Love Me Again

142 34 30
                                    

Saat hatimu mengeras lagi seperti dulu, tidak akan ada yang menyakitimu

~Felisha Albara~

*****

Aku mengabaikan semua panggilan telfon dan pesan dari Arbi selama dua hari. Dia datang kerumahku di hari ketiga pada malam hari, aku berpura-pura tidur saat itu hingga membuat Arbi menungguku di ruang tamu selama tiga jam. Dia baru pulang setelah si mbak mengatakan kalau aku mungkin baru akan bangun keesokan harinya. Tepat di hari ke empat ini, dia datang ke kampus. Aku nggak bisa menghindarinya lagi, karena terlalu banyak orang yang mengenalnya di kampus. Aku nggak mau Arbi jadi pusat perhatian terlalu lama, jadi kutarik dia kemobilnya lalu kusuruh Arbi mengemudi meninggalkan kampus bersamaku.

"kita mau kemana?" tanya Arbi sambil mengemudikan mobilnya meninggalkan gerbang kampusku.

"terserah" sahutku.

"kamu udah makan?" tanya Arbi.

"belum" jawabku singkat.

"makan dulu, yuk?" ajaknya.

Aku menggeleng.
"nggak usah, nggak laper"

Arbi menghela nafas panjang.

Dia memacu laju mobilnya, menunjukkan perasaan kesal yang tidak dia ungkapkan dengan kata. Mungkin dia merasa jengkel karena aku terus bersikap ketus. Biarkan lah, aku juga jengkel banget kok sama dia.

Arbi membawaku ke kedai samyang tante nya. Dia mengajakku makan siang di sana. Kalau biasanya aku memesan lebih dari satu porsi, hari ini aku bahkan nggak menghabiskan setengah porsi. Aku cuma memakan beberapa suapan kemudian membiarkan saja samyang di hadapanku. Bahkan makanan yang biasanya terlihat menggiurkan, sekarang terasa hambar. Aku jadi ingat saat datang kemari bersama Arbi berbulan-bulan lalu sebelum kami berpacaran. Hari itu aku meminta dia mentraktirku tiga porsi samyang, kami makan dengan lahap sambil bercanda tawa. Nggak kayak sekarang, saat aku hanya menatap malas piringku sementara Arbi sibuk menutupi wajahnya dengan tudung hoodie yang dipakainya karena orang-orang terus menatap dirinya. Wajar, sekarang dia bintang terkenal.

"kenapa nggak dihabisin?" tanya nya sambil menatap piringku.

"kan udah kubilang aku nggak laper, ngapain kamu ajakin makan" kataku.

Arbi menghela nafas pelan, seperti menahan emosinya yang siap meledak kapan saja.

Dia menyelesaikan makannya, setelah itu mengajakku pergi dari kedai tantenya itu.

Arbi mengemudikan mobilnya tanpa tujuan yang jelas, dia cuma berputar-putar di jalur yang sama beberapa kali. Aku nggak bertanya apapun, cuma diam saja sambil memandang keluar jendela. Sampai akhirnya dia menghentikan mobilnya di tepi jalan saat kami melewati jalur sepi yang mengarah keluar dari pusat kota.

Dia membuka seatbelt nya kemudian menoleh kepadaku.
"kamu beneran marah, ya?" tanya nya pelan.

"nggak" sahutku.

"bohong banget, kamu nggak pernah kayak gini. Aku nggak mau kita menjalani hubungan yang nggak baik, aku mau menyelesaikan masalah kita" katanya.

"emangnya apa masalah kita?" tanyaku, mengetesnya.

"ya kamu marah tanpa aku tau apa sebabnya, dan terus menghindari aku gini" katanya.

Garis Lurus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang