78. "Jangan kabur, Teman. Aku lagi ngidam sesuatu."

6.2K 803 167
                                    

Eh, eh, guys. Kan, Zelian 2 udah mau tamat, ya. (setelah diundur, saya memperkirakan tamat di chapter 80-an. Mungkin di bawah 85, tapi gak tau. Draftnya belum rampung). Nah, saya mau buka QnA ala-ala wkwkw (kali aja ada yang kepo dan mau nanya-nanya, kann hehehe)

Ayo, kasih pertanyaan sebanyak-banyaknya di sini buat si Zelin, Damian, dan pemain Zelian lainnya.

Dan mungkin, buat saya juga? Siapa tau ada yang mau kepoin Miil gitu. Hehehehe.

Siap over thinking, bestie?

Selamat menikmati :)

*****

"Kamu ternyata di sini. Saya memanggil kamu daritadi, Sayang...."

"Maaf," ujar Zelina pelan. Dia yang tadinya sedang menyentuh selimut bayi mendadak malu karena tertangkap basah. "Aku ... lagi betah di sini. Sampai gak sadar kamu manggil."

"Saya tidak menyalahkan kamu. Di sini suasananya memang nyaman." Damian tersenyum seraya mengecup pelipis istrinya. Lantas, pria itu berlutut untuk menyapa buah hati mereka. Berminggu-minggu telah berlalu semenjak berfoto bersama dan berbelanja perlengkapan bayi. Sedikit demi sedikit, ruangan bayi yang berada tepat di sebelah kamar utama dipersiapkan. Mulai dari connecting door, cat ulang, dekorasi, perabot, dan perlengkapan bayi; semua telah diletakkan di sana.

Tentunya, hal itu tidak lepas dari bantuan banyak pihak, terutama Erlangga yang sedang banyak menganggur belakangan ini. Pria itu mengundurkan diri dari kantor lamanya karena tidak kuat disuruh memastikan kekokohan rancangan bangunan aneh terus-menerus. Entahlah apa yang akan ia lakukan setelah ini. Antara membuat bisnis sendiri atau kuliah lagi sepertinya.

Tak terasa juga, bulan Desember sudah menyapa. Zelina mengambil cuti lebih awal agar tidak merasakan peak season karena kandungannya telah mencapai trimester 3. Tak ada masalah berat yang ia hadapi, kecuali punggung yang semakin sakit setiap hari, hasrat buang air kecil yang sulit ditahan, gerakan janin yang semakin aktif, dan rasa pengap. Sungguh, Zelina merasa berat ke mana-mana sekarang. Perutnya juga sudah semakin besar dan bundar, layaknya orang yang hamil satu janin 35 minggu. Dan, ini masih tergolong lebih kecil dibanding kehamilan triplets pada umumnya. Namun, Rian sudah memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.

Perkiraan berat tubuh janin baik, ketuban baik, semuanya baik. Gejala pre-eklampsia pun tidak ditemukan. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sepertinya Tuhan betul-betul sedang menggantikan seluruh rasa sedih dan air mata yang dulu Zelina rasakan ketika gagal dengan kemudahan di kehamilan ini.

Dibanding fisik, rasanya batin Zelina lebih diuji pada kehamilan kali ini. Perasaanya terus terombang-ambing. Kebanyakan pada rasa bahagia. Namun, ada kalanya juga Zelina berpikir terlalu banyak dan menjadi cemas sendiri. Apalagi, mengenai Dewi. Ia takut jika Dewi-lah yang menyewa orang untuk meracuni dan menguntitnya dulu.

Dewi orang kaya yang punya banyak kuasa. Apapun bisa ia lakukan dengan gelontoran uang. Akan tetapi, kabar dari Papa Adi yang tidak jadi bercerai belakangan ini juga membuat Zelina ragu. Katanya, Dewi sedikit demi sedikit bisa berubah semenjak mediasi perceraian. Wanita itu sadar akan betapa egoisnya ia selama ini dan tidak mau kehilangan keluarga kecilnya sama sekali. Nampaknya, ada beberapa kata atau perlakuan Adi yang menampar relung hatinya sehingga Dewi mau berubah dan menjadi dewasa dalam menyikapi hubungan Adi dengan masa lalunya.

Hal ini dapat dilihat dari komunikasi Adi dan Zelina yang mulai berjalan lebih lancar semenjak obrolan hari itu. Papanya seolah tidak terikat oleh larangan Dewi lagi. Beberapa kali, bahkan Zelina dan Adi pernah bertemu kembali meskipun Dewi tidak ikut.

Tentunya, hal itu tidak mudah. Banyak sekali perang ego yang harus Zelina lakukan dengan dirinya sendiri. Antara bertahan dengan luka lama atau menata lembaran baru yang tak tahu bagaimana alurnya. Ketidakpastian akan terluka lagi atau tidak begitu menakutkan. Namun, anak-anak dalam kandungannya seolah menjadi motivasi terkuat untuk Zelina terus memperbaiki diri, untuk memaafkan, dan untuk mengikhlaskan.

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang