67. "Tolong, buat mereka berhenti, Dam...,"

5.3K 784 159
                                    

Sengaja up sore. Ehe.

Biar, ekhem.... Biar nyantui bacanya, gak kepotong-potong sama sekolah atau kerja. Soalnya bab ini... Anu. Hehe.

Pokoknya vote dan comment sebanyak-banyaknya di bab ini. Jangan siders! 🙂 tembus 220++ votes dan 100++ comments (ayo, menulis kalimat. Bukan emoji, bukan pujian, bukan pula satu kata), saya langsung up lagi. Ehe. (kali-kali ditarget, ya, kan. Lagipula, target yang saya patok di atas sudah pernah tercapai di bab-bab sebelumnya, alias bukan target mustahil. Dan pembaca pun 800+ tiap chapter. So, it is not inhumane, I guess.)

Kali-kali jadi penulis yang banyak mau, gapapa, ya? 🤧 bab ini bikin sakit kepala pas nulis soalnya.

Ayo, tarik napas yang dalam. Siapkan jari-jari.... Sudah?

Selamat menikmati :)

*****

"Zelin. Mau ke mana, lo? Buru-buru amat!"

"Arin kepo!" Zelina memeletkan lidah sembari membetulkan posisi tasnya. Di sore hari yang cerah ini, Zelina memang sedang buru-buru keluar kantor untuk menjemput Damian yang baru selesai ujian. Jadwal TE ketiga mereka adalah hari ini.

Sayangnya, Arin menahan wanita itu dulu ketika melewati ruangannya. "Idih! Gue cuma nanya. Sombong banget, lo," cibir Arin.

"Lagian lo tumben banget nanya-nanya gini. Ada apa, sih?" tanya Zelina penasaran.

"Nanti malem ke rumah gue, ya!"

"Hah? Ngapain?"

"Makan-makan."

"Lah? Tumben banget lo ngadain makan-makan. Biasanya juga di rumah Mama."

"Kali-kali di rumah gue gak apa-apa kali. Mama sama Papa juga udah setuju dateng. Tinggal lo sama Damian, nih."

"Dalam rangka apa?"

"Si Rafa naik pangkat jadi GM!" seru Arin sumringah.

"Anjir, serius?!"

Anggukan antusias dari Arin membuat Zelina ikutan sumringah sehingga mereka berpelukan tanpa sadar. "Ah! Selamat, Arin...! Dompet lo makin tebel!"

"Hehehe. Datang, ya! Kita porotin pajak naik naik pangkat sama-sama!" Arin menyeringai.

"Wah, siap!" Zelina balas menyeringai. "Tenang. Gue datang nanti malem. Suruh si Rafa siap-siap bangkrut."

"Anjir, lo!"

*****

"Dam."

"Iya, Sayang?"

"Gugup."

"I know ... It's okay." Damian tersenyum lembut sembari menggenggam tangan istrinya. Mereka bahkan belum sampai di klinik kala itu. Masih di dalam mobil yang membelah kemacetan kota di sore hari. Damian baru saja selesai ujian saat Zelina menjemputnya di rumah sakit. Karena itu, saat ini yang mengemudi adalah Zelina.

"Alihin pikiran aku?" pinta wanita itu.

"Baiklah.... Kamu ingin merayakan ulang tahun pernikahan kedua seperti apa, Sayang?"

"Eh? Iya, ya? Dua hari lagi kita anniv."

"Wah, biasanya pria yang lupa. Mengapa malah kamu yang lupa tanggal penting itu sekarang?" tanya Damian jahil hingga membuat sudut bibir Zelina sedikit terangkat.

"Ya, gak apa-apa, dong. Artinya, aku beruntung karena dapet suami yang ingetannya tajem kayak kamu. He he."

"Hmm.... Alasan saja." Damian mencubit pipi istrinya gemas. "Ayo, jawab dulu pertanyaan saya. Kamu ingin ulang tahun pernikahan kita dirayakan seperti apa?"

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang