45. Flash Fun.

109 37 15
                                    

Nirmala.

Aku melirik jam dinding berwarna putih tulang yang terpampang di ruang guru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku melirik jam dinding berwarna putih tulang yang terpampang di ruang guru. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Aku langsung menutup semua folder yang sedang aktif lalu mematikan laptop.

Aku memasukkan barang-barangku ke dalam tas dengan perasaan yang... Entahlah. Rasanya campur aduk -- antara sepi, sedih, senang, lega, lelah, rindu. Semua berkumpul jadi satu.

Ini adalah hari pertama setelah Galen resmi mengundurkan diri sebagai guru olahraga di sekolah ini. Walaupun sekarang statusku dan Galen adalah berpacaran, tapi ketidakhadiran Galen di sini cukup membuatku merasa sedikit kehilangan.

Tadi pagi, guru pengganti Galen sudah mengitari ruang guru untuk berkenalan kepada kami. Kehadiran guru ini membuat satu sekolah tak kalah gempar. Dia memang tidak setampan Galen, tapi aku bertaruh bahwa Ia akan memiliki fans yang banyak di sekolah ini.

Dari segi proporsi tubuh, jujur saja Ia lebih pantas disebut sebagai guru olahraga dibandingkan Galen. Ia memiliki badan yang cukup berotot, berkulit sawo matang, serta memiliki tinggi badan di atas rata-rata orang Indonesia pada umumnya. Kalau Galen mah vibes-nya lebih cocok jadi aktor.

"Duluan, Bu" sapa guru baru itu begitu kami tidak sengaja bertemu di Ruang Tata Usaha.

"Iya, silahkan" jawabku sopan. Baru juga diomongin dalam hati, eh malah ketemu di sini.

Aku memandangi punggung sosok berbadan tinggi dan tegap yang semakin menjauh itu. Sejauh ini sih, dia terlihat sangat normal dan tidak menyebalkan seperti Galen. Bagus lah. Orang aneh dan menyebalkan di sekolah ini berkurang satu.

"Lihatin siapa?" aku hampir saja terkena serangan jantung begitu adanya suara bariton yang sangat familier terdengar di belakangku.

"Galen? Kok kamu di sini? Ngapain?" tanyaku kaget.

"Jawab dulu pertanyaanku tadi, Nirmala. Kamu lihat siapa?"

"Itu loh, si guru baru" jawabku jujur sambil melakukan finger print. Memangnya kurang jelas apa sosok yang aku lihat daritadi? Jelas-jelas tadi cuma ada guru itu di halaman.

Galen tampak mengangguk. "Bagus ya badannya? Tinggi pula"

"Huh? Apa gunanya" gumamku pelan.

"Iya sih, apa gunanya tinggi dan berbadan bagus kalo itu bukan aku" balas Galen dengan percaya diri.

Aku menatapnya tak percaya. Ya memang sih ganteng, tapi kenapa dia pede banget sih?

"Kamu ngapain ke sini?" aku akhirnya mengulang pertanyaanku.

Galen menunjukkan selembar kertas yang merupakan surat pengunduran diri. Aku hanya ber-oh ria.

"Kamu sore banget pulangnya. Kirain nginep" sindir Galen sambil mengikutiku berjalan menuju parkiran.

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang