79. "Istri bodoh sok jagoan,"

6K 829 209
                                    

Maaf kalau chapter ini jelek dan gak rapih. Pusing banget bawaannya pas nulis. Gak tau kenapa.

Selamat menikmati :)

*****

"Bagaimana? Sudah ketemu?"

"Tidak, Ma. Maaf...." Damian menunduk lesu. "Damian sudah coba hubungi teman-teman Zelina, tak ada yang tahu. Di jalan juga tidak ada sama sekali." Sekitar jam 4 sore saat keluar dari OK, Damian langsung pulang sesuai instruksi Tita. Mengetahui bahwa Zelina dan Kirana menghilang sedari siang membuatnya tak tenang. Hatinya diliputi kekhawatiran yang amat sangat. Apalagi, Zelina bisa melahirkan kapan saja.

Tanpa basa-basi, Damian juga langsung membantu Rian mencari kedua wanita hamil itu. Erika, Erlangga, bahkan orang tua mereka semua pun membantu. Rafa juga tidak tinggal diam. Ketika Mama Nina meneleponnya dengan nada khawatir, Rafa langsung datang tanpa banyak bertanya. Arin, Elvano, Arsya, dan pengasuh diminta untuk tetap di rumah sementara pria itu mencari Zelina yang hilang. Bahkan Papa Adi yang belakangan ini kembali dekat dengan putrinya pun ikut ditelepon oleh Nina. Pokoknya, semua harus ikut mencari. Titik.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Orang-orang kebanyakan--kecuali Adi--sudah kembali ke kediaman Narendra karena belum menemukan petunjuk apapun dari Zelina dan Kirana. Hal itu membuat suasana semakin runyam karena atmosfer kekhawatiran hampir tak bisa dibendung. Nina dan Widya bahkan sudah mulai menangis karena takut putri mereka dalam bahaya.

"Mama takut mereka kenapa-kenapa...," gumam Nina pelan. "Perasaan Mama gak enak, Dam. Apa kita gak bisa lapor polisi sekarang?"

"Damian sudah coba, Ma. Tapi, sayangnya, polisi tidak menanggapi kasus orang hilang dengan serius jika belum 2 x 24 jam." Balasan Damian membuat seluruh orang yang berada di ruangan itu kembali mendesah frustrasi.

"Kenapa bisa menghilang seperti ini...? Aku ... gak mengerti sama sekali. Kirana gak pernah menghilang tiba-tiba. Dia selalu memberi kabar jika ada sesuatu, bahkan di saat-saat terburuknya. Yang aku tahu, Kirana sedang baik-baik saja. Maka, gak ada alasan buat dia pergi.... Aku takut dia dijahati," gumam Widya sarat akan rasa cemas.

"Apa Kak Kirana atau Kak Zel pernah buat masalah sama orang lain? Siapa tau ada orang yang dendam di sini...." Erlangga memberi kemungkinan.

Widya pun menggelengkan kepala dengan cepat. "Anak Tante baik. Gak pernah ada yang dia buat tersinggung. Hidupnya juga bahagia belakangan ini."

"Apa ini ada kaitannya dengan yang meracuni Zelina dulu?" tanya Nina lesu. Air mata sudah kembali membedung di pelupuk matanya. Jika benar, maka nyawa putrinya boleh jadi dalam bahaya. "Si Zelin itu ... keras kepala sekali gak mau lapor polisi. Terus aja bilang takut penyelidikan ganggu kawan-kawannya di kantor."

"Jadi, kasus itu belum selesai sampai sekarang?!" sembur Widya yang emosinya tiba-tiba naik. "Aku bersumpah, Nina. Jika sampai terjadi sesuatu pada Kirana gara-gara Zelina, aku akan menuntut kalian semua!"

"Kamu pikir anakku mau hal ini terjadi?! Dia hanya terlalu memikirkan kenyamanan orang lain! Bukan salah anakku kalau dia gak egois!"

"Dia bukan gak egois! Tapi, bodoh! Kamu, Ali, dan semua di sini juga lalai sampai kebodohannya membahayakan nyawa orang lain!"

"Jaga omongan kamu, Widya!" sergah Nina tidak terima.

"Tapi, itu benar! Anakku jadi terseret gara-gara kalian semua! Sejak awal aku tahu, dia itu hanya biang masalah!"

"Widya!" bentak Nina marah. "Kamu lupa? Siapa yang memaksa Zelina ikut keluar tadi siang?! Kalau anakmu gak tiba-tiba ngidam dan merepotkan anakku, semua gak akan kayak gini! Anakmu juga gak suci di sini!"

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang