Bagian 31

26 32 13
                                    

"Banyak sekali hal-hal yang membuat kita melongo tak percaya. Namun itulah kenyataannya."

*****


X IPS 3 kini sedang merasa tersiksa. Bagaimana tidak? Jam dua belas siang adalah waktu dimana semangat belajar sudah habis tak tersisa. Terlebih lagi, jika diberi pelajaran matematika--beuuhh otak langsung menolaknya. Mungkin bagi orang yang IQ-nya di atas rata-rata, hal itu tidak masalah. Namun bagi yang IQ-nya di bawah rata-rata, adalah musibah yang luar biasa. Hal tersebut sangat dirasakan oleh Budi, Ziko, dan Zaki. Mereka tak berhenti mengumpat--menyumpah serapahi bu Diah yang sedang menjelaskan materi SUDUT ISTIMEWA TRIGONOMETRI.

"Oke anak-anak, rumus kebalikan sudah selesai Ibu jelaskan. Sebelum lanjut ke rumus selanjutnya, yaitu rumus perbandingan, apakah ada yang ingin ditanyakan?" tutur bu Diah menatap semua muridnya.

Satupun tak ada yang berani untuk mengangkat tangannya. Padahal banyak sekali dari mereka yang sampai detik ini belum juga mengerti dengan apa yang baru saja bu Diah ajarkan. Melihat tak ada pergerakan sama sekali, bu Diah langsung berkacak pinggang. Semua siswa  ketar-ketir dengan menatap satu sama lain.

Budi beralih menatap Cinta. "Cin," panggil Budi memberi kode agar Cinta bisa menyelamatkan mereka semua.

Cinta mengangkat bahunya acuh. "Bingung gue mau nanyain apa, soalnya gue udah ngerti semua." jawab Cinta angkuh sembari menjulurkan lidahnya tanda mengejek Budi.

Budi berpikir lebih keras. "Bisa mati gue kalo bu Diah nunjuk gue buat nanya materi yang tadi. Mana tadi gue enggak merhatiin, lagi," gerutu Budi menundukkan kepalanya karena sedari tadi bu Diah tidak mengalihkan pandangan dari dirinya.

Ada rasa simpati yang menyelimuti diri Cinta. Ia langsung mengangkat tangannya untuk menanyakan materi yang tentu saja sudah ia pahami. Belum juga Cinta mengucapkan sepatah kata pun, bu Diah langsung memotongnya sembari menatap tajam pada semua murid yang ada di sana.

"Saya tidak menerima pertanyaan dari Cinta, Syalwa, dan juga Devan," tutur bu Diah yang membuat mereka semua kelabakan. "Masa dari tiga puluh dua siswa gak ada yang berani?"

Sampai saat ini, tidak ada yang berani mengangkatkan tangannya. Mungkin itu semua karena dulu, sewaktu semester satu, pernah ada yang bertanya dan pertanyaannya itu tidak sesuai dengan apa yang bu Diah harapkan. Karena ketidaksesuaian itu, bu Diah langsung memperpanjang masalah tersebut. Otomatis semua murid tak ingin hal seperti itu terulang kembali untuk kedua kalinya.

Bu Diah menggebrak meja dengan tenaga dalamnya. Kini tubuh gempalnya menegang menahan amarah. "Ibu tunggu sampai sepuluh detik. Kalo tidak ada juga yang bertanya, berarti kalian sudah paham dengan materi yang Ibu sampaikan dan giliran Ibu yang akan bertanya pada kalian."

Selang lima detik, Selvy mengangkat tangannya. Semua siswa melihat Selvy dengan tatapan tak percaya. Budi, Marsha, Ziko, dan Zaki menatap Selvy keheranan. Jangan sampai ia bertanya yang aneh-aneh. Salah sedikit saja, mungkin Selvy bisa krekk sekarang juga. Cinta, Syalwa, dan Devan tersenyum bangga. Bu Diah menatap Selvy penuh arti.

"Iya Selvy?" tanya bu Diah penuh harap.

Semua siswa tak sabar mendengar pertanyaan Selvy. Dada mereka mulai bergemuruh.

"Maaf Bu, saya izin ke kamar mandi," kekeh Selvy yang membuat seisi kelas frustasi.

Kini Zaki yang mengangkat tangannya. Budi dan yang lainnya menatap bangga pada Zaki. Inilah pahlawan kita yang sesungguhnya.

Bu Diah melirik ke arah Zaki. Namun Zaki langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gatel Bu," ucap Zaki yang membuat seisi kelas menyumpah serapahi dirinya.

Tak berapa lama, bel berbunyi tandanya pelajaran bu Diah sudah selesai. Wanita tua berkacamata tebal itu langsung membereskan buku dan segala peralatannya. Ia bergegas keluar dari kelas tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dapat dipastikan, Minggu depan dan Minggu-minggu seterusnya bu Diah tidak akan datang untuk mengajar matematika di kelas itu lagi.

"BARANG SIAPA YANG MENYULITKAN ORANG LAIN, MAKA ALLAH AKAN MENYULITKANNYA PADA HARI KIAMAT." teriak Ziko yang semoga saja tidak didengar oleh bu Diah. "HR. AL-BUKHARI TUJUH SATU LIMA DUA."

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang