26. "Turun, kamu! Ayo!"

6.1K 786 40
                                    

Jangan lupa tinggalkan dukungan dan pesan baik 💙

Kalau berkenan, tolong screenshot bagian yang menurut kalian menarik, terus sebar di status IG, WA, atau Tiktok haha. Kali aja banjir pendatang baru 👉🏽👈🏽 makasih sebelumnya.

Selamat menikmati :)

*****

"Ya, Allah. Zelin! Aduh! Turun, kamu!"

"Tanggung, Ma! Ngidam belimbing!"

"Ini yang deket banyak! Kenapa kamu sampai manjat?!"

"Cucu Mama yang pengen belimbing dari dahan tinggi!"

Nina hanya bisa menatap putrinya dengan gemas dan cemas. Aduh, kadar kebarbaran Zelina tidak berkurang sama sekali setelah menikah dan hamil. Meskipun pohon belimbing di halaman rumah Ali hanya setinggi 4 meter sampai pucuk, tetap saja dia khawatir bukan main. Bagaimana jika putrinya terjatuh? Atau dahannya patah?

Ini adalah hari kesekian saat Damian kembali menitipkan Zelina di rumah orang tuanya karena ia akan pulang malam. Kandungan Zelina sudah menginjak 9 minggu, nama janinnya telah resmi menjadi Si Oliv. Di sore hari yang seharusnya damai itu, alangkah terkejutnya Nina ketika mendapati putrinya sudah berada 1,5 meter di atas tanah. Dengan santainya, bumil itu berdiri di salah satu dahan pohon belimbing yang cukup lebar untuk mengambil buah ranum dan segar berbentuk bintang. Yang membuat Nina semakin gemas adalah Zelina yang nekat ingin mengambil buah di tempat tinggi sementara di bawah saja, banyak buah belimbing ranum yang siap untuk dipetik. Aduh, ada-ada saja dia. Masa cucu kecilnya juga sudah ada bibit bar-bar sejak dini?

"Yes! Dapet!" Zelina bersorak senang ketika berhasil mengambil belimbing besar berwarna kuning tua dengan semburat oranye di bagian intinya.

"Turun, kamu! Ayo!"

"Sebentar, Ma. Jangan marah-marah, dong," gerutunya. Zelina pun perlahan berpindah posisi untuk duduk di dahan tersebut. Posisinya yang tidak terlalu tinggi membuat Nina dapat memegangi kaki putrinya ketika ia duduk. Wanita paruh baya itu takut Zelina terjatuh ke belakang. Apalagi, dahan belimbing cukup tipis dibandingkan dahan pohon mangga dulu.

"Ayo, turun, sayangnya Mama. Kita makan belimbingnya di dalem aja, ya? Ini hampir maghrib. Gak baik ibu hamil ada di luar sore gini," bujuk Nina lagi. Akhirnya, dengan pasrah, Zelina pun menuruni pohon belimbing tersebut dengan hati-hati. Bukannya langsung memasuki rumah bersama Nina, ia malah mencabut satu buah belimbing lagi, lalu beralih ke pohon delima yang buahnya juga sudah merah-merah. Setidaknya, kali ini Nina dapat bernapas lega. Pohon delima itu hanya 3 meter. Tidak mungkin dipanjat karena dahanya terlalu kecil.

"Ma, punya tongkat, gak?" tanya Zelina sambil mengamankan dua belimbing tadi di saku piyamanya yang cukup besar.

Nina pun mengernyit heran dan menghampiri putrinya. "Tongkat buat apa? Kamu mau delima? Ini, yang deket tinggal petik banyak. Gak perlu tongkat."

"Gak mau! Zelin maunya yang itu!" Zelina menunjuk buah delima merah yang cukup besar di salah satu dahan tertinggi. Aduh. Betul-betul merepotkan!

"Yang rendah aja, ya, Sayang? Mama petikin."

Bukannya menjawab, Zelina malah menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya mulai bergetar karena kecewa. "Z-Zelin mau yang di atas, Ma! Yang tinggi!" Ia mulai menangis, tak tahu kenapa. "Ini juga yang minta Si Oliv, cucu Mama!"

"Eh? Si Oliv?"

Belum sempat Zelina menjawab pertanyaan Nina, sebuah mobil hitam yang sangat dikenalinya pun memasuki halaman rumah. Zelina yang asalnya sibuk menangis pun berubah menjadi sumringah. "Papa!" serunya seperti anak kecil. Pemilik nama Matahari Terbit itu pun berlari kecil menghampiri sosok pria paruh baya yang baru saja keluar dari mobilnya dengan semangat.

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang