laki itu tampak berpikir. Lalu ia menoleh ke arah anak perempuan yang berada di sampingnya. "Kamu mau?" tanyanya dengan polos.

"Terserah kamu aja," jawab anak perempuan dengan santai.

"Kalo gitu, ayok kita gandengan," ajak anak laki-laki yang langsung dituruti oleh anak perempuan. "Mulai sekarang, kamu pacar aku, ya? Gak ada penolakan! Kamu harus mau."

"Iya Pah," ujar anak perempuan memanggil pacar barunya dengan sebutan Papah.

Terlihat anak laki-laki menyunggingkan senyumnya. "Saaaaaaaayang Mamah,"

Tanpa basa-basi, mereka langsung pergi meninggalkan Bagas dan Syalwa yang tengah membeo seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Bagas menatap Syalwa dari kaca spion. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak.

"Anak SD jaman sekarang pada ngeri-ngeri, ya?"  ucap Bagas yang disetujui oleh Syalwa.

💫

Sedari tadi, Cinta terus memegangi perutnya merasakan sensasi nyeri yang luar biasa. Sudah dipastikan, jika dirinya kini tengah haid hari pertama. Setelah ia cek, benar saja. Cinta haid dari beberapa detik yang lalu. Adelard menatapnya dengan khawatir. Ia tidak tahu harus berbuat apa karena dirinya baru pertamakali melihat Cinta seperti ini. Pasalnya, Cinta tak pernah sakit perut ketika datang bulan. Namun sekarang dirinya justru merasakan sakit yang luar biasa di dalam perutnya.

"Udah mendingan?" tanya Adelard pada Cinta yang tengah berbaring sembari terus meringis kesakitan.

"Mendingan dari Hongkong? Sakit banget ini," jawab Cinta emosi.

Cinta baru ingat jika stok pembalutnya habis. Mau tidak mau ia harus menyuruh Adelard untuk membelikannya. "Beliin pembalut, dong," celetuk Cinta dengan wajah tanpa dosa.

Adelard tidak langsung menolak. Karena ia tidak tahu bentukan pembalut seperti apa. Kegunaannya juga Adelard tidak mengetahuinya. Baru pertamakali ia mendengar barang tersebut.

"Maksud lo perban? Pembalut luka, kan?" tanya Adelard cengo. "Kita ke dokter aja, ya?"

"Lo kira gue kecelakaan, apa, pake perban segala?"

"Lahhh kan pembalut,"

"Pembalut buat PMS, Bangka,"

"PMS apaan?"

"Lo banyak nanyaaaa, tinggal beliin aja apa susahnya, sih?"

"Ya kan takutnya salah, Bocah!"

"Tinggal bilang, beli pembalut, gitu!"

"Kenapa gak sama lo aja, sih?"

"Mana sempet, perut gue sakit bangetttttt, cepetan elah!"

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang