71. "Gak! Papa jahat! Papa bunuh Mama!"

6.1K 779 191
                                    

Terima kasih pada pembaca lama dan baru yang sudah menyayangi Zelian as much as I do. 😭

Gak nyangka bisa sampai di titik ini. Dari yang awalnya cuma 1k, 5k, 10k reads. Jadi segini banyaknya 😭 I luv u so much.

Saya pamit mau UTS--eh, gak deng. Belum wkwkw. Nanti pamitnya. Haha.

Selamat menikmati :)

*****

"Hoh.... Hah.... Dam, kamu belum capek?"

"Belum, Sayang. Sedikit lagi."

"Di sini udah panas terik, tau." Zelina menyeka keringat dari dahi dan pelipisnya. Rambut yang diikat sudah tidak rapih lagi, keringat bercucuran di kepalanya yang terasa panas terkena sinar matahari. Ponselnya juga sudah semakin panas saat ini. Zelina dan Damian sedang melakukan rutinitas baru mereka, yaitu jogging bersama setiap pagi. Meskipun jarak terpisah lautan, panggilan video memfasilitasi mereka untuk dapat memandangi wajah satu sama lain sembari berlari.

Jogging itu dimulai dari pukul 6 kurang dan sekarang sudah jam setengah 7 lebih. Pantas jika Zelina mulai ngos-ngosan. Karena tidak kuat lagi, ia pun angkat tangan dan merubah lari kecilnya menjadi berjalan santai untuk pendinginan. Track yang dilalui Zelina pagi ini hanya di sekitaran hotel akomodasinya selama dua minggu ke depan. Tempatnya yang berada di dekat pantai membuat udara terasa panas sekali meskipun masih pagi.

"Kamu masih lari ngelilingin taman?" tanya Zelina seraya menormalkan napasnya. Damian yang masih berlari kecil di sana pun mengangguk.

"Tanggung. Setengah putaran lagi, huh..., akan jadi 7 keliling."

"Buset! Tawaf kali, ah, kamu," kekeh Zelina. "Bisa-bisanya sampe 7 keliling gitu. Waktu aku di sana biasanya cuma 5."

Damian balas terkekeh pelan, masih terus berlari. "Saya, huh..., ingin terlihat keren ketika ... kamu pulang dan menemani saya wisuda."

"Kamu udah keren, Dam."

"Belum.... Otot saya mulai memudar. Saya ... harus mulai work out supaya lebih jelas lagi." Layar yang terguncang hebat itu akhirnya berhenti, beriringan dengan lari kecil Damian yang berubah menjadi jalan. Ketika Zelina mengira bahwa Damian sudah selesai berolahraga, ternyata pria itu malah mengambil posisi di taman untuk push-up.

Zelina menelan ludah.

Sumpah! Suaminya tambah seksi saja. Posisi ponsel yang berada di tanah, tepat di bawah wajah pria itu berhasil membuat pikiran Zelina melayang ke mana-mana. Apalagi, ketika Damian mulai bergerak naik dan turun sembari terus menatap layar ponsel, ditambah dengan erangan rendah yang membuat bulu kuduk merinding.... Aduh. Pikiran Zelina langsung dipenuhi oleh adegan mereka di atas ranjang. Bagaimana Damian mencumbunya, membuatnya tak berdaya di bawah, memasuk--

Sialan!

Otak Zelina harus diruqiyah.

Ia mengalihkan pandangan, menangis dan menjerit minta ampun dalam hati karena merasa berdosa sekali meskipun Damian halal untuknya.

"Zel...? Kenapa melamun?" tanya Damian, masih push up untuk yang ke sekian kalinya.

" .... G-gak. Gak apa-apa," jawab Zelina gelagapan. Sialan! Lirikan singkat saja dahsyat sekali efeknya. "A-aku mau cari aer dulu. Lup-lupa bawa tadi."

"Kebiasaan."

"He he." Zelina mengusap pelipisnya lagi seraya berjalan rusuh layaknya orang kesetanan yang mencari air wudu. Argh! Dia tidak boleh memandangi suaminya push up!

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang