Yoora benci gelap. Bukan karena trauma. Tapi lebih ke rasa tidak aman bila dia berurusan dengan kegelapan. Ada hal yang ditakutinya. Tapi, bukan dengan sebangsa hantu.
Baginya, dibandingkan makhluk astral itu, dia lebih takut pada manusia yang bisa menyakitinya secara fisik dan mental. Dan bisa saja seseorang menunggu dia di antara kegelapan lorong jalan menuju toko buku miliknya.
Karena itulah, Yoora selalu memilih untuk berjalan memutar walau berjarak lebih jauh dari toko. Baginya, itu bukan masalah besar. Karena setelah menghabiskan semua waktu seharian di berbagai tempat, dia bisa sekalian menghirup udara segar di antara pengapnya hati sambil setengah melamun ketika berjalan-jalan santai seperti sekarang.
Sebuah toko buku kecil berpintu geser berbahan kayu yang berada di sudut gang selalu menyambut kedatangannya. Namun, Yoora tak yakin sampai kapan tempat ini akan jadi tujuan pulangnya. Bangunannya terlihat tua dan rapuh dengan beberapa bagian kayu yang mulai berlubang dimakan usia.
Suara deret kayu yang bergesekkan terdengar saat gadis itu membukanya. Tangan Yoora meraba dinding dekat pintu untuk menemukan saklar lampu yang berada di sana begitu kakinya menginjak lantai toko.
Saat dia berhasil menekannya, semua terlihat jelas karena lampu yang menyala terang.
Sunyi. Itu kesan paling kental yang terasa dari toko ini. Tidak ada yang menyambut gadis itu dengan hangat kecuali empat rak besar yang tinggi menjulang, serta tumpukan buku berdebu yang belum sempat dia bersihkan.
Sampai dua tahun yang lalu, hidup Yoora hanya berputar sekitar rumah dan toko buku ini. Bahkan dia berpikir ini akan jadi kesehariannya sampai tua nanti.
Namun, semua berubah saat badai tagihan datang menerjang, sedangkan pendapatan dari toko tidak juga segera membaik.
Yoora sebenarnya sadar, sejak awal membuka toko buku di tengah kecepatan dunia digital saat ini sama saja bergantung pada akar rapuh. Cepat atau lambat dia akan jatuh juga.
Tapi dia tidak ingin menyerah dengan mudah. Dia akan mempertahankan peninggalan terakhir dari ibunya sebelum meninggal walau harus dengan tetesan darah sekali pun. Seperti sekarang.
Yoora bukannya tidak pernah berusaha untuk melamar pekerjaan di perusahaan yang pastinya menawarkan gaji besar dan posisi tetap. Namun semua lamaran yang dia kirimkan ditolak.
Rata-rata mereka mempermasalahkan umur Yoora yang sudah memasuki kepala tiga. Dan kebanyakan orang seusianya sudah memiliki banyak pengalaman bekerja diberbagai tempat dan bidang, sedangkan dia tidak.
Karena lelah dapat ceramah yang sama tiap kali melamar pekerjaan, dia akhirnya memutuskan mencari pekerjaan part time yang mau menerimanya tanpa banyak syarat.
Di awal, dia hanya punya dua pekerjaan dalam sehari. Tapi sekarang dia punya empat pekerjaan di hari biasa. Dan saat akhir minggu, pekerjaannya bertambah menjadi pemandu di taman bermain sebagai ganti dari pekerjaan bersih-bersih dan di gerai sandwich yang hanya dia kerjakan di hari biasa.
Yoora mau bekerja di taman bermain ini, karena dia hanya perlu bersuara manis tanpa menunjukkan senyum sebab wajahnya tertutup topeng yang selalu dia pakai selama bekerja.
Padahal sang pemilik taman sangat menyayangkan kalau Yoora harus menutupi wajah cantiknya dengan topeng. Dalam benaknya, tentu pengunjung akan makin banyak yang datang kalau pemandunya secantik Yoora. Tapi gadis itu menolak dengan tegas gagasan itu.
"Hari ini taman bermain sangat ramai ya?" tanya seorang rekan laki-laki sebagai awal basa basi pada Yoora di akhir jadwal kerja mereka.
"Ya," jawab Yoora dengan tangan yang sibuk merapikan rambut hitam panjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INNER CHILD (✔️Completed✔️)
FanfictionJadi dewasa itu bagaimana? Sudahkah aku dewasa? Atau Hanya seorang anak kecil yang tersesat? Dua orang yang berbeda namun satu luka. Taehyung dan Yoora harus menyembuhkan masa lalu mereka untuk tahu arti dewasa yang sebenarnya. Luka yang dibawa oleh...