11. Rumour Has It.

132 48 11
                                    

Nirmala

Sumpah deh, orang-orang pada kenapa sih? Nggak guru, nggak murid terutama yang perempuan -- semuanya melihatku dengan tatapan tidak bersahabat.

Jadi suudzan deh. Ada gosip apa ya tentangku hari ini?

"Bu Lala" seru Bu Lili sambil menghampiriku.

"Hallo, Bu" sapaku balik. Aku refleks meneliti penampilannya dari atas sampai bawah.

Tumben nih orang penampilannya begini-- rambut kusut, baju juga berantakan amat kayak orang abis kena angin ribut.

"Kok lihatinnya gitu banget sih, Bu? Berantakan ya?" tanyanya sambil merapikan seragamnya yang lecek lalu dilanjutkan dengan rambutnya yang berantakan.

Aku mengangguk. Mohon maaf nih, emang nggak bisa bohong anaknya. "Kena angin puting beliung di mana, Bu?"

Bu Lili tertawa kikuk. "Bu Lala ternyata humoris, ya. Pantas Pak Galen suka"

Aku tercengang. Lah? Kok jadi Galen, dah? Tapi amin-in dulu deh, kali saja nanti dijabah malaikat. Wk.

"Kok jadi Galen, dah?" tanyaku seolah-olah protes. Padahal mah dalam hati sudah loncat-loncat nggak jelas, persis perasaan anak sekolah yang sok bete karena dijodoh-jodohin temen sekelasnya.

Menyadari keceplosan sesuatu, Bu Lili refleks menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

Aku makin curiga. Wah, ada yang nggak bener nih. Mereka nggak buat grup baru tanpa ada aku, kan?

"Ada gibahan apa sih? Cerita dong" desakku sambil menggoyang-goyangkan tubuh Bu Lili, penasaran.

Bu Lili menggeleng panik.

"Ihhh apaan sih" aku masih berusaha mendesak Bu Lili.

Tiba-tiba aku merasa lengan seseorang melingkar di leherku.

"Oi, Nirmala"

N-i-r-m-a-l-a. Fix, ini pasti Galen.

Tapi... Aduh, ini orang satu kenapa sih? Mana bau parfumnya wangi bapak-bapak lagi. Ih, Galen kok selera parfumnya jadi gini sih? Perasaan kemaren-kemaren wangi parfumnya enak, deh.

"Gal, lepas ih nggak suka bau parfumnya kayak bapak-bapak arab" tolakku sambil berusaha melepas lengannya yang berat itu.

Dirangkul Galen kayak gini jelas hal yang aku impikan sejak dulu. Tapi ternyata pas sudah terwujud, boro-boro seneng atau deg-degan. Nyengat banget sih parfumnya, nggak suka! Yang ada jadi salah fokus tau nggak?

Galen mengendus-ngendus lengan bajunya. "Kamu nggak suka wangi ini? Aku pakai parfum ayah hari ini"

"Ck. Pantes" gerutuku. Kali ini giliran aku yang mengendus lenganku. Tuh kan baunya nempel di bajuku! Sebel banget!

Sumpah deh Galen, kalo kelakuannya nyebelin mulu kayak gini bisa-bisa perasaan suka yang ku pendam sejak lama malah berubah jadi ilfeel, deh. Rese banget sih jadi manusia.

"Maaf Pak Galen dan Bu Lala, aku duluan ya" ucap Bu Lili kemudian kemudian berlalu.

"Daaah Bu Lili" jawab Galen semangat.

"Eehh ehhh Bu Lili jangan pergi, jawab dulu" teriakku walaupun tidak bisa bertindak banyak karena rangkulan Galen kembali terasa di leherku. "Gal, apaan sih? Lepasin, bau!"

Duh, jadi nggak enak sama Bu Lili. Bisa-bisanya aku lupa ada orang lain di antara kita berdua. Dia pasti berasa jadi nyamuk.

"Justru karena kamu nggak suka sama baunya, La" jawab Galen sambil tangan kirinya mencoba merogoh sesuatu dari dalam saku celana.

"Lihat deh" ucapnya kemudian sambil memperlihatkan layar ponselnya. "Ada murid yang ngira kita jadian gara-gara ngeliat kamu kasih bunga ke aku kemarin. Kocak banget deh"

Aku memejamkan mata untuk sepersekian detik. Oh, jadi ini alasan kenapa orang-orang pada bersikap aneh hari ini? Trus ngapain juga mereka begitu? Mukanya jadi pada jutek gitu ke aku. Iri, hmm? Penganut bias is mine ya?

"Kok bisa ya mereka mikir gini?" lanjutnya tertawa.

Aku menyikut perutnya sehingga rangkulannya refleks terlepas lalu merebut hpnya untuk melihat lebih jelas. Galen baru saja menunjukkan hasil chatnya dengan salah seorang murid perempuan di sekolah -- entah siapa, karena nomor tersebut tidak disimpan oleh Galen. Anak tersebut menanyakan mengenai gosip mengenai diriku yang menembak Galen, namun hal tersebut tidak direspon oleh Galen. Dia hanya membaca chat tersebut dan mengabaikannya. Saat aku tidak sengaja menekan tombol 'back' pada layar hpnya, ternyata masih banyak murid dengan nomor berbeda yang menanyakan hal serupa.

Bener-bener nih bocah. Centil banget sih? Jadi kesel. Pada dapat nomor Galen darimana, deh? Aku saja bertahun-tahun suka sama Galen baru bisa dapat nomor dia setelah jadi rekan kerja. Anak jaman sekarang kemampuannya melebihi FBI ya?

"Gal, kok kamu nggak balas chatnya?" tanyaku. "Bilang saja itu nggak benar, nanti pasti akan hilang gosipnya"

Galen merebut hp mahalnya dari tanganku. "Untuk apa aku menjawab pertanyaan tidak sopan seperti ini? Murid hanya boleh bertanya seputar info sekolah pada gurunya"

Aku mencemoohnya dalam hati. Giliran begini saja dia mengakui pekerjaannya sebagai guru. Kemaren-kemaren ke mana saja, hah?

"Kamu tau nggak kalau salah satu gitaris band Sabi cerai karena gosipnya selingkuh sama vocalist-nya?" tanya Galen tiba-tiba.

"Hah? Band Sabi? Yang suka cover lagu barat pakai bahasa Arab itu, kan? Memang mereka selingkuh?" tanyaku kaget.

"Nah, ini nih. Manusia model begini nggak akan tau taktik jitu menghadapi gosip" Galen menggerakkan telunjuknya ke arahku. "Aku kasih tau secuil ilmu ya, La. Selingkuhnya mereka tuh nggak penting. Tapi cara mereka meredam gosip itu yang terpenting"

Dih, si Galen. Padahal bagiku lebih penting gosipnya, loh. Aku malah baru tau band Sabi ada gosip perselingkuhan. Pokoknya nanti aku harus langsung cek di youtube.

Galen melanjutkan, "Mereka nih ya, nggak pernah klarifikasi apapun selama gosip itu beredar. Bahkan saat mantan istri si gitaris itu koar-koar di media, mereka berdua juga tetap nggak muncul di media. Karena mereka diam saja, gosip itu juga tiba-tiba hilang gitu dengan sendirinya"

Aku mengangguk mengerti. "Jadi intinya masalah ini disamain sama kasus selingkuhnya band Sabi, gitu?"

Galen menyentil keningku. "Intinya adalah, dengan diamnya kita maka gosip akan hilang dengan sendirinya, Nirmala"

"Ah yang bener" nyinyirku. Karena jujur saja aku agak meremehkan logika otak tumpulnya itu.

"Terserah, sih. Lagian kalau menurutku tuh sebenarnya kebanyakan orang tuh nggak terlalu peduli sama gosip. Mereka cuma penasaran dan cari sisi menariknya saja. Kalau menurut mereka itu sudah tidak menarik, ya mereka akan cari hal lain. Makanya, diam itu penting"

Aku sebenarnya kurang setuju dengan logika Galen mengenai cara meredakan gosip ini. Dan aku benar-benar tidak suka ada gosip semacam ini apalagi dengan sikap Galen yang menganggap enteng hal ini. Yang ada dengan diamnya dia malah membuat aku jadi berharap dia merasakan hal yang sama. Huhu.

Lagian kenapa sih cuma kasih bunga saja dikira jadian? Itu kan bunga dari ibunya Galen yang dititipkan di pos satpam. Aku cuma jadi kurir paket, seperti biasa. Tapi jadi panjang gini deh masalahnya.

Calon mertua, lihat nih ulahmu.

Calon mertua, lihat nih ulahmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang