Ternyata Belum

190 38 13
                                        

Reminder : Yang belum follow silahkan follow aku dulu. Budayakan vote! Typo maafkan. Luff!

*****

Kupikir aku sudah melupakannya.

~Felisha Albara~

*****

Enam tahun kemudian...

Suara tangisan bayi menggema di apartemenku. Membuatku segera meninggalkan laptop dan buku-buku tebal yang kugunakan untuk menyusun tesis.

Aku menghampiri bayi perempuan gempal yang kutidurkan di atas ranjangku. Begitu melihatku datang, bayi berusia satu tahun itu langsung menghentikan tangisannya.

"Luci sayang, udah bangun ya?" tanyaku sambil menggendongnya.

Dia menatapku dengan air mata yang meleleh di pipi dan hidung penuh ingus. Bayi kecil itu masih terisak. Aku mencari tissue dan segera menyeka wajahnya.

"kita telfon papa, ya?" kataku padanya. Seperti mengerti ucapanku, dia mulai tertawa riang dalam gendonganku.

Selesai menyeka wajah Luci, aku meraih handphone di atas nakas dan langsung menghubungi nomor papa Luci.

Panggilanku di angkatnya setelah dering ke dua.

"Halo, Fel" sapa nya.

"Halo, No. Luci udah bangun, nih" kataku.

"tunggu, ya! Bentar lagi sampai, kok"  ujarnya.

"oke, deh" sahutku sebelum mematikan sambungan telfon.

Luci menggeliat di gendonganku.

"Luci mau turun?" tanyaku. Tentu saja Luci nggak akan menjawabnya, dia cuma terus menggeliat dalam gendonganku.

Aku menurunkan Luci ke lantai, anak itu langsung merangkak mengejar beberapa mainannya yang kutumpuk di sudut kamar. Melihat Luci sudah menemukan mainannya, aku menuju pantry untuk menyiapkan apel potong yang akan kuberikan kepada Luci sebagai cemilan.

Tepat setelah selesai menyiapkan sepiring apel potong, bel apartemenku berbunyi. Segera kuhampiri pintu apartemen. Saat kubuka, Dino berdiri di depan pintu, masih memakai setelan jas kerjanya. Wajar, dia baru pulang kerja.

"mana Luci?" tanya Dino.

"masih di kamar" sahutku.

Dino melangkah masuk sambil mencomot satu potong apel dalam piring yang kupegang.

"Dino! Cuci tangan dulu, ih!" tegurku.

Dia terkekeh.
"khilaf"

Aku berdecak.
"itu mah kebiasaan bukan khilaf"

Dino memakan potongan apelnya dalam sekali lahap. Dia melirik laptop dan buku-buku yang kutinggalkan begitu saja di meja ruang tamu.

"masih ngerjain tesis?" tanya nya.

Aku mengangguk.
"biar cepet kelar. Bosen kuliah mulu"

Garis Lurus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang