27. Wonder.

120 39 6
                                    

Nirmala.

Nirmala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wah. Nggak nyangka. Ternyata gini-gini Lisa jago banget bahasa Inggrisnya.

Awalnya aku nggak punya ekspetasi apa-apa saat memintanya mengajariku. Tapi secara mengejutkan dia benar-benar membantuku belajar, bahkan dia menyiapkan print-an kumpulan soal psikotes dalam bahasa Inggris. Lisa memang yang terbaik!

"Kamu kenapa nggak coba melamar kerja saja, Lis? Dengan kemampuan bahasa Inggrismu yang sebagus ini, kamu pasti bisa diterima di perusahaan  multinasional bahkan internasional, loh" tanyaku penasaran.

"Aku lahir bukan untuk menjadi budak siapapun apalagi budak perusahaan, La" jawab Lisa asal sambil memasukkan anggur ke dalam mulutnya. "Aku dilahirkan untuk membangun bisnis sendiri, atau mungkin melanjutkan bisnis orang tua. Tapi sekarang aku mau nikmatin hidup dulu"

Aku menatap Lisa iri. Tapi di lain sisi ada juga sih rasa ingin mencubit ginjalnya setelah mendengar jawaban asalnya itu. Enaknya jadi orang kaya, nganggur pun tetap merasa happy. Ah tapi aku gaboleh begini. Pokoknya bagaimanapun keadaannya, keluargaku yang terbaik di dunia ini.

"Eh, nggak deng. Aku dilahirkan untuk jadi budak cinta Kak Arlan, hehe" lanjut Lisa kemudian sambil tersenyum dan merebahkan diri di atas kasurku.

Aku ikut merebahkan diriku di sampingnya, "Tapi Lis, kamu beneran suka sama Kak Arlan?" tanyaku penasaran.

Lisa menatap langit-langit kamarku. "Memangnya siapa sih yang nggak suka sama Kak Arlan?"

"Aku"

"Ya iyalah! Kamu kan adeknya" Lisa melemparkan bantal ke mukaku. Kurang asem juga nih anak.

"Kan aku dulu pernah bilang kalau Kak Arlan sudah punya pacar. Kamu masih suka?" pancingku.

"Suka kan nggak harus memiliki, La" jawab Lisa sok bijak. Ia lalu merubah posisinya menjadi menghadap ke arahku.

"Nih, aku kasih sebuah tips. Ketika kamu naksir sama cowok, kamu harus memposisikan diri sebagai seorang penggemar yang menyukai idolanya. Dengan begitu kamu nggak akan terlalu banyak berharap. Dan ketika nanti mereka memiliki pasangan, hatimu tidak akan terlalu sakit"

Aku mengangkat kedua jempolku, setuju. Sebuah ilmu yang sangat bermanfaat. Benar juga pola pikirnya. Selama ini aku selalu berharap Galen bisa merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan, padahal yang namanya perasaan kan tidak bisa dipaksakan.

Karena pola pikirku ini malah membuatku sempat salah paham dengan kedekatan Lisa dan Galen. Aku merasa dibutakan oleh cinta.

"Jadi sekarang kamu memposisikan dirimu sebagai penggemar, dan Kak Arlan sebagai idola?" tanyaku lagi.

"Ya. Dan kamu babunya" canda Lisa.

"Kurang ajar"

"Intinya ya, La. Jatuh cinta itu tentang memainkan ritme perasaan sendiri. Jangan sampai masuk terlalu dalam pada sesuatu yang belum pasti. Semua itu hanya diri kita sendiri yang bisa atur"

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang