43. L-O-V-E

130 41 43
                                    

Nirmala.

Aku memperhatikan Galen yang sedang memesan beberapa seafood kepada pelayan restoran dengan tatapan tajam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memperhatikan Galen yang sedang memesan beberapa seafood kepada pelayan restoran dengan tatapan tajam.

Aku sungguh ingin meminta penjelasan mengenai ucapannya di bianglala tadi. Bagiku, ucapan tadi 100% terdengar seperti ungkapan cinta. Tapi kenapa setelah turun dari bianglala dia tidak membahas hal itu lagi? Seharusnya dia minta jawaban dariku, kan? Aku kan belum jawab apa-apa.

"Pesanannya itu saja kan, La?" tanyanya kemudian.

"Ya" jawabku singkat.

Galen pun mengangguk dan mengembalikan menu itu pada pelayan.

"Makanan hari ini, kamu yang bayar?" tanyaku tak tau malu.

Galen mengangguk. "Iya. Makanya makan yang banyak hari ini ya, La"

Aku masih menatapnya tajam. Baguslah kalau dia yang bayar. Lihat saja, kalau ternyata ucapan tadi hanya omong kosongnya Galen saja, aku akan memesan seafood lagi sebanyak mungkin untuk dibungkus dan dibawa pulang. Bahkan kalau bisa, aku beli juga restoran ini dengan menggunakan uang Galen. Aku tau betul bahwa restoran seafood dengan pemandangan indah dan tempat yang mewah seperti ini pasti menjual makanan dengan harga yang fantastis. Biar saja nanti dia mendadak miskin.

Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawakan minuman pesanan kami. "Silahkan dinikmati"

"Terima kasih" ucapku dan Galen bersamaan.

Aku langsung mengambil minuman pesananku dan mengaduk gelas berisi jus sirsak itu dengan keras dengan menggunakan sendok. Hmmm. Nggak ada yang mencurigakan. Padahal aku berharap ada cincin yang sengaja dimasukkan ke dalam minumanku seperti adegan di film-film.

"Wiih, biasa dong ngaduknya, La. Nanti retak loh gelasnya" Galen tampak terkejut dengan tingkahku.

Aku nyaris membuka mulutku untuk membalas ucapannya, tapi aku memilih untuk mengurungkannya. Kenapa dia masih bisa bersikap biasa saja setelah menembakku? Barusan dia nembak aku apa nggak, sih? Atau jangan-jangan dia bercanda?

Beberapa saat kemudian, makanan pesanan kami pun sudah tertata rapi di atas meja. Aku menatap piring-piring berisi seafood itu dengan perasaan gundah. Nggak mungkin kan ada cincin yang diselipkan di antara seafood-seafood ini? Masa iya aku obok-obok makanannya?

Akhirnya aku memilih untuk membuang jauh-jauh imajinasi itu dan memakan makanan yang ku pesan dengan tenang. Wow! Selera Galen dalam urusan perut memang tidak pernah salah. Makanan di sini rasanya sangat enak. Bumbunya menyerap, ukuran seafoodnya besar-besar, dan yang nggak kalah penting tidak berbau amis.

Tak lama setelah menyantap makanan lezat ini, dessert pesanan kami pun datang.

Dengan tangan yang masih dipenuhi bumbu ikan bakar, aku langsung mengambil mangkok kecil pesananku yang berisi es selendang mayang dan kembali mengaduknya dengan keras -- seperti yang ku lakukan pada jus sirsakku. Tentu saja aku masih berharap ada cincin yang terselip di sana.

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang