17. "Bagaimana? Sudah siap?"

6.8K 845 74
                                    

Gak ngasih amplop onlen gak apa-apa.

Tapi, mohon dukungannya ramein, dong.
Boleh? Tinggal tekan bintang dan ketik beberapa kata. Hal itu gratis. Kalau gak mau karena gak suka Zelian 2 atau ngerasa Zelian 2 gak masuk standar kalian, gak apa-apa. Gak usah dibaca. Gak usah diikutin. Mending hapus dari perpus atau reading list aja.

Mari saling menghargai.

Selamat menikmati :)

******

"Anak Mama udah besar. Udah mau jadi istri orang."

"Zel tetep anak Mama sama Papa, kok. Mama jangan nangis. Kan, rumah kita deketan."

Nina terkekeh pelan dan mengusap air matanya ketika Zelina yang sudah siap dalam balutan gaun putih anggun berjalan mendekat ke arahnya. Dipeluknya dengan lembut wanita yang telah membesarkannya itu, lantas berbisik, "Makasih udah jadi mamanya Zelin, Ma. Zelin bersyukur banget Tuhan kasih Zelin ibu sehebat Mama. Doain ... semoga Zelin bisa jadi sebaik Mama untuk keluarga baru Zelin nantinya."

Air mata Nina terjatuh begitu saja mendengar putrinya yang biasanya bar-bar mengucapkan hal emosional seperti itu. Ia pun memeluk Zelina balik dengan erat, masih belum percaya jika hari ini ia harus melepaskan Zelina untuk memulai lembaran hidup baru.

"Mama juga ... bersyukur banget sama Tuhan karena udah kasih Mama putri luar biasa kayak kamu," ujarnya lembut, mengelus punggung putrinya pelan. "Hari ini, kamu bakal jadi istri, suatu hari nanti, bakal jadi ibu bagi anak-anak kamu sendiri. Tapi, bagi Mama, kamu akan selalu jadi putri kecil Mama. Kalau ada apa-apa, jangan pernah ragu untuk datang ke Mama. Sering-sering kunjungi Mama. Zelin paham?"

Mata Zelina yang entah sejak kapan telah berkaca-kaca pun akhirnya mengeluarkan air mata, seiringan dengan anggukan singkat yang ia berhasil lakukan. "Zelin sayang Mama." isaknya.

"Mama juga sayang sama Zelin. Selamanya."

Pelukan mereka pun terlepas. Dipandangnya lamat-lamat Zelina yang terlihat sangat cantik dengan sebuah mahkota sederhana berbentuk bunga di kepala. Rambutnya dijepit ke belakangan setengah dan sisanya dibiarkan tergerai dengan indah di punggung dalam gaya wavy, menonjolkan rahang tegas dan bentuk tulang selangka yang indah.

"Aduh, udah mau nikah, kok, masih nangis? Nanti make up-mu luntur, loh!" Nina dengan cekatan mengambil tisu dan terkekeh. Dihapusnya dengan hati-hati air mata Zelina yang sempat turun, takut akan merusak mahakarya sang perias.

"Mama biasa aja kali. Make up mahal mah gak akan luntur sama air mata doang." Zelina tertawa pelan, mengambil tisu juga, lalu melakukan hal yang sama pada ibunya. "Mama juga masa nangis? Kan, harusnya seneng, loh. Mama jadi gak perlu capek-capek nyuruh Zelin buat nikah lagi."

Nina pun ikut tertawa dan menggelengkan kepala. Setelah memastikan bahwa tampilan mereka lebih baik, wanita paruh baya itu pun menggandeng tangan Zelina dengan lembut. "Ayo, Zel. Setengah jam lagi acaranya dimulai. Kamu pake minta ditinggal sendiri segala. Yang lain malah jadi khawatir kamu berubah pikiran, tau."

"Zelin gugup, Ma," gumam Zelina pelan sambil mencengkram tangan Nina. Jantungnya berdegup kencang ketika memikirkan bahwa setengah jam lagi, ia akan resmi menjadi istri sah dari Damian, pria yang sangat ia cintai, yang mampu menerima Zelina apa adanya tanpa ragu.

"Rasa gugup itu wajar, Zel," Nina tersenyum teduh. "Seharusnya, kamu bilang dari awal ... atau langsung panggil Mama aja. Kan, enak bisa ngobrol kayak gini. Bukan tiba-tiba minta ditinggal sendiri setelah shoot pre-wed. Duh, kasian yang lain jadi khawatir."

Zelina hanya cengengesan sambil berjalan ke luar dari kamar rias bersama dengan Nina. Di koridor, sesuatu tiba-tiba saja muncul di otaknya.

"Ma...," panggilnya pelan.

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang