75. "Kebiasaan. Untung saya suami kamu."

6.2K 866 188
                                    

Di chapter kemarin, saya udah bilang kalau saya lagi UTS. Masih aja ada yang minta up. Hayu, geluddhhh 🙂

Sekadar mengingatkan. Jadwal Zelian 2 itu update setiap 2 hari sekali, seperti puasa Daud, bukan 2 kali sehari kayak minum obat. Kalian baca 2-5 menit, saya nulis berhari-hari. Jadi, ehe. Mohon pengertiannya. Gak bisa sering-sering double sayang-sayangkuuuh. Nanti upnya malah jadi seminggu, bahkan sebulan sekali 🙂

Tangan saya juga masih sakit gara-gara jatuh di kamar mandi. Kayaknya kekilir, tapi entahlah. Saya takut ke tukang urut 🤧 betenya, jari saya juga malah ikutan sakit sekarang. (kalau kata bibi, 'uratna murungkut. Kudu dibuyarkeun'). Serem tau, itu. Rasanya mantep pas diuyel-uyel 😭 makanya, ngetiknya semakin dikit-dikit, deh.

Oke, bacot cukup. Terima kasih. Saya beres UTS, yay 🤧🤧🤧😊🤡


Selamat menikmati :)

****

"Our first ultrasound together. Aku gugup...!"

"It's okay. Saya di sini, Sayang." Damian mengusap pundak istrinya dengan lembut.

Di sore yang cerah selepas bekerja, wanita itu langsung menuju rumah sakit Altheya untuk melakukan berbagai tes dan pemeriksaan keseluruhan mengenai kondisi kandungannya. Meskipun di Belitung sudah menjalani sebagian tes untuk memastikan bahwa janin-janin mereka sehat, Damian tetap ingin memastikan di sini untuk jaga-jaga agar apa yang terjadi pada Hifza tidak akan terulang.

Si Sepuh Rian sudah dipilih untuk mendampingi kehamilan Zelina kali ini. Faktor risiko kehamilan kembar 3 dan beberapa riwayat kesehatan Zelina yang pernah keguguran serta beberapa kali dirawat di Altheya membuat Rian si konsultan fetomaternal dianggap paling cocok untuk menangani kehamilan Zelina yang berisiko tinggi.

Ya, meskipun artinya akan ada satu atau dua orang dekat lagi--jika ketahuan Kirana--yang tahu mengenai kehamilannya. Itu tidak apa-apa. Yang penting bayi-bayinya sehat.

Janji temu dokter telah dibuat melalui website Altheya kemarin malam. Mereka mengambil jadwal pelayanan sore. Kebetulan sekali Rian memiliki jadwal praktik di jam 15.30-18.30 hari itu.

Kini, pasangan tersebut tengah melewati sky bridge tertutup diagonal yang menghubungkan gedung D ke gedung B Rumah Sakit Altheya. Mereka harus menyeberang dari gedung tempat praktik Damian ke gedung tempat stase OBGYN berada karena Zelina tadi malah ke ruangan suaminya dulu, tidak langsung ke poli kandungan. Saking tak mau ketahuan siapa-siapa, mata Zelina sedaritadi awas memperhatikan sekitarnya. Takut jika tiba-tiba orang yang ia kenal muncul.

"Kira-kira aman, gak, ya?" bisik Zelina.

"Apanya yang aman?"

"Situasinya."

"Rumah Sakit Altheya punya sistem keamanan tinggi, Sayang. Selalu aman."

Zelina pun menepuk jidat. "Maksud aku ...," pintu lift terbuka, mempersilahkan mereka masuk, " ... gak ada orang yang kenal kita, kan, tadi?"

"Eh, banyak yang mengenal saya di rumah sakit."

"Aduh! Orang yang deket, Dam! Papa Dani, Papa Ali, siapapun? Yang gak boleh tau dulu tentang triplets?"

"Ah ... iya. Sepertinya, aman. Saya tidak melihat mereka tadi."

"Good," gumam Zelina sembari menekan tombol lantai yang dituju. "Kita baru mau masuk medan yang paling bahaya sekarang, Dam."

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang