Part 21| Point

172 62 73
                                    

Diputar terus ya👆

Kalau ada typo atau apapun, mohon diingatkan😌

Beri cerita ini tanggapan, kritikan, biar saya sebagai author tau mana yang baik atau buruk.

Budayakan vote dan komen sesudah membaca😉

Happy reading❤

Author POV

"Masih tetap sama aku masih sangat mencintaimu, sampai aku hilang ingatan bahwa posisiku saat ini hanya permainanmu."

-Grista-

BRAK!

Gebrakan pintu kamar kost Grista yang dihasilkan oleh tangan Green yang penuh amarah itu membuat tubuh Grista langsung terduduk keras diatas lantai.

Tubuhnya langsung melemah serasa tidak memiliki tulang pada seluruh tubuhnya, tangis yang langsung pecah, dia terlihat begitu hancur, wajah yang sudah memerah, rambut berantakan. Perasaannya begitu hancur dan hampa.

Kali ini yang ia pikirkan sangat campur aduk, tidak hanya satu. Kepalan tanganya terus ia pukul-pukulkan pada dadanya untuk menyalurkan rasa sakit hatinya yang tak tertahan.

Entah apa kali ini yang ia pikirkan yang membuatnya begitu hancur lebur. Dia berpikir keras karena ucapan Green tadi, bagaimana kalau Green benar-benar meninggalkannya, bagaimana jika benar-benar dia sendirian tanpa siapapun.

Tidak hanya karena Grista takut sendiri akhirnya ia mengemis tidak ingin Green meninggalkannya, tapi juga karena dia sudah nyaman bersama Green, dan hanya dia yang ia miliki dan ia perjuangkan didunianya.

Memikirkan itu membuat tangisnya semakin berderasan tanpa henti, hingga matanya langsung tertuju pada bingkai foto yang terpaku didinding depan ranjangnya lurus pada arah saat ia tidur.

Terdapat disana foto bertiga, diantaranya ayahnya, ibunya, dan dirinya waktu berumur 9 tahun. Terpapar jelas disana wajahnya begitu senyum sumringah dan dia masih sangat mengingat alasan dia sebahagia saat itu.

Rindu yang tiada akhir itu semakin mencabik-cabik perasaannya. Andai mereka masih berada disini, kemanalah mereka berada, Grista sangat membutuhkannya, andai mereka masih berada disisinya saat ini, Grista tidak akan mengemis-emis pada Green untuk menemaninya selama ini.

Bertahun-tahun dia menjalani hidup sendiri tanpa siapapun, tanpa merasakan kasih sayang orang tuanya, hingga akhirnya dia bertemu Green yang mengisi harinya namun ternyata salah, ternyata harinya bukan terisi dengan tawa kebahagiaan tapi sudah ditenggelami oleh air mata.

Dia menggapai keras bingkai foto itu dan langsung tubuhnya terduduk keras diatas ranjangnya dengan ia sandarkan punggungnya didinding. Memeluk erat-erat bingkai itu ditemani oleh air mata bertetesan tanpa henti.

Setiap detik ia tidak berhenti berpikir, berpikir tentang keluarganya yang sudah terdampar entah dimana, berpikir keuangan seharinya, makan bahkan kali ini nasi dan lauknya habis tanpa sisahpun dengan sia-sia diatas lantai, memikirkan sekolah, belum memikirkan pendidikkannya, dan masih ditambah dengan sikap green yang menyebut namanya dalam hatinya saja sudah sukses membuatnya berpikir keras hingga pusing.

Sampai kapan dia merasakan kehancuran ini, kapan kebebasan itu datang, bahkan dia masih tidak tahu apa hikmahnya dia dilahirkan didunia ini, apa gunanya dia didunia ini jika perannya hanya membanjiri dunia dengan air matanya.

"Kem-kembalilah di-disini Ma, Paa, a-aku sudah ti-tidak berdaya, a-aku sudah rapuh, ku-kumohon kembali-lah," mohonnya pada foto itu dengan suara serak karena tangisnya, yang sangat terdengar bahwa dia sudah tidak berdaya, tidak memiliki tenaga mengatakan semua itu.

GREENSTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang