Sesak

155 30 20
                                        

Kamu harus belajar mengutarakan apa yang ada di pikiranmu, orang nggak akan tau apa yang kamu rasakan kalau kamu nggak ngomong. Nggak perlu berharap orang lain bisa tau dengan sendirinya, mustahil.

~Tamika~

*****

Aku langsung menelfon Arbi begitu membaca Artikel yang tidak sengaja kutemukan di internet itu. Arbi mengangkat panggilanku setelah dering ke tiga.

"halo, Bi" sapaku saat dia mengangkat telfonku.

"halo, sayang" sapanya dengan suara serak khas orang mengantuk.

Mendengar suaranya, membuatku hampir lupa tentang apa yang ingin kukatakan kepadanya.

"udah larut gini kok nelfon, kamu nggak tidur?" tanya Arbi.

"mau tidur, tapi nelfon kamu dulu" sahutku.

"tumben banget, ada apaan?" tanya nya.

"nggak pa-pa, kangen aja. Cuma mau tau kamu lagi di mana" ujarku.

"aku di rumah mas Rian, nih. Nginep" sahutnya.

Bohong. Arbi bohong. Sejak kapan dia mulai berbohong kepadaku?

Padahal di artikel tadi jelas-jelas aku melihat Arbi dengan Gabriella sedang ada di pantai, tapi dia berbohong dengan bilang menginap di rumah mas Rian.

"sayang? Kok diem?" suara Arbi membuyarkan lamunanku.

"nggak, kok" sahutku.

"kamu jangan sering-sering main hp, jangan keseringan memeriksa internet juga. Mendingan istirahat, gih" Arbi menasehati.

Dia melarangku berselancar di internet agar aku nggak tau apapun soal dia sama Gabriella?

"iya" sahutku, meringkas segalanya.

"yaudah tidur, gih" katanya lagi.

"iya" sahutku.

"Abi, bisa tolong ambilin piyama ku di koper? Aku lupa-"

Tut!

Sambungan terputus.

Aku nggak salah dengar, kan? Tepat sebelum Arbi mematikan sambungan telfonnya, aku bisa mendengar suara perempuan. Mas Rian itu lajang dan tinggal sendiri, kalaupun dia memang menginap di rumah mas Rian, lantas suara siapa yang kudengar barusan?

Jadi, Arbi beneran lagi di Bali bareng Gabriella?

Aku mencoba untuk berpikir positif, tapi...

Brak!

Kulemparkan handphone ku ke dinding. Handphone itu jatuh ke lantai setelah menghantam dinding dengan keras sampai layarnya hancur. Terserah! Hatiku jauh lebih hancur sekarang ini.

Aku menahan air mataku, aku nggak mau menangis. Aku nggak mau menangisi apa yang mungkin nggak pantas untuk ditangisi. Jadi yang kulakukan cuma duduk di tengah ranjang sambil menunduk di dalam kamarku yang bercahaya temaram cenderung gelap karena lampu utama sudah kumatikan, menyisakan lampu tidur di atas nakas yang ada di kanan dan kiri ranjang.

Garis Lurus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang