36. F for Friendzone.

110 36 20
                                    

Nirmala.

Nirmala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anj..." aku hampir saja mengumpat begitu ada seseorang yang sengaja menyenggol sikuku saat hendak menyuapkan nasi ke dalam mulut.

"Gal! Ada yang ngomong kasar nih" teriak Pak Dion sambil duduk di kursi kosong yang ada di sampingku, membuatku sontak melotot ke arahnya.

Apa dia nggak berpikir aku hampir mengumpat kayak tadi karena ulah siapa, hah?

"Astaghfirullah, siapa orang yang berani begitu di tempat sesuci ini?" sahut Galen sambil memesan makanan. "Yon, pesanannya masih sama kan?" tanyanya kemudian.

"Iya"

Aku menatap malas Upin Ipin ini. Nggak ada gunanya menanggapi mereka. Aku memilih untuk tidak menanggapi mereka berdua dan mempercepat makanku agar bisa secepatnya pergi sebelum pesanan mereka datang.

"Bu Pooh sendirian? Yang lain mana?"

"Masih ada jam ngajar" jawabku yang dibalas anggukan oleh Pak Dion.

Galen menghampiri meja kami lalu menepuk bahu Pak Dion, "Yon, ke toilet dulu"

"Oke" jawab Pak Dion singkat.

"Buat kamu, La" tambah Galen sambil meletakkan jus mangga di samping air putih yang ku pesan.

Aku melirik jus di hadapanku. Ini serius buatku? Duh, bisa meledak perutku kalau harus minum jus setelah makan nasi dalam porsi banyak seperti sekarang.

Pak Dion langsung menggeser tempat duduknya agar lebih dekat denganku begitu Galen berlalu. "Bu Pooh, jujur saja deh. Kalian pacaran ya?" tanyanya hati-hati.

"Nggak, Pak"

"Tapi kok..." Pak Dion tidak melanjutkan gumamannya. "Kamu pasti ragu sama saya, ya? Saya janji nggak akan cerita ke Lambe Sekolah kalau kalian memang berpacaran. Galen itu sudah saya anggap sebagai adik sendiri, nggak mungkin saya cepu"

"Seriusan. Teman doang, Pak" sahutku malas.

"Friendzone?"

Aku menatap Pak Dion sinis. "Bisa diem nggak?"

"Idih.. Galak banget. Oke saya diam"

Huh. Gara-gara mendengar istilah friendzone itu, aku jadi nggak mood untuk melanjutkan makan lagi.

Mungkin bisa dibilang sekarang kami sedang berada di tahap semacam itu. Tapi yang membuatku sebal tentu saja karena aku berada di posisi yang jatuh cinta pada Galen, sementara dia hanya menganggapku sahabat.

Apa istimewanya hubungan semacam itu? Yang satu memberi perhatian dan yang satu lagi menerima tapi nggak bisa memiliki. Mending nggak kenal sama sekali deh seperti dulu, jadi aku nggak akan berharap lebih.

"Lah? Makanannya belum datang?" tanya Galen sambil duduk di bangku kosong yang ada di depanku.

"Belum" jawab Pak Dion sambil memainkan hpnya.

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang