22. Surprise (2).

137 44 38
                                    

Galen.

Dua kali aku melihat alergi Nirmala kambuh, dan dua kali pula aku merasakan perasaan khawatir yang teramat sangat padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua kali aku melihat alergi Nirmala kambuh, dan dua kali pula aku merasakan perasaan khawatir yang teramat sangat padanya.

Banyak hal buruk yang aku ingat mengenai Nirmala kecil. Salah satunya ya mengenai alerginya terhadap udang.

Wah, itu momen tergila sih.

Dulu, ketika alerginya kambuh, maka hal paling menyeramkan yang terjadi padanya adalah ketika Ia terus menerus mengalami diare hingga badannya lemas karena kekurangan cairan.

Ditambah, saat alerginya kambuh, maka kasurkulah yang menjadi korban sakit perutnya itu. Ya benar. Dia pup di kasurku. Jangan tanyakan bagaimana dilemanya aku saat itu. Aku ingin sekali marah padanya, tapi di sisi lain aku juga takut jika Ia mati di rumahku karena Ia terlihat tak berdaya.

Ku pikir ketika dewasa dia tidak akan ceroboh dalam memilih makanan, tapi kejadian kemarin malam membuatku yakin kalau Nirmala masih sama cerobohnya dengan ketika Ia masih kecil.

Tapi sepertinya sekarang aku bisa cukup lega saat mengetahui gejala alergi Nirmala tidak separah dulu.

Bagaimana tidak? Dalam keadaan gatal-gatal pun dia bisa nekat melawan maut dengan masuk ke toilet pria. Beberapa hari lalu pun dalam keadaan kambuh, dia masih sanggup mengendarai motor dengan sangat lambat.

Kalau nggak salah saat itu dia berkendara dengan kecepatan 15 km/jam ya? Pffft dasar Nirmala si bodoh.

"Gal" panggilan Pak Dion membuyarkan lamunanku. "Kamu kesambet ya? Daritadi saya perhatiin tuh kamu bengong mulu, eh tadi tiba-tiba ketawa sendiri"

"Masa sih, Pak?" aku tak kuasa mengulum senyumku.

Sial. Lucu banget sih si Nirmala. Ada-ada saja kelakuannya. Minta dibully banget.

"Kamu lagi naksir orang ya?" tebakan Pak Dion membuat mood senyumku luntur seketika.

Naksir? Sama Nirmala maksudnya? Yang benar saja. Ngaco nih orang.

"Pak Dion, jangan gangguin si bontot terus lah. Memangnya kalau dia lagi kasmaran kenapa, hah?" sambar Pak Raden sambil mengoreksi tugas murid-muridnya.

"Idih si bapak. Kerja mah kerja saja, Pak. Malah nyamber" ledek Pak Dion.

"Saya mah multitalenta. Tangan dan mata bekerja, telinga juga bekerja. Memangnya kamu?"

Nah kan, kalau pada nggak akur gini jadi enak dilihatnya. Cari lapangan kosong saja kali ya buat mereka berantem?

"Gal, mau ke mana?" tanya Pak Dion begitu melihat pantatku bangkit sejengkal dari kursi.

Buset. Belum juga berdiri sempurna, sudah ditanya saja.

"Cari lapangan buat kamu sama Pak Raden berantem" jawabku asal.

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang