15. Invitation.

131 44 10
                                    

Nirmala.

Lega banget masalahku dengan anak-anak dan Galen telah selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lega banget masalahku dengan anak-anak dan Galen telah selesai. Tadi pagi, siswi-siswi yang telah membolos di mata pelajaranku berbondong-bondong ke ruangan hanya untuk meminta maaf padaku.

Tentu saja aku memaafkan mereka. Hatiku kan sebaik malaikat. Tapi ya tidak semudah itu. Walaupun hatiku sebaik malaikat, tapi kenyataannya aku hanya manusia biasa.

Jadi, aku pun memutuskan untuk menghukum mereka dengan menyuruh mereka membuat nametag dari kertas HVS dan tali rafia merah. Di atas kertas HVS itu tertulis : 'JANGAN CONTOH SAYA. SAYA ADALAH ANAK YANG TIDAK BAIK DAN TIDAK SOPAN KEPADA GURU. SAYA BERJANJI AKAN BERUBAH'. Nametag itu harus mereka pakai selama seminggu, dari awal jam pelajaran hingga selesai.

Aku tidak peduli reputasi guru teladan yang dicintai para murid akan berpindah ke orang lain. Toh, sebelumnya mereka sudah menganggapku buruk hanya karena satu rumor, jadi aku tidak ingin merubah penilaian mereka terhadapku.

"La" panggilan Bu Eva membuyarkan lamunanku. "Daritadi aku lihat bocah pakai nametag gitu.. Kamu yang nyuruh ya?"

Aku mengangkat bahu, tidak mau menjawab lebih lanjut.

"Oh.. Kalo bukan kamu, berarti Pak Galen ya?"

"Aku yang nyuruh" balasku cepat. Jangan sampai ada misscom di sini, nanti jadi rame lagi.

"Wow" Bu Eva menutup mulutnya dengan telapak tangan, tampak tidak percaya. "Apa ini benar Bu Lala yang aku kenal selama ini? Yang terkenal baik dan nggak tegaan itu? Ya ampun.. Kerasnya hidup benar-benar sudah bikin kamu berubah kayak sekarang?"

"Apaan sih, Bu.. Jangan ngeledek deh"

"Serius. Aku kaget loh kalo yang hukum mereka semua adalah kamu. Memang, sekali-kali murid tuh harus dikasih tega. Biar nggak manja"

"Iya iya" Aku mengangguk malas. "Hmm.. Tadi panggil aku kenapa, ya?"

"Oh iya! Hampir saja aku lupa ngabarin gara-gara tuh bocah" seru Bu Eva seraya mengambil sebuah kartu undangan berwarna pink dari dalam tasnya.

"Undangan nikah?" tanyaku kaget.

Tunggu. Bukannya selama ini salah jomblo yang ngenes di ruangan kami adalah Bu Eva, ya? Dia yang paling semangat kalau ada guru baru cowok, dan akan yang paling patah hati saat tau guru tersebut sudah punya pasangan.

"Nggak, lah. Tunangan doang" jawabnya.

"Kok kakak nggak cerita sih kalau sudah punya pacar?" protesku.

Kesal banget. Jadi selama ini yang desperate sama cinta di ruangan guru bawah aku doang, dong? Bu Eva hanya iseng saja, gitu?

"Selama ini aku memang nggak punya pacar. Baru banget minggu kemarin jadian, trus lusa tunangan deh"

Aku menatapnya nggak percaya, "Kok bisa?"

"Bisa dong.. Karena dia sahabatku sejak kuliah. Ternyata dia selama ini menyimpan perasaan ke aku. Nggak nyangka banget, deh. Padahal kalau ketemu tuh kerjaanku curhat masalah cowok mulu ke dia"

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang