10. Me Either.

135 51 14
                                    

Nirmala.

Setelah berpikir cukup lama, aku nggak paham kenapa aku bisa merasa insecure kepada Galen hanya karena Ia berbakat di bidang seni dan olahraga serta lebih kaya daripadaku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah berpikir cukup lama, aku nggak paham kenapa aku bisa merasa insecure kepada Galen hanya karena Ia berbakat di bidang seni dan olahraga serta lebih kaya daripadaku?

Dia kan manusia juga. Dia punya beberapa kekurangan, salah satunya ya otaknya yang tumpul itu. Dia ditakdirkan menjadi olahragawan, seniman, berwajah tampan, dan kaya raya karena dia tidak pintar. Bukankah dulu Ia berada di kelas terburuk di angkatan?

Aku membuka laci meja kerjaku dan mencari notes baru di sana. Baru-baru ini aku memang sengaja membeli tiga buah notes kecil melalui situs online secara cuma-cuma untuk menjadikannya buku catatan mengenai anak murid atau deadline pekerjaanku.

Dan sekarang aku mengambil salah satu notes tersebut. Aku akan menggunakan notes ini untuk melist kekurangan-kekurangan yang ada di diri Galen. Dengan begitu aku nggak perlu merasa terbebani karena kelebihan-kelebihan Galen.

Oke, aku akan mulai menulis beberapa kekurangan di diri Galen yang sudah ku ketahui.

Pertama, Galen bodoh. Kedua, Galen idiot. Ketiga, Galen tidak taat peraturan. Keempat, Galen tidak peka. Oh, benar-benar! Poin keempat ini adalah kekurangan dari dirinya yang sangat fatal. Aku harus menandai poin keempat ini dengan bulpen merah.

Aku semakin semangat menulis hal-hal buruk tentang Galen. Aku tidak menyangka ini sangat menyenangkan!

Aku tersenyum puas. Lihat saja. Aku nggak akan merasa segan lagi sama kamu, Gal.

Eh, segan?

Ngomong-ngomong soal segan, jadi keinget pembicaraanku dan Galen saat di kantin dulu.

Hal itu lantas membuatku menghentikan tulisanku pada notes kecil berwarna hijau itu. Benar, Galen benci disegani.

Dan aku nggak nyangka bahwa apa yang dia takutkan terjadi padaku. Dia benar-benar sudah memperkirakan bahwa hal seperti ini akan terjadi. Atau mungkin sebelumnya dia pernah mengalami hal semacam ini makanya dia tidak ingin terulang lagi?

Beberapa hari ini aku terlalu takut bertemu Galen sampai akhirnya benar-benar tidak melihatnya sedikitpun. Sepertinya, aku harus mulai memperbaiki hubunganku dengannya lagi.

***

Penulis.

"Yon" panggil Galen sambil mengarahkan kamera ke arah Pak Dion.

Tak lama kemudian, kilat putih terlihat dari dalam ruang guru di lantai 2 itu.

Tak lama kemudian, kilat putih terlihat dari dalam ruang guru di lantai 2 itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngapain sih Gal" protes Pak Raden tanpa menoleh sedikitpun ke arah Galen. Mata dan tangannya tetap fokus pada buku tulis yang berisi tugas murid-muridnya.

"Biasa, Pak. Pamer kamera baru kali, namanya juga bocah" sahut Pak Dion yang dibalas juluran lidah oleh Galen. Iri bilang bos!

"Halah.. Biar dikata bocah, kamu aja sering dikerjain sama dia" balas Pak Raden yang membuat Galen tertawa.

"Saya hanya ngalah, Pak. Percaya deh" jawab Pak Dion tidak terima.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terketuk. Tampak Nirmala berdiri di depan pintu dengan sebuket bunga di tangannya.

"Permisi. Mau ketemu Pak Galen" ucap Nirmala sopan seraya menunduk sekali.

"Tuh bocahnya lagi fotoin lalat" sahut Pak Dion sambil menunjuk Galen yang membelakangi mereka dengan dagunya.

Nirmala terlihat mengerutkan kening begitu mendengar jawaban Pak Dion. Begitu Ia mengetahui apa yang Pak Dion katakan bukan suatu kebohongan, berbagai macam ledekan langsung terlintas di dalam kepala mungilnya. Apaan sih Galen? Nggak jelas banget.

Galen membalikkan badannya dan menghampiri Nirmala dengan ceria.

Pak Dion dan Pak Raden yang melihat proses penyerahan bunga dari Nirmala kepada Galen langsung refleks menggeser posisi duduk mereka agar bisa berdekatan. Dengan begitu, mereka bisa lebih lancar saat gibah.

"Jadian?" bisik Pak Raden tanpa melepas arah matanya kepada dua sejoli yang sedang mengobrol itu. Ia lalu membetulkan posisi kacamatanya yang sudah hampir berada di pangkal hidung karena kelamaan menunduk saat mengoreksi tugas.

"Entahlah, Pak. Tapi memang dari awal mereka sudah cukup dekat. Katanya sih teman sekolah" jawab Pak Dion, ikut berbisik.

Pak Raden mengangguk paham.

"Tapi kaget juga sih kalau lihat Bu Lala yang agresif kayak gini" ternyata obrolan Pak Dion masih berlanjut.

"Setuju setuju, nggak mungkin itu bunga dari Bu Lala. Paling itu bunga dari fansnya. Lihat saja bunganya nanti juga dibuang seperti hadiah-hadiah sebelumnya"

"Betul, Pak. Kita sepemikiran ternyata"

Tidak heran jika Pak Raden dan Pak Dion berpikir hal serupa mengingat Nirmala cukup berbeda dengan beberapa guru wanita di sekolah tersebut -- Dia sama sekali tidak pernah mengganggu ketenangan mereka berdua dengan menyanjung atau menanyakan pertanyaan mengenai Galen. Yang ada, malah Galen yang senang menggoda Nirmala dan Nirmala yang terlihat kesal karena ulahnya.

Begitu terdengar ucapan terima kasih sebagai penutup pembicaraan yang Galen lontarkan kepada Nirmala, Pak Raden dan Pak Dion langsung buru-buru memperbaiki posisi duduknya agar tidak ketahuan.

Pak Dion dan Pak Raden kompak mengamati gerak-gerik Galen dari depan pintu hingga duduk di bangkunya. Terpantau Galen membawa bunga tersebut sambil tersenyum lalu meletakkannya di atas meja. Ia bahkan terdengar bergumam, "Beli vas bunga di tokped ah"

Melihat respon tak biasa ini, mereka saling bertatapan penuh arti. Sejak kapan adik bontotnya ini menaruh rasa pada salah satu guru di sini? Dan yang lebih mencengangkan, sejak kapan Nirmala mau sama Galen? Bukannya mereka lebih banyak berantemnya?

Setelah kode-kodean dengan Pak Raden melalui gerakan mata, akhirnya Pak Dion menembak Galen dengan pertanyaan nggak pentingnya, "Gal. Kok nggak dibuang bunganya?"

Galen terlihat terkejut dengan pertanyaan tersebut. "Kenapa dibuang?" tanyanya balik sambil menghirup aroma dari bunga tersebut.

"Itu dari fans kamu, kan? Biasanya kamu suka buang gitu aja hadiah dari fans kayak murid atau siapa gitu"

Galen masih menunjukkan wajah 'sok' terkejutnya. "Sejak kapan saya sejahat itu? Saya akan berusaha jadi sosok lebih baik lagi kedepannya"

Pak Dion mendengus kesal.

Gini nih, ciri-ciri kalo Galen nggak mau dikepoin lebih lanjut. Ditanya apa, jawabnya apa.

Tapi melihat tingkah Galen yang kayak gini, membuat Pak Dion 99% yakin kalau memang ada sesuatu antara Nirmala dan Galen.

Asik. Berita heboh, nih.

Tiba-tiba Pak Dion merasa kursinya ditendang-tendang dari samping. Siapa lagi kalau bukan ulah Pak Raden.

Pak Raden lalu membuka mulutnya, mendikte sesuatu tanpa suara kepada Pak Dion. Dan hebatnya hal itu bisa ditangkapnya dengan baik.

Intinya Pak Raden mengancam Pak Dion untuk tidak menyebar gosip apapun mengenai Galen dan Nirmala, terlebih itu semua belum tentu benar. Jika Pak Dion melanggar, Ia akan mengikat Pak Dion di tiang bendera pada siang bolong.

Pak Raden melakukan ini karena tidak suka keributan, sementara dia tau benar sosok di sampingnya ini sangat menyukai kericuhan.

Pak Dion menghela napas berat. Gagal deh membuat berita heboh di sekolah ini.

Things That We Didn't Say [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang