"SUGESTI! Ya, saat ini hidupku dipenuhi dengan sugesti. Jika suatu hari nanti aku akan mengalami hal seperti orang tuaku dan itulah yang membuatku takut setiap kali ingin menentukan pilihan."
*****
Langit kembali menjatuhkan cairannya. Malam yang sunyi ditambah dengan hujan yang deras membuat suasana semakin nyaman untuk sekedar melamun sembari menikmati secangkir teh hangat di atas balkon. Hal itu membuat Cinta semakin teringat kejadian tadi sore. Dimana Adelard mengungkapkan perasaannya kepada dirinya. Cinta duduk di atas kursi sambil menyeruput tehnya sampai tandas.
"Lama-lama gue bisa gila kalo terus-terusan mikirin hal tadi!" Cinta mulai bermonolog. "UDAH! LUPAIN, LUPAIN, LUPAIN!"
Bagaimana bisa laki-laki menyebalkan itu memiliki perasaan cinta padanya. Sebelumnya, tidak ada sedikitpun tanda-tanda Adelard menyukai Cinta. Tapi sore tadi, perkataan Adelard seolah sungguh-sungguh dan hal itu berhasil mengusik pikiran Cinta saat ini.
"UDAH, HAL TADI JANGAN DIPIKIRIN! ANGGAP AJA GAK ADA KEJADIAN APA-APA DAN GUE GAK PERNAH BILANG APA-APA KE LO," teriak seseorang yang tiba-tiba muncul. Teriakannya beradu dengan air hujan yang sangat deras.
Dengan spontan, Cinta menoleh ke arah sumber suara. Didapatinya Adelard yang sedang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sembari terus berjalan menghampiri Cinta. Adelard terkekeh sembari duduk di kursi yang berada di samping wanita itu.
Cinta menatap Adelard heran. "Ngapain lo ke sini?"
Adelard menatap Cinta serius. "Nemenin pujaan hati," jeda Adelard terkekeh geli. "Masa dibiarin sendirian di balkon. Mana sambil bengong, lagi. Udah kaya orang yang lagi kelilit utang aja,"
Cinta memutar bola matanya malas. Ia memainkan gelas bekas teh hangatnya yang sudah ia habiskan. Kali ini Cinta merasa canggung bila berdekatan dengan Adelard. "Apaansi, gak jelas!"
Adelard meledek Cinta. Ia seolah tahu jika wanita di sampingnya itu sedang canggung karena dirinya. "Ternyata seorang Cinta Ananda Pratiwi bisa gugup juga, ya?" ledek Adelard menatap intens mata indah milik Cinta.
"E-enggak, kok, siapa bilang?" elak Cinta gelagapan sembari terus memainkan gelasnya.
"Terus ngapain itu gelas dimainin kaya gitu?" tanya Adelard semakin gencar menggoda wanita yang kini berada di sampingnya. "Kaya gak ada kerjaan aja,"
"Terserah gue, dong!"
Adelard mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Tolong, siapapun jangan menghardik Adelard karena sudah berbuat tidak tahu malu. Jika ditanya malu, tentu saja Adelard malu sekaligus kecewa. Siapa yang tidak malu? Ketika dirinya baru saja mengungkapkan perasaannya kepada wanita yang jelas-jelas tidak mencintai kita. Tapi Adelard akan menomorduakan hal itu. Karena ia percaya, cinta itu akan tumbuh karena terbiasa. Adelard harap, suatu saat nanti, Cinta akan memiliki perasaan yang sama kepada dirinya. Tugasnya sekarang adalah, membantu Cinta untuk belajar mencintai Adelard.
Keheningan mulai tercipta. Adelard dan Cinta tengah berada dalam pikirannya masing-masing. Dari dulu sampai sekarang, mereka tidak pernah akur. Ada saja hal yang menjadi persoalan ketika mereka berdua bertemu. Apalagi sekarang, Cinta dan Adelard berada di lantai dan atap yang sama. Namun nyatanya, hari ini--semenjak Adelard mengungkapkan perasaannya kepada Cinta, buih-buih cinta mulai bermunculan diantaranya. Meski sekarang hanya Adelard saja yang merasakan hal itu.
Cinta mulai melirik Adelard. "Soal tadi," jeda Cinta. "Gue minta maaf,"
Adelard tersenyum ketir. "Gak papa, ini udah jadi risiko gue, Cin," jawab Adelard dengan tulus. "Biarin gue berjuang lagi, ya?"
"Please, sayang, jangan gini!" ucap Cinta merasa tak enak hati.
Adelard menatap lekat manik indah milik Cinta. "Kenapa, hm?"
"Stop berjuang buat gue!"
"Ya tapi kenapa, Cin?"
"Karena semua itu bakalan sia-sia! Gue gak akan pernah bisa suka sama lo. Jadi percuma!"
"Lo belum nyoba buka hati, Cin. Mana bisa lo ngira-ngira perasaan lo kaya gitu," ucap Adelard berlutut di bawah Cinta yang sedang duduk.
Cinta berdecak sembari tersenyum dengan ketir. "Lo jangan terlalu percaya diri! Gak ada satupun laki-laki kecuali Alex--abang gue sendiri yang bisa gue percaya," ucap Cinta sedikit meninggikan suaranya. "Termasuk lo!"
Adelard terkekeh seolah menertawakan dirinya sendiri. "Jadi selama ini lo gak percaya sama gue?" tanya Adelard. "LO ITU CUMA SUGESTI, CIN!" suara Adelard mulai meninggi.
Cinta tertawa hambar. Apakah Adelard baru saja membentak dirinya? Baru kali ini Adelard berbicara padanya dengan nada tinggi seperti itu. Sedikit nyeri di dalam dadanya. Cinta menatap sayu mata laki-laki yang ada di depannya. Adelard menyadari bahwa ia telah membentak wanitanya itu. Ia benar-benar tidak berniat melakukan hal itu.
Adelard menggenggam tangan Cinta. "Sorry, gu-gue gak bermaksud ngebentak lo, Cin,"
Cinta menepis tangan Adelard. Ia menatap laki-laki itu dengan lekat. "BENER KATA LO, HIDUP GUE DIPENUHI DENGAN SUGESTI! GUE TAKUT, SUATU SAAT NANTI LO BAKALAN NGELAKUIN HAL YANG SAMA KAYA APA YANG PAPA LAKUIN KE MAMA GUE!" pekik Cinta. Nafasnya kian memburu.
"Gue gak sama kaya ayah lo, Cin,"
"Mungkin sekarang emang enggak, tapi nanti? Hati manusia itu gak tentu!"
"Lo bisa pegang kata-kata gue,"
"Gue gak cinta sama lo! Berhenti ngelakuin apapun, berhenti berjuang buat gue dan berhenti berharap gue bakalan punya perasaan yang sama kaya lo! Semua itu MUSTAHIL."
Adelard tercengang ketika mendengar penuturan Cinta. Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Adelard saat ini. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Menahan amarahnya agar tidak keluar di depan orang yang sangat dicintainya. Tapi tak apa, bukankah cinta itu harus diperjuangkan? Dan Adelard akan memperjuangkan cintanya. Tak peduli dengan ribuan keraguan Cinta. Ia akan membuktikannya. Bahwa dirinya tidak sama dengan Bagaskara yang begitu brengsek itu.
"Sekarang, larangan adalah perintah bagi gue," ucap Adelard mengecup kening milik Cinta dengan sayang. "I love you," lanjutnya sebelum akhirnya melenggang pergi.
Cinta diam mematung. Darahnya berdesir hebat. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia memejamkan matanya--mengembalikan kesadarannya. "I love me,"
Tiba-tiba Adelard kembali mengintip. "Cepetan tidur! Ini udah malem. Di luar ujan, nanti lo sakit," perintah Adelard lalu benar-benar pergi setelah mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]
Jugendliteratur"Bagi mereka yang telah memulai, maka bertanggungjawablah untuk menyelesaikannya. Bagi mereka yang berkelakuan seperti binatang, maka bersiaplah untuk menanggung karmanya." Cinta terpaksa menerima lamaran Adelard--musuh bebuyutannya dan menjalankan...