Dibawah bulan

130 35 12
                                        

Sampai saat ini, aku melakukan semuanya karena kamu. Dan tujuan akhirku memang cuma kamu

~Arbi~

*****

Aku masih membeku di tempat sampai punggung Arbi hilang di ujung koridor. Setelah mataku tak bisa lagi menjangkau keberadaannya, ku hela nafas panjang.

Perlahan, aku berbalik hendak masuk ke kelas lagi. Tapi kemudian berjingkat kaget saat kudapati Richard berdiri tegak di depan pintu kelas. Dengan kedua tangan di saku celana, dia menatapku tanpa ekspresi,  masih dengan mata merah dan lelahnya.

"ngagetin" kataku pelan.

"perlu gue yang ngomong ke dia?" tanya nya.

"ngomong apa?" tanyaku balik.

"ya ngomong kalau ini semua cuma salah paham, dan dia nggak perlu cemburu" kata Richard.

Aku menggeleng lemah.
"nggak perlu. Biarin aja"

Richard menaikkan sebelah alisnya, menatapku dengan tatapan bertanya.
"lo nggak khawatir? Nggak takut dia makin marah kalau lo diemin gini?"

"percuma kalau lo ngomong ke dia sekarang. Dia nggak butuh penjelasan, dia cuma butuh waktu. Ntar kalau udah nggak terlalu marah, gue ngomong sendiri ke dia" jawabku.

Richard terkekeh.
"lo kenal banget sama dia. Padahal baru pacaran beberapa bulan"

"kalau nggak ada lagi yang penting, gue mau masuk" kataku.

Aku melangkah hendak masuk ke kelas, tapi saat melewati Richard, cowok itu mengeluarkan tangan kirinya dari saku kemudian meraih pergelangan tanganku. Langkahku terhenti, aku menoleh kepada Richard.

"apa nih maksudnya?" tanyaku sambil menggoyangkan pergelangan tanganku dalam genggamannya.

"diem di sini bentar aja!" suruhnya.

Cowok itu tidak menatapku, dia tetap melihat keluar kelas dengan wajah datar. Sedetik kemudian Richard menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan.

Aku mengerutkan dahi, melihat Richard keheranan.

"lo ngapain, sih?" ketusku.

"gue cuma pengin mencium aroma khas lo. Yang udah lama banget gue kangenin. Aroma melon manis yang bisa menetralisir tekanan batin" katanya sebelum melepaskan tanganku kemudian melangkah keluar kelas, meninggalkanku yang mendecih kesal.

"cowok stress!" rutukku sambil berjalan menuju mejaku.

Setelah pergi, Richard sama sekali nggak balik ke kelas. Dia bolos, bahkan sampai bel pulang berdering dia tetap nggak muncul. Audrey sampai membawakan tas Richard pulang.

Bukannya aku berniat peduli sama dia, tapi aku bener-bener penasaran kemana perginya Richard. Kalau dilihat dari kondisinya pagi tadi, kabar Richard kayaknya lagi nggak baik. Mungkin dia lagi ada masalah.

"FEL!"

Aku berdecak jengkel saat Ziel berteriak di telingaku.

Garis Lurus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang