29. Interviewing Galen.

122 38 19
                                    

Nirmala.

Jam sudah hampir menunjukkan pukul setengah sembilan malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam sudah hampir menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Tapi aku masih berada di lobby karena menunggu hujan yang tak kunjung reda.

Aku tidak mau nekat pulang dengan mengendarai Pingblek. Dengan hujan yang sederas ini, aku pasti akan tetap basah kuyup walaupun menggunakan jas hujan.

Harusnya tadi aku pulang dulu ke rumah lalu ke sini menggunakan ojek online. Jadi setelah acara selesai, aku bisa balik ke rumah dengan menggunakan ojek online atau minta jemput Kak Arlan. Itu juga kalau Kak Arlan sudah pulang dari prakteknya.

"Oi, Nirmala" panggil Galen lalu berdiri di sampingku. "Mau ke parkiran bareng? Aku ada payung nih"

"Duluan saja. Aku menunggu hujan reda karena naik motor" tolakku dengan berat hati.

Duh, sayang banget. Padahal kalau dipikir-pikir, kapan lagi bisa sepayung berdua sama Galen? Ini bisa jadi momen yang romantis banget.

"Oh gitu? Padahal aku sudah sengaja pinjam dua payung di dalam" balasnya terdengar kecewa.

Aku melirik dua payung yang memenuhi kedua tangannya menggunakan kedua ujung mataku. Benar. Kali ini aku yang salah. Bisa-bisanya aku berpikir akan sepayung berdua dengan Galen? Ingat. Tidak pernah ada kata romantis di dalam kamus Galen. Jangan ngada-ngada deh kamu, La.

"Ya sudah, kalau gitu aku menemani kamu di sini deh" lanjutnya kemudian.

Aku refleks menunduk karena tidak bisa menahan senyumku. Nggak perlu sepayung berdua dengan Galen untuk membuatku merasa senang. Bisa berdua seperti ini saja sudah cukup berarti bagiku. Hehe. Mana momennya pas banget sedang hujan dingin romantis gini.

Eh, berdua? Ngomong-ngomong Lisa ke mana ya? Kan nggak lucu kalau dia tiba-tiba muncul dan merusak momen romantisku dengan Galen.

"Gal, si Lisa ke mana ya?" tanyaku kemudian.

"Oh, Lisa? Dia langsung balik pas kamu sedang ganti baju. Katanya perutnya sakit, tapi dia nggak mau pakai toilet umum"

"Oh.." aku mengangguk.

Aku jadi ingat dengan ucapan Galen saat di video call waktu itu, mengenai Lisa yang persis seperti burung karena mudah mengeluarkan apa yang telah Ia makan.

"Ngomong-ngomong, Gal.." aku mencoba memulai percakapan. "Semalam kamu kan telepon Lisa, ya? Tapi maaf banget, sebenarnya saat itu yang mengangkat teleponnya adalah aku"

"Oh"

'Oh' saja nih, Gal?

"Berarti kamu tau dong tentang aku yang kasih soal ke kamu melalui Lisa?" oh, ternyata masih ada kelanjutannya.

Aku mengangguk malu-malu. Harapanku sih, setelah ini Galen akan mengatakan alasan-alasan manis mengenai maksudnya memberikanku soal-soal itu. Apakah karena dia ingin aku sukses? Apakah karena dia ingin menjadi pahlawanku? Atau karena dia sebenarnya menyukaiku?

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang