Bagian 41

16 8 7
                                    

"Hidup ini gak adil buat semua orang. Semua manusia pasti memiliki kesulitannya masing-masing. Hanya saja, ada yang menampakkannya dan ada yang menyembunyikannya."

*****

Adelard, Arga, dan Cinta baru saja sampai di rumah sakit. Mereka langsung menuju kamar inap milik Syalwa. Ada yang harus mereka lakukan terhadap hubungan Syalwa dan juga Bagas. Mereka bertiga tahu, jika Syalwa tidak akan menerima Bagas kembali dengan mudah. Syalwa pasti merasa dirinya rendah dan tidak pantas untuk kembali bersanding dengan Bagas.

"Ayo!" ajak Cinta setelah membuka helmnya.

Adelard mengikuti Cinta dari belakang. Begitu pula dengan Arga.

"Cin," panggil Arga. "Lo gak ngerasa ada yang lupa?"

Cinta mengerutkan keningnya. Ia berpikir sejenak seraya menggelengkan kepalanya. "Enggak kayanya, makanan buat Syalwa udah. Tas, handphone, sama dompet juga ini," lanjutnya sembari menunjukkan barang-barangnya.

"Ngaca?"

"Hah?"

"Iya, ngaca. Biasanya, kan, cewek kalo baru turun dari motor, mereka langsung ngaca sambil benerin rambut atau sekedar nambahin lipstik, masa lo enggak, sih, Cin?" tanya Arga merasa heran sembari memainkan spionnya memeragakan apa yang dirinya katakan.

"Ngapain? Ribet amat," jawab Cinta. "Semua cewek itu istimewa. Dan keistimewaan itu berbeda-beda. Mungkin mereka yang ngaca setelah turun dari motor, sangat peduli pada penampilan. Dan itu menurut gue adalah salah satu cara mencintai diri sendiri yang baik,"

"Ya, kan, lo juga cewek, Cin. Jadi harus ribet. Ayo cepet, ngaca dulu! Gue sama Adelard nungguin lo, kok." keukeuh Arga, lalu ia berjongkok setelahnya.

"Ada masanya gue kaya cewek-cewek pada umumnya, Ga. Itu pasti dan suatu saat nanti pasti gue bakalan ngalamin itu,"

Adelard terkekeh. "Udahlah Ga, dia emang beda, makannya gue suka," ucap Adelard keceplosan. Ia merutuki dirinya sendiri. Jangan sampai Cinta dan Arga mendengarnya. Bisa-bisa harga dirinya turun saat ini juga.

"Sumpah, Yad, lo?" jeda Arga mengerlingkan bola matanya tak percaya. "Ternyata bener, ya? Cinta emang dateng karena terbiasa,"

"Sayangnya gue enggak," ucap Cinta lalu meninggalkan mereka berdua.

"Emangnya gue tadi bilang apa?" tanya Adelard menyusul Cinta.

Arga mengikuti mereka berdua. "Makannya gue suka, jiakhhhhh!" teriak Arga lalu tertawa setelahnya.

"Sialan!" batin Adelard.

"Budeg emang lo berdua. Gue bilang, makannya gue gak suka! Kalo punya kuping itu jangan disimpen di samping," ujar Adelard mencoba membela dirinya sendiri.

"Udahlah Yad, ngaku aja. Lagian sama istri sendiri gak papa, kali," titah Arga yang dianggap angin lalu oleh Adelard.

Tak berapa lama, mereka sudah sampai di depan kamar milik Syalwa. Terlihat Olivia di luar sana. Mereka langsung menyalami tangan ibunya Bagas.

"Tante kenapa di luar?" tanya Cinta.

Olivia tersenyum pada mereka bertiga. "Tante di sini sengaja, biar Bagas sama Syalwa bisa ngobrol berdua. Kalo bisa, kalian bertiga bantu yakinin Syalwa, ya?"

Arga tersenyum getir. Ada yang sakit di dalam sana. Namun tak apa, karena yang salah adalah perasaan dirinya sendiri. Ia harus cepat-cepat mengikhlaskan Syalwa. Dirinya bisa gila jika terus-terusan seperti ini.

"Iya Tante, Insyaallah kita bakalan ngingetin Syalwa semampu kita," jawab Arga yang langsung diangguki oleh Cinta dan Adelard.

"Yaudah Tante, mungkin kita izin masuk, kali, ya?" tanya Adelard.

Olivia langsung mengangguk.

Ceklekkk...

Pintu terbuka lebar. Cinta, Arga, dan Adelard masuk ke dalam. Bagas dan Syalwa melihat siapa yang datang. Syalwa menatap sayu mereka bertiga. Ada banyak luka di dalam tatapannya. Cinta langsung memeluk sahabatnya itu. Melepaskan kerinduan yang belum sempat terobati.

"Hai, sorry gue baru dateng, ini dari kita bertiga. Nanti dimakan, ya?" ucap Cinta seraya melepaskan pelukannya dan menaruh kantong yang berisi makanan ke atas meja. Lagi-lagi Cinta memeluk Syalwa. "Aaaaaa kangen banget,"

Mata Syalwa berkaca-kaca. Syalwa pikir, Cinta tidak akan sudi menemuinya lagi. Diri Syalwa seakan hidup kembali walaupun tidak sepenuhnya. Adelard seakan mengerti. Sepertinya mereka berdua harus memiliki waktu untuk sekedar mencurahkan isi hati. Adelard melirik Arga dan Bagas. Mereka bertiga langsung meninggalkan Cinta dan juga Syalwa.

Syalwa menangis dalam pelukan Cinta. Ia mengeluarkan segala luka dan amarahnya. Cinta ikut hanyut dan merasakan apa yang kini Syalwa rasakan.

"Mahkota gue, Cin," lirih Syalwa kembali menangis.

Cinta mengangguk pelan lalu membawa Syalwa ke dalam pelukannya kembali. Mereka berdua menangis. "Gue minta maaf Syal,"

Syalwa melepaskan pelukannya, lalu ia menggelengkan kepalanya. "Gue yang harusnya minta maaf Cin. Sumpah, gue terpaksa,"

"Udah, kita lupain itu semua, oke? Sekarang gue mau tanya sama lo, gimana hubungan lo sama Bagas?" tanya Cinta hati-hati.

Syalwa diam lalu membuang nafasnya dengan kasar. "Bagi gue, ini semua rumit, Cin. Gue cinta sama Bagas, tapi gue gak mau kalo Bagas dapetin cewek gak bener kaya gue,"

"Siapa bilang lo cewek gak bener?"

"Buktinya keperawanan gue udah ilang, Cin,"

"Itu bukan kemauan lo, Syal. Lo cuma korban dan lo harus inget, jangan pernah sia-siain Bagas. Karena dia tulus sama lo. Jangan sampai lo nyesel,"

Syalwa tampak berpikir. "Jadi gue harus gimana, Cin? Gue capek! Gue capek, Cin,"

"Gue yakin Bagas tulus sama lo, orang tuanya juga serius, kan, sama lo? Dan lo harus gunain kesempatan ini sebaik mungkin. Anggep aja ini hadiah dari Tuhan setelah kepahitan yang lo dapetin selama ini,"

"Tapi gimana kalo gue hamil, Cin? Gue takut, gue takut Bagas dan keluarganya berubah pikiran, karena gue bener-bener memalukan," ujar Syalwa merasa dongkol. Terlihat tangannya gemetar tanda ia benar-benar takut jika hal itu terjadi.

"Lo sendiri yang bikin semuanya rumit, Syal. Gue tau, ini berat buat lo. Gue peduli sama lo dan gue cuma mau lo diperlakukan dengan baik. Lo jangan terlalu memikirkan apa yang belum tentu terjadi. Bagas tulus sama lo dan mungkin lo tau itu."

"Gue bakalan coba nerima Bagas. Thanks Cin, doain gue juga." ucap Syalwa yang membuat Cinta melengkungkan senyumannya.

"Apapun yang terjadi, kita pasti selalu ada buat lo. Gue, Bagas, Adelard, Arga, dan orang tua Bagas selalu sayang sama lo, Syal."

Mereka berdua langsung berpelukan--merasakan kenyamanan satu sama lain. Syalwa merasa hidupnya akan baik-baik saja jika orang-orang terdekat kembali mendekat dengan dirinya. Ia akan mencoba untuk mengabaikan ucapan orang-orang yang begitu menyakitkan. Seharusnya Syalwa sadar, banyak sekali orang yang menyayanginya. Mereka ingin dirinya bahagia dan Syalwa pun harus mendapatkan perlakuan yang sama seperti halnya manusia pada umumnya.

Di sisi lain, Adelard, Arga, dan Bagas tengah berbincang di kantin rumah sakit. Mereka membicarakan tentang hubungan Syalwa dan juga Bagas. Sebagai sahabat yang baik, Adelard dan Arga tentunya sangat peduli pada Bagas. Mereka tidak ingin jika usaha Bagas sia-sia untuk kembali mendapatkan Syalwa.

"Anak-anak udah pada tau soal ini?" tanya Bagas sembari menyeruput kopi yang sedari tadi ia pesan.

Adelard menghembuskan nafasnya kasar. "Bukan tau lagi, masalah cewek lo, sekarang udah jadi tranding topik di sekolah. Dari murid, guru, sampe tadi, nih, ya, kepala sekolah manggil Cinta buat minta kejelasan."

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang