29. "Mau peluk. Dingin."

6.1K 651 34
                                    

First of all.

I'm so sorry, alpuket gemoy gak bakal lahir. Ini keputusan yang berat. Saya juga terlanjur sayang sama Hifza 😭 Tapi, jika kalian baca dari Zelian 1, kalian akan paham kalau saya emang suka angkat hal marak yang kurang dapat awareness. Kayak CTS, POF, terus sekarang missed abortion atau misscarriage karena kelainan kromosom.

Missed abortion kurang dapet perhatian di real life. Why? Rata-rata, kalau keguguran, pasti gejalanya keram atau pendarahan. Tapi, gak selalu gitu. Jadi, calon ibu bisa belajar lebih hati-hati yaa. Terus, keselnya yang disalahin ceweknya doang. Di sini, saya coba tunjukkan kalau.... Keguguran itu memang takdir loh. Gak selalu harus akibat dari "ceweknya kecapean/ceweknya gak bisa jaga diri". Bahkan, setelah saya baca beberapa artikel, kelainan kromosom pada janin adalah salah satu penyebab keguguran yang tinggi.

Jadi, ya, begitu. Ambil yang baik-baik saja. Yang jelek buang. Soalnya, gak realistis juga kalau hidup seneng-seneng terus. Orang paling kaya di dunia pun pasti punya sisi kelam.

Anyway,

Selamat menikmati :)

*****

"Hifza apa kabar? Seneng main sama Tante Zefanya, Nak?"

Zelina bergumam lirih, meringkuk di kasur sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Wanita itu sudah tidak menangis lagi sejak operasi singkat kuretase dilaksanakan. Bahkan, ketika prosesi pemakaman Hifza pun, Zelina hanya menatap kuburan anaknya dengan getir. Tidak ada air mata sama sekali di sana.

Setengah jiwanya seolah direnggut ketika mengetahui bahwa Hifza sudah tidak lagi berada di rahimnya. Zelina sadar selama proses kuretase itu. Awalnya, Damian menawarkan bius total agar Zelina ditidurkan selama operasi. Namun, wanita itu menolak. Ia ingin melihat jasad Hifza untuk yang pertama dan terakhir kalinya sebelum tubuh ringkih yang hanya sebesar buah persik tersebut dibungkus kafan dan dimakamkan. Akhirnya, bius yang dipilih pun hanya epidural. Setengah tubuhnya ke bawah dibuat mati rasa oleh sebuah suntikan tidak nyaman di punggung bagian bawahnya.

Ini sudah dua minggu semenjak Hifza dimakamkan. Tidak ada perubahan signifikan dari kondisi psikis Zelina. Wanita itu sudah persis seperti mayat hidup tanpa semangat dan binar kehidupan. Soal pekerjaan? Pemerintah menjamin hak cuti 1,5 bulan bagi para wanita yang mengalami keguguran. Zelina bebas berduka di rumah semaunya.

Beda halnya dengan dirinya yang menutup diri, Damian dan keluarganya yang lain justru khawatir kondisi Zelina akan drop. Wanita itu hampir tak pernah terlihat menyentuh makanan semenjak pulang dari rumah sakit. Hanya air dan obat pereda sakit yang setia berada di nakas. Bahkan, suaminya harus membujuk panjang lebar dulu demi sepotong roti untuk masuk ke dalam perut istrinya.

Ia juga tidak mau dijenguk siapa pun. Bahkan, Mama Nina dan Arin ia tolak mentah-mentah ketika Damian bilang bahwa mereka ingin berkunjung. Ponselnya dibiarkan mati semenjak pemakaman Hifza. Zelina ... muak. Ia sangat muak dengan orang-orang yang berbondong-bondong mengirim pesan 'turut berduka cita'.

Menurutnya, itu adalah omong kosong terbesar yang pernah ada.

Mana bisa mereka ikut berduka? Ia yang kehilangan anak. Bukan mereka. Mana bisa mereka mengerti? Apa mereka sayang Hifza? Apa mereka bahkan tulus saat mengucapkannya? Apa mereka juga menangis karena kehilangan Hifza? Omong kosong! Kata-kata mereka hanya formalitas semata. Zelina benci itu semua. Belum lagi pesan-pesan mengenai bagaimana ia harus menghadapi dukanya.

Yang kuat, ya.

Kamu harus sabar.

Semangat, ya!

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang