Crying Girl

161 34 22
                                        

Aku ingat aku pernah sangat mencintainya

~Felisha Albara~

*****

"apa lo liat-liat?"

Aku menatap Ziel yang sejak tadi sibuk saja memelototi dan mengomeli siapapun yang menatapku. Sepupuku itu terus menempel padaku sejak kami baru tiba di kampus sampai jam makan siang ini. Dia terus saja memarahi siapa saja yang menatap atau sekedar melirikku.

"mata lo turunin, nggak bisa jaga pandangan, lo?" ketusnya lagi pada seseorang yang berpapasan dengan kami di koridor.

"Ziel! Lo bisa diem nggak, sih? Kalau gini terus, lama-lama lo bisa digebukin sama orang satu kampus" omelku.

Ziel mengeratkan rangkulannya pada bahuku.
"gue nggak suka lo dilihatin sama orang-orang kepo sama julid kayak mereka!"

"diem, deh. Lo mendingan minggat sana! Main sama Dino, biasanya juga sama Dino terus, kenapa sekarang nempel banget sama gue gini, sih?" rutukku sambil berusaha menjauhkan diri dari Ziel.

Ziel menarikku mendekat lagi.
"nggak bisa! Gue nggak bisa ninggalin lo sendirian. Efek dari Instastory nya Arbi kemarin itu terlalu merugikan lo"

"kalau tingkah lo kayak gini, lo lebih merugikan gue. Mereka semua belum tentu membenci gue, kok" aku mencoba memberi pengertian kepada Ziel.

Saat itu, kulihat Mika mendekati kami.

"udah ada Mika, tuh. Gue nggak sendirian lagi, udah deh buruan lo pergi sana!" suruhku sekali lagi.

Ziel menggeleng.

"Ziel, please" keluhku.

Saat Mika sampai di dekatku, aku langsung melepaskan diri dari Ziel dan merangkul lengan Mika.
"gue udah sama Mika. Lo pergi sana!"

Ziel menghela nafas, sepertinya dia mengalah.
"Mik, jagain Felish ya? Kalau ada yang melototin dia, colok aja matanya. Gue yang tanggung jawab"

Mika mengangguk yakin.
"laksanakan komandan!"

"oke, gue mau cari Dino. Kalau ada apa-apa, langsung telfon gue!" pesannya.

Setelah melirikku dan Mika beberapa kali, akhirnya Ziel mengalah dan pergi menjauhi kami.

Setelah Ziel pergi, Mika menoleh padaku.
"lapar nggak?" tanya nya.

Aku mengangguk.

"ayo makan. Gue traktir nasi goreng" kata Mika.

Aku menatapnya keheranan.
"tumben nih, abis dapat uang saku ya?"

Dia tersenyum lebar.
"abis bantuin ibu panti jualan, terus dikasih uang. Yuk ah, sekali-sekali aku yang traktir"

Mika menggandengku menuju kantin fakultas. Sampai di sana, Mika memesan dua piring nasi goreng dan dua gelas es jeruk. Kami makan berdua di kantin yang lumayan ramai. Tentu saja, dengan tatapan tajam para mahasiswi yang mungkin saja fansnya Arbi atau Ziel. Aku yakin banget mereka pengin melemparkan ku ke mars saat ini.

"nggak usah dipikirin, mereka nggak tau apa-apa. Biarin aja pada melotot, ntar juga kalau pegel matanya kedip sendiri" kata Mika sebelum menyendok nasinya.

Aku mengangguk sambil tersenyum, kemudian mulai menyantap makananku.

Di tengah-tengah makan, handphone Mika berdenting sekali. Dia langsung memeriksanya. Setelah membalas pesan masuk itu, Mika menatapku.

"kenapa?" tanyaku.

"gue di suruh ke ruangan profesor Andy, ada penting katanya" ujar Mika.

"yaudah pergi aja" suruhku.

Garis Lurus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang