P r o l o g

29.5K 1.6K 188
                                    

"Kamu marah?"

Tidak ada jawaban.

"Jangan diemin aku kayak gini."

Masih tidak ada jawaban.

"Kalau kamu marah, lampiasin sama aku! Aku gak suka liat kamu diem kayak gini!"

Zelina mendesah frustrasi. Dasar pria bebal!

"Kalau kamu pikir kamu lebih baik diem karena takut kata-katamu nyakitin aku, kamu salah! Aku maunya kita bicarain semuanya sama-sama!"

"Saya masih emosi, Zelina. Jangan ganggu saya dulu." Damian membuang muka.

"Kamu gak boleh simpen semuanya sendiri. Aku tau aku salah. Kamu marah sama aku." Suara wanita itu melemah. "Maaf, aku bikin kamu kecewa ... tapi, aku punya alasan--Damian! Dengerin aku dulu!"

Pria itu telah pergi menjauh, meninggalkan Zelina bungkam dengan seluruh rahasia besar yang dia hendak sampaikan. Ia sudah benar-benar membuat Damian kecewa.

Jika saja pria itu mau duduk sebentar dan mendengarkan ... mungkin hal itu bukan rahasia lagi.

Mungkin mereka akan kembali baik-baik saja.

Namun, mungkin juga, Zelina lebih baik membiarkan pria itu menenangkan diri terlebih dahulu.

Lagi pula, selama ini dia biang masalahnya.

****

"Turut berduka cita, Damian. Yang sabar, ya. Kamu harus kuat."

Kirana mengelus punggung lelaki itu dengan lembut. Mencoba menyalurkan dukungan. Namun, Damian justru tidak merespon apa-apa. Ia masih terpaku melihat nisan di hadapannya. Dua nisan yang saling bersebelahan dengan nama orang-orang yang ia sangat sayangi beserta tanggal kematian mereka tertera di sana.

Tak pernah Damian sangka ia akan kehilangan dua orang terpenting di hidupnya secepat ini.

Jika saja ia mau mendengarkan....

Jika saja ia dapat menurunkan ego sedikit....

Mungkin, semuanya tidak akan berakhir seperti ini.

Sekarang, ketika sudah kehilangan, apa yang bisa ia lakukan? Waktu tidak akan bisa berputar kembali. Semua ... sudah terlambat.

Air mata pria itu pun terjatuh kembali. Air mata penyesalan, air mata rasa sakit, dan air mata duka serta kesedihan yang mendalam.

"Maaf...." bisiknya berulang-ulang. "Maaf...."

"Damian."

Suara Nina. Ibu dari wanita yang ia cintai. Damian pun menoleh, berdiri, dan segera memeluk ibu mertuanya dengan erat.

"Maafkan Damian, Ma. Damian gagal menjaga mereka."

Pandangan Damian kabur karena air mata. Pria itu terlihat sangat hancur. Bahunya bergetar hebat karena menangis. Biarlah ia menjadi rapuh hari ini. Semua terasa terlalu menyakitkan. Damian bahkan tidak mampu untuk terlihat kuat saat ini.

Tanpa ragu, Nina pun memeluk menantunya balik. "Kamu tidak perlu minta maaf, Damian. Ini sudah takdir dari Tuhan." Wanita paruh baya itu mengusap punggungnya lembut. "Kamu boleh menangis sekarang. Tapi, setelah ini, kamu harus tegar lagi, oke? Zelina--"

Nina menarik napas dalam, menahan tangis. Bahkan, menyebut nama putrinya saja terasa begitu menyakitkan. "Zelina ... tidak akan suka melihat kamu seperti ini." Suaranya menjadi parau, "Semoga Tuhan membantu kamu dan kita semua untuk tetap tabah dalam menghadapi musibah ini."

Damian hanya mengangguk lemah dan melepas pelukannya. Otaknya serasa berhenti memikirkan keluarga kecilnya yang hancur berantakkan. Belum puas mengucap perpisahan, ia pun kembali berjongkok di samping nisan orang terkasihnya.

Dengan sisa tenaga yang ia miliki, tangannya menyentuh nisan tersebut dengan penuh cinta sambil ia berkata, "Beristirahatlah dengan tenang, Sayang. Kamu sangat dicintai di sini. Suatu saat, kita akan bersama lagi...."

*****

Apa yang ada di pikiran kalian ketika membaca prolog? :)

Masih yakin mau baca Zelian season 2? 😏

Ngomong-ngomong, kisah ini bakal lebih problematic dibanding Zelian 1. Jadi, saya mau peringatkan. Kalau kalian tidak suka drama yang pelik, kalian boleh berhenti di akhiran bahagia Zelian 1 saja.

Sebenarnya, kalian akan menjumpai konflik-konflik yang cukup umum terjadi dalam hubungan di cerita ini. Gak banyak bedanya dengan cerita lain.

Tapi saya ingin kalian ikut menebak.

Kira-kira,

Apa yang kurang dari hubungan mereka?

:)

8 Juni 2021

PS. MARI DUKUNG ZELIAN 2 DENGAN GALAKKAN VOTE DAN COMMENT 😏 KALI AJA UPDATENYA MAKIN CEPET, KAN. HAHA

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang