Bagian 25

60 37 21
                                    

"Aku tak begitu yakin dengan kebahagiaan. Tapi aku percaya, keajaiban pasti datang."

*****

Hening. Satu kata yang dapat mendeskripsikan keadaan saat ini. Hanya ada isakan tangis di sana. Bunga, Laila, juga Adelard tak ada yang berniat untuk angkat bicara. Dalam hati, mereka terus berdoa agar Cinta tetap baik-baik saja. Hingga akhirnya, dokter keluar dari ruangan tersebut. Ia langsung mengelap keringat yang sedari tadi bercucuran di dahi miliknya. Perlahan dirinya menghela nafasnya dalam-dalam. Adelard menunggu dokter itu mengucapkan sesuatu. Bunga dan Laila langsung terbangun dari duduknya--menghampiri dokter yang baru saja keluar.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Bunga tergesa-gesa.

"Iya Dok, sekarang Cinta gimana?" imbuh Adelard.

Dokter itu memperhatikan mereka secara bergantian. Lagi-lagi ia menghela nafasnya. "Detak jantung pasien lagi-lagi sempat berhenti. Kami langsung berusaha mengembalikan detak jantungnya, namun tidak bisa,"

Bunga merosot ke bawah. Kakinya seakan langsung melemas ketika mendengar kabar itu. Laila membantu Bunga untuk berdiri kembali. Sedangkan Adelard tak bisa berkata-kata. Ia mengelap wajahnya gusar--tak siap menerima kenyataan pahit apapun yang baru saja keluar dari mulut pria berjas putih itu.

"Saat itu kami menyerah dan berniat mencabut alat-alat medis yang terpasang di tubuh pasien. Namun, jantung pasien kembali berdetak--seketika kami langsung bergerak melakukan tindakan. Sampai saat ini, kami masih bingung sekaligus tidak percaya. Entah keajaiban atau apa, saya tidak tahu. Pasien sadar dan juga pulih dengan sangat cepat. Alat-alatnya sudah kami cabut dan sekarang juga pasien dapat dipindahkan ke kamar inap." ujar dokter panjang lebar merasa takjub.

Air mata Bunga dan Laila langsung keluar begitu saja. Namun ini bukan lagi tangisan kesedihan, melainkan tangisan bahagia. Adelard bahagia bukan main. Benar kata orang, bahwasanya Tuhan dapat melakukan segala sesuatu meskipun sesuatu itu diluar nalar manusia. Bunga, Adelard, dan Laila sangat bersyukur juga berterima kasih kepadanya yang telah mendengarkan doa-doanya. Ini adalah kabar yang baik, sangat baik.

"Terima kasih Dok, sekali lagi terima kasih." ucap Bunga yang tak lagi bisa berkata-kata.

"Iya Bu, sama-sama," jawab dokter seraya tersenyum lebar.

"Dok, apa kami bisa melihat pasien ke dalam?" tanya Adelard yang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Cinta.

"Boleh, tapi bergilir, ya?" jawab dokter yang langsung pergi meninggalkan Bunga, Adelard, juga Laila.

"Yaudah Ma, Mama duluan, ya? Aku mau ngurusin dulu kamar inap," ujar Adelard yang diangguki oleh Bunga.

Laila melihat kepergian Adelard. Ia tersenyum tipis ketika melihat anak semata wayangnya sangat perhatian pada Cinta--menantu kesayangannya. Banyak yang ingin Laila bicarakan pada Adelard. Entah itu soal perasaan anaknya, ataupun hal lain yang berhubungan dengan kasus yang menimpa menantunya itu. Karena Laila yakin, setelah Cinta bisa pulang dari sini, ia dan yang lainnya pasti akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas.

"Mbak," panggil Bunga pada besannya yaitu Laila. "Aku ke dalem duluan, ya?"

Bunga masuk ke dalam ruang ICU. Di sana terlihat dua suster yang sedang membereskan alat-alat. Sedangkan Cinta sedang terbaring di atas ranjang. Namun, kini mata Cinta sudah terbuka. Benar-benar terbuka. Bahkan tak ada lagi selang oksigen yang terpasang di hidungnya. Bunga langsung menghampiri Cinta. Ia menangis bahagia.

"Assalamualaikum, sayangnya Mama," ucap Bunga memberi salam. Lalu ia mengecup lama kening anaknya itu. "Mama bahagia banget liat kamu udah sadar, Nak."

Cinta tidak menjawab apapun. Tidak terdengar satu patah katapun dari dalam mulutnya. Bunga mengerti, benar-benar mengerti. Karena anak bungsunya itu baru sadar dan masih harus beradaptasi lagi. Bunga kembali memeluk Cinta dengan erat. Keajaiban yang Tuhan berikan sangat luar bisa.

Cinta meremas seprai ranjangnya dengan kuat. Tiba-tiba, ingatan ketika ia disiksa, ingatan ketika dirinya dipaksa untuk menyetujui pernikahan Bagaskara juga Bunga kembali muncul. Cinta tak ingin mengingatnya lagi. Namun, ingatan itu terus-menerus muncul di dalam otak miliknya. Otak dan hati wanita itu benar-benar merasa trauma. Namun, dirinya menolak mentah-mentah rasa trauma itu. Karena rasa trauma hanya bisa menghambat hidupnya untuk berkembang semakin baik.

"Cin," panggil Bunga. Tak ada jawaban. "Kamu kayanya butuh istirahat, deh. Kalo gitu kamu istirahat dulu, ya? Adelard lagi ngurusin kamar buat kamu,"

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang