Bagian 50

17 12 17
                                    

"Mencintaimu adalah anugerah terindah. Namun, ketika mencintai sendirian, itu adalah satu-satunya luka yang tak berdarah."

*****


Adelard mengendarai motornya membelah jalanan. Suara bising kendaraan kian terdengar saling bersahutan. Tiba-tiba Adelard teringat akan perkataan Arga dan Bagas di sekolah. Adelard tidak akan bisa terus-terusan memendam perasaannya sendirian. Lambat laun ia harus berbicara dari hati ke hati bersama Cinta. Tak apa, jika pada akhirnya Cinta tidak bisa membalas perasaannya. Karena yang terpenting sekarang adalah, ia harus mengungkapkan segala perasaan aneh yang selalu muncul akhir-akhir ini di benaknya.

Adelard tersenyum dengan ketir. Menertawakan dirinya karena telah menelan ludahnya sendiri. Benar kata orang, jangan terlalu membenci, nanti cinta. Begitupun sebaliknya. Karena nyatanya, benci dan cinta itu beda tipis. Bisa saja, hari ini kau membenci seseorang, namun besoknya kau malah mencintai orang itu sepenuh hati.

"Cin, gue udah kalah dan nyerah. Gue gak bisa nyimpen perasaan ini lama-lama sendirian, i love you dear,"

Adelard terkekeh setelah mengatakan hal itu dalam hatinya. Rasanya ia ingin cepat-cepat pulang. Karena seharian ini, dirinya belum bertemu lagi dengan pujaan hatinya. Didekatnya, Adelard selalu merasa nyaman. Cinta berhasil singgah dalam hatinya. Adelard pun tidak mengerti mengapa ia bisa menaruh hati pada seorang Cinta Ananda Pratiwi. Adelard memikirkan tentang alasan mengapa dirinya mencintai Cinta. Namun ia tidak juga menemukannya. Adelard pun bingung, lantaran rasa ini datang tanpa diminta.

Selang beberapa menit, Adelard sampai di depan rumah. Ia membunyikan klaksonnya agar Cinta sudi untuk membukakan pagarnya. Tak berapa lama, Cinta keluar dari dalam rumahnya. Perlahan ia membukakan pagar untuk Adelard dan kembali masuk ke dalam rumah bernuansa putih tersebut. Adelard membuka mulutnya heran. Padahal ia sangat merindukan Cinta. Namun Cinta bersikap seperti tidak peduli padanya. Adelard memasukkan motor besarnya ke pekarangan rumah.

"Siapa? Jangan bilang itu temen-temennya Cinta?" ucap Adelard dalam hati ketika melihat ada banyak orang di rumahnya. "Shit! Gue kan mau pendekatan sama pujaan hati gue, ganggu aja!"

"HAI BANG! SELAMAT SORE," teriak si kembar Ziko dan Zaki menyapa Adelard.

Marsha menonyor kepala milik Ziko dan Zaki secara bergantian. "Gendang telinga gue lama-lama bisa rusak!"

"Bang," panggil Budi pada Adelard. "Besok kita semua boleh main ke sini lagi, kan?"

"Iya Bang, lumayan, gue bisa ngemil makanan sepuasnya di sini," tambah Ziko cengengesan.

"Daripada mubazir," timpal Zaki terkekeh kecil.

Adelard menatap mereka tidak minat. "Terserah lo semua, deh! Tapi setiap gue balik, lo semua harus balik! Ganggu orang yang pengen berduaan aja!"

Cinta menatap Adelard hendak meminta penjelasan. Pasti setelah ini teman-temannya akan salah paham. Ingin sekali ia menyentil mulut Adelard agar tidak seenaknya ketika berbicara. Namun Adelard mendelik acuh meninggalkan mereka semua.

"Sumpahhh, Cin, Lo berdua udah ..." ujar Ziko menggantungkan ucapannya sembari menyatukan kedua tangannya membentuk ciuman yang saling bertautan.

Semua orang yang ada di sana tampak heboh. Apa katanya? Cinta dan Adelard sudah menjadi suami istri yang sesungguhnya? Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Berita panas  harus segera dimasukkan ke dalam koran dan sosial media. Kalau bisa, Ziko dan Zaki akan mengumumkannya di toa mesjid.

"WAH, WAH, WAH, INI GAK BISA DIBIARKAN WOY! POKOKNYA BERITA INI HARUS GUE UMUMIN DI ATAS MIMBAR!" teriak Budi antusias. Adelard yang mendengarnya samar-samar dari jauh sana langsung terkekeh.

"Lo kira khutbah?" Marsha merasa heran.

Ziko melemparkan jaketnya ke arah Budi. "Otak lo emang selalu mubazir dalam situasi apapun!"

"Ziko kalo ngomong suka bikin gue jadi pengen terbang ke angkasa dan tidak kembali lagi," celetuk Budi.

Ziko menatap Budi tanpa minat. Lalu ia mengacungkan jari tengahnya ke arah dimana Budi berada. "Muka lo kaya bayi bagong!" pekik Ziko membuat semua orang yang ada di sana tertawa karenanya.

"Ehh, tapi Cin, emangnya bener, lo udah anu sama Adelard?" tanya Syalwa di sela-sela tawanya.

Semua orang tampak menatap Cinta dengan serius. Cinta menelan salivanya susah payah. "Gue," ucap Cinta menggantungkan kalimatnya.

Semua orang yang ada di sana tampak menatap Cinta dengan serius. Zaki tidak ingin ketinggalan momen. Ia langsung merekam wajahnya yang sedang bersama Cinta juga teman-temannya.

Cinta menatap mata mereka secara bergantian. "Muka lo semua kaya bagong!"

"AIHHH, SIALAN LO CIN!" pekik Budi kecewa.

"SALAM JARI TENGAH!" teriak Ziko dan Zaki secara bersamaan.

"ANDAI, SEKARANG BULAN HAJI, MUNGKIN GUE BAKALAN NGURBANIN LO, CIN!" timpal Marsha dengan sebal.

Syalwa masih setia dengan tawanya. Sedangkan Cinta menatap mereka tidak minat.

"Pulang sana!" usir Cinta pada mereka semua.

"OMG! Gue sama temen-temen gue bakalan langsung pergi, kok, Cin, tenang aja," ucap Budi mengemasi barang-barangnya.

"Lo gak kuat, kan, Cin? Pengen berduaan sama si Abwang?" goda Zaki. "Siap! Laksanakan Kanjeng ratu!"

Mereka semua menyatukan kedua tangannya masing-masing membentuk ciuman yang saling bertautan menggoda Cinta.

"SALAM OLAHRAGA!" teriak mereka semua sebelum akhirnya melenggang pergi.

Cinta langsung ke atas berniat menghampiri Adelard ke dalam kamar. Menanyakan maksud dari ucapan Adelard yang membuat semua teman-temannya salah paham padanya.

Ceklekk...

Pintu kamar terbuka lebar. Menampilkan Adelard yang sudah tertidur dengan santai. Kaus kakinya masih setia menempel pada kakinya. Cinta membangunkan Adelard dengan kasar. Adelard menggeliat. Ia membuka matanya dengan susah payah menatap wanita yang kini sedang membangunkan dirinya. Setelah itu, ia tidur kembali.

"Woyyyy, bangun lo! Maksud lo apa ngomong kaya gitu di depan temen-temen gue?" tanya Cinta tidak terima. "Jadinya mereka sala paham, Om,"

"GUE MAU BERDUAAN SAMA LO. EMANG GAK BOLEH, BERDUAAN SAMA ISTRI SENDIRI?"

Cinta pergi ke kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Tak berapa lama, ia kembali dengan membawa air di dalam gayung. Tidak tanggung-tanggung, ia langsung menyiramkannya pada Adelard yang masih setia tertidur di atas kasur. Hal itu membuat Adelard langsung terbangun sembari mengelap wajahnya yang basah kuyup.

"Gila, lo, Cin!" pekik Adelard histeris.

Cinta menahan tawanya kuat-kuat. Ia tidak boleh mengeluarkan tawanya. Karena sekarang dirinya sedang memarahi Adelard. "Kali aja lo kesurupan!"

Adelard menatap tajam ke arah Cinta. Secara tiba-tiba, ia menarik lengan Cinta hingga mereka berdua terbaring di atas kasur yang basah. Adelard memeluk Cinta dengan erat. Menenggelamkan wajah wanita itu di dada bidang miliknya. Si empunya merasa risih dan berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya. Namun tenaga Adelard lebih kuat daripada Cinta, sehingga wanita itu hanya bisa pasrah saja.

"Udah, tidur aja di pelukan gue," ujar Adelad sambil memeluk Cinta dengan erat seolah tidak ingin kehilangannya. "Nyaman,"

Cinta benar-benar pasrah dengan keadaan sekarang. Mungkin jiwa Adelard sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya sedang berkecamuk melayang dalam pelajaran yang membingungkan. Cinta berusaha memakluminya. Tidak mungkin Adelard memiliki perasaan padanya. Itu benar-benar tidak mungkin.

💫

Di sisi lain, Alex dan keempat inti Garuda sedang membicarakan geng motor mereka untuk kedepannya. Karena nyatanya, tidak selamanya mereka bisa terus mengabdi. Masing-masing akan memiliki kesibukan tersendiri. Apalagi setelah wisuda nanti, pasti mereka akan lebih mementingkan kepentingan pribadi. Entah itu mengejar mimpi, atau bersanding dengan seorang istri. Umur yang bukan lagi remaja, tapi dewasa. Apakah mereka sanggup untuk berpisah? Tidak ada lagi tongkrongan, bahkan gelak tawa pun mungkin nyaris tidak akan kembali terdengar. Semua itu akan tinggal kenangan. Beberapa tahun lagi dirinya mungkin tidak bisa mengurus geng motor tersebut. Entah benar-benar bubar, atau hanya vakum sebentar dan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.

"Gue minta maaf kalo banyak salah," ujar Alex menciptakan keheningan.

"Ah, apaansi ngomong kaya gitu, kaya lebaran aja," timpal Rian, padahal dirinya tahu maksud ucapan Alex.

"Kita gak bisa selamanya kaya gini, Gard. Gue ataupun lo semua nantinya pasti bakalan disibukkan dengan kesibukan kita masing-masing."

"Itu masih lama, Lex!" sergah Galang benar-benar ingin mengakhiri perbincangannya.

"Dua tahun setengah itu gak bakalan kerasa, Lang," timpal Alex dengan serius.

"Kalo gitu, gue gak mau wisuda dulu!" ucap Alvan tampak serius.

"Gila, ya lo? Kita masuk bareng-bareng dan wisuda juga harus bareng-bareng!" Gading bertolak belakang dengan Alvan. "Kecuali lo mau wisuda tanpa kita, Van,"

"Gak bakalan ada lagi Alvan dengan sejuta kekonyolannya, gak bakal ada Galang si anak Mamih, gak bakal ada Gading yang diam-diam bikin orang lain kesetanan dan gak bakalan ada Rian yang sama-sama gak punya otak kaya si Alvan. Terakhir, gak bakalan ada gue yang ngangenin ini," kata Alex tertawa hambar.

Gading terkekeh ketika mendengarnga. "Inget banget, Garuda dibuat dengan serba mendadak. Geng motor yang awalnya anggotanya cuma gue, Alex, dan Rian. Ditambah Alvan sama Galang yang dulunya lagi gabut. Sampe sekarang, separuh hidup kita ada di sini,"

Alvan menganga lebar. Ia seakan tidak percaya jika Gading telah mengatakan hal itu. Biasanya Gading hanya mengangguk dan menggunakan bahasa isyarat lainnya ketika berbicara dengan orang lain. Atau kalau tidak, Gading akan berbicara panjang lebar hanya ketika dirinya mengarahkan para anggotanya. Dan ini? Alvan rasa ini adalah sebuah keajaiban.

"Ding, itu tadi yang ngomong beneran lo?" tanya Alvan memastikan. "Mimpi apa gue semalem, sampe liat Gading bicara panjang kali lebar, kali tinggi, dibagi luas, dikali jarak per kecepatan, ditambah percepatan?"

"Sebuah kemajuan yang membanggakan!" timpal Galang mencolek dagu milik Gading.

Gading menatap mereka tidak minat. Ia menyesali percakapannya. Kemajuan apa? Dirinya juga manusia yang setiap saat bisa berubah. Rian membenarkan ucapan Alvan dan Galang. Ia juga tidak pernah melihat temannya yang satu itu berkata panjang kali lebar seperti barusan. Apalagi ini menyangkut dirinya dan teman-temannya.

"Biasanya lo kalo ngomong panjang lebar gitu cuma pas lagi ngatur strategi sama marah-marah doang, Ding! Tapi sekarang?" jeda Rian. "Lo semua lihat Gading! Betapa manisnya dia sekarang, andai gue terlahir sebagai perempuan, mungkin sekarang gue udah ngajak Gading ke pelaminan!"

Alex melemparkan sepatunya tepat pada perut milik Rian. "Sebelum lo ajak Gading ke pelaminan, gue udah duluan yang ajak Gading ke hotel buat bercocok tanam!"

Gading, Alvan, Galang, dan Rian membulatkan matanya dengan sempurna. Ketuanya itu benar-benar sudah gila. Kewarasannya memang wajib dipertanyakan. Sekali-kali Alex harus konsultasi dengan psikiater.

"NAUZUBILLAH!" teriak mereka secara bersamaan sembari melemparkan sepatunya satu persatu ke arah dimana Alex berada.

Jan lupa tinggalkan jejak!❣

Salam sayang,

viniawis❤


Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang