37. Untitled.

105 39 26
                                    

Nirmala.

Hari ini aku yang mengantar ibu ke

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini aku yang mengantar ibu ke... Bentar, apa ya namanya? Gas.. Gas.. Ya intinya ke dokter spesialis khusus pencernaan seperti yang disarankan oleh dokter sebelumnya.

Ibu sudah selesai diperiksa dan kini saatnya aku membayar biaya administrasinya. Mataku yang awalnya terasa berat karena kelamaan berada di ruang tunggu untuk menunggu ibu, sontak membesar saat menerima secarik kertas berisi biaya rumah sakit dan harga obat yang harus dibayar. Nggak salah nih? 1.400.000 untuk sekali konsul dan beberapa obat?! Mahal amat?!

"Mau bayar tunai atau menggunakan asuransi?" pertanyaan mbak-mbak bagian administrasi membuatku kembali pada kenyataan pahit.

"Tunai, Mbak" jawabku dengan berat hati lalu memberikan sebuah kartu ATM bergambar lucu, yang mungkin lebih terlihat seperti kartu timezone.

Aku tak kunjung melepaskan ATM yang ku berikan sehingga sempat ada sesi tarik menarik kartu ATM dengan mbak-mbak administrasi. Ya Allah, kenapa uang sebesar ini yang sudah ku tabung jauh-jauh hari malah dikeluarkan untuk hal tidak menyenangkan seperti ini, sih? Jadi ngerasa ikhlas nggak ikhlas deh untuk mengeluarkannya. Harusnya aku menggunakan uang ini untuk mengajak ibu dan Kak Arlan refreshing keluar kota atau makan di restoran mewah. Sayang banget.

Tuh kan, benar. Mbak bagian administrasinya saja sampai terlihat membolak-balikkan kartu ATM berwarna putih itu. Pasti dia mengira aku baru saja salah kasih kartu untuk pembayaran.

Yah, namanya juga rakyat jelata. Dengan gaji sebagai guru yang nggak seberapa, membuatku mau tidak mau memilih jenis tabungan yang menawarkan setoran awal yang murah, dan memiliki biaya admin paling kecil. Alhasil, begitulah bentuk kartu ATM-nya. Toh, sebenarnya dengan limit transaksinya yang terbatas dan tidak adanya buku tabungan, target yang menabung dengan mereka adalah anak muda. Bukan pekerja full-time sepertiku.

Setelah menekan nomor pin dan transaksi berhasil dilakukan, aku pun menerima bon pelunasan yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengambil obat di lantai 1.

Sembari menunggu lift berhenti di lantai tempat kami berpijak, aku terus melotot mengamati bon yang ku terima. Sial, apa sih yang membuat biaya berobat ibu jadi semahal ini? Hampir setengah dari gajiku dalam sebulan terpakai untuk ini, loh! Harusnya semalam aku tidak perlu sok-sokan menolak kartu kredit milik Kak Arlan. Huhu.

"Kenapa? Mahal ya?" tanya Ibu hati-hati.

Aku tertawa sumbang. "Nggak.. Segini doang mah kecil"

Iya. Kecil buat sultan andara. Batinku menjerit.

Untung walaupun gaji nggak seberapa, aku selalu memaksakan diri untuk menyisihkan sebagian gajiku. Bagus lah kalau pada akhirnya bisa bermanfaat untuk keperluan ibu. Walaupun ada nyesek-nyeseknya, tapi yaudahlah. Setidaknya sebagai anaknya aku bisa sedikit berguna.

Aku dan ibu langsung masuk ke dalam lift begitu pintunya terbuka.

"Tadi dokternya berpesan, setelah obatnya habis, ibu disuruh ke sini lagi untuk cek"

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang