E p i l o g

17.2K 1K 542
                                    

Oke, bestie. Tadinya, mau up Selasa, tapi ya ... Udah gak tahan pengen beresin biar tenang wkwkw.

Selamat hari kelulusan dari kisah Zelina dan Damian. I'm so proud of you all for being strong enough to follow their rollercoaster ride from the start. Kalian keren! Kalian hebat!

Tarik napas lagi, yuk!

.

.

.saran, putar lagu Sampai Jadi Debu dari Banda Neira.

.

.

.

Hembuskan.

Siap?

Lambaikan tangan, bestie.

Selamat menikmati :)

*****

"Sayang, bangun...."

"Kamu tidur lama sekali. Ayo, bangun."

Diraihnya tangan ringkih itu, lantas dikecupnya dengan lembut. "Saya tidak suka melihat kamu seperti ini. Saya kangen kamu yang berisik dan manja."

"Siapa yang akan memilih nama depan untuk anak-anak kalau kamu tidur terus seperti ini? Ayo, bangun, Sayang...."

Hening menyapa.

Kedua kelopak mata wanita itu masih menutup sempurna.

"Zel, saya--"

"Berisik, Dam." Suara gumaman lemah terdengar, membuat sudut bibir Damian terangkat. Kelopak mata wanita yang dicintainya pun perlahan membuka, menampilkan iris mahoni indah favoritnya.

"Good late afternoon, wifey," sapa Damian lembut seraya duduk di samping istrinya. "Bagaimana istirahatnya?"

"Enak. Tapi, kamu berisik," kekeh Zelina, lantas menarik selimut, menutupi tubuh ringkihnya. "Kayak yang aku kenapa aja."

Damian pun tersenyum malu. "Kamu tidur lama sekali. Saya khawatir."

"Aku, kan, tadi malem gak bisa tidur. Ya, ampun...." Zelina menepuk jidat tak habis pikir.

"Kamu kalau tidur suka buat parno. Napasnya terlalu lembut. Apalagi sekarang sedang sakit. Wajar kalau saya khawatir, kan...?"

"Cuma perkara stres doang. Aku bedrest total ini. Bukan sekarat."

Damian hanya menanggapi perkataan Zelina adengan cengiran malu. Tangannya pun berpindah ke perut buncit istrinya, mengusapnya dengan lembut, lantas mendaratkan sebuah kecupan penuh kasih di sana. "Triplets aman? Ada keram lagi?"

Zelina pun menggeleng dan tersenyum lembut. "Aman, Papa-to-be. Semua aman."

"Syukurlah.... Saya lega kalau begitu."

"Eh..., kok, ada yang kurang, ya?" gumam Zelina bingung sambil melihat ke kanan dan kiri kasurnya.

"Apa yang kurang?" tanya Damian.

"Baymax aku mana? Kamu yang bawa aku ke kasur, kan? Mana bonekanya, Dam?"

"Oh, si putih gembul itu? Dia sepertinya tertinggal di sofa."

"Sembarangan!" seru Zelina tidak terima. "Putih gembul.... Gak boleh boneka shaming!"

"Eh? Saya hanya mendeskripsikan bentuknya."

Bibir Zelina pun mengerucut. "Kamu gak tau aja esensi si Baymax apa. Kalau tau, gak mungkin kamu berani sebut gembul."

"Memang apa esensinya? Perasaan, semenjak hamil, kamu tidak pernah bisa lepas dari boneka itu."

Zelian 2: Apa yang Kurang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang