11. "Saya akan menunggu kamu."

7.2K 832 44
                                    

Hai.

Selamat Hari Raya Idul Adha bagi yang merayakan 😇 Jangan lupa bagi-bagi satenya hehe. Kalau ke saya, kalian bagi vote sama comment saja. Gak apa-apa, kok. 👉🏽👈🏽

Ada yang sadar kalau cover Zelian 1 berubah? Beda sekali hasil canva dan photo collage memang. Hahahahah. Semoga suka, deh, dengan cover yang baru.

Selamat menikmati yang manis-manis dari sini ;)

****

"Makasih, ya, Pak."

Dengan gontai dan lelah, wanita itu melangkah masuk ke halaman rumah setelah membayar argo taksi. Tangan kanan memegang kresek berisikan susu kental manis dan tangan kirinya menjinjing high heels hitam formal yang tadi ia pakai kerja. Kakinya pegal sekali memakai sepatu tinggi itu seharian. Tas kerja juga disampirkan ke pundak layaknya Jeng Kelin dari acara TV komedi lama. Sungguh, kesabarannya betul-betul diuji hari ini. Ia pun menghela napas pelan sebelum mendorong pintu dengan sikunya.

Dor!

"Congratulations, Zelina!"

Rahang Zelina terjatuh. Ia baru saja membuka pintu dengan lesu saat bunyi nyaring dari confetti yang diledakkan oleh Rafa mengejutkannya. Semua orang terdekatnya berkumpul di dalam rumah. Kedua orang tuanya, keluarga Arin, keluarga Damian--minus Dani, bahkan kawan-kawan sekantornya pun hadir di sana.

Mereka telah menyiapkan kejutan untuk Zelina.

Mata wanita berusia 29 tahun itu berkaca-kaca. Jadi ... inilah alasannya ia disiksa di kantor seharian. Mereka telah merencanakan ini semua!

Zelina pun menangis.

Lelah, kesal, dan terharu bersatu padu. Ia begitu tersanjung orang-orang menyiapkan semua ini untuknya. Tapi, ia juga masih kesal karena seharian lelah makan hati di kantor.

"Selamat atas pencapaiannya, anak Mama." Nina mengalungkan selempang bertuliskan 'Zelina Oliv Elmira SE., Ak., CA, DipIFR, CPA, CFE' sebelum memeluk putrinya itu dengan penuh cinta. "Cup.... Cup. Malu, loh, nangis diliatin orang-orang."

Zelina mendengus pelan, masih menangis. Posisi Nina lalu digantikan oleh Ali. Pria tua itu memeluk Zelina juga dan menepuk-nepuk punggung putrinya dengan lembut. "Selamat, Zel. Papa sangat bangga sama kamu."

"Betulan?" tanyanya sambil menangis seperti anak kecil. Ini adalah pertama kalinya Ali berkata bahwa ia bangga pada Zelina. Hal itu membuat Zelina ingin menangis lebih keras.

Melihat Ali mengangguk dan terkekeh pelan, Zelina betulan menangis lebih keras. Ia bahagia bukan main memiliki papa baru di hidupnya. Seseorang yang bisa ia jadikan tempat mengadu dan berkeluh kesah. Seakan mengingat sesuatu, Zelina pun meracau, "Papa ... huaa.... Marahin Arin! Dia jahat, Pa!"

"Eh-kok, gue?"

Zelina melepas pelukan Ali dan berbalik menatap sengit Arin yang sedang menggendong Elvano. "Lo jahat banget nyiksa gue seharian di kantor. Terus ...," Zelina terisak, yang justru membuatnya terlihat lucu saat mengadu seperti anak kecil. "m-marah-marah seharian sama gue. Gue, kan, c-cape makan ati!"

"Eh--jangan nangis, dong. Maafin gue, ya? Skenarionya emang begitu." Arin meringis.

"Kalian juga!" sambung Zelina, mendelik pada kawan-kawan kantornya yang lain. "Seharian ngejek gue dan nyuruh gue ini itu kayak babu. Dasar ngeselin! Untung gue puasa tadi ... kalau nggak...."

"Iya, sori, oke? Gue yang nyuruh." Arin berjalan menghampirinya sambil tertawa pelan.

"Enak banget lo ketawa."

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang