Malam yang indah. Bintang bertaburan dimana-mana. Memancarkan kelap-kelip yang indah. Ditemani bulan bulat yang terang benderang mereka saling melengkapi untuk mengisi angkasa yang luas.
Dia, seorang perempuan berambut panjang dengan raut datar seperti biasa, tanpa adanya senyum terkecuali dengan orang-orang tertentu. Dia, duduk di bangku taman belakang rumah. Matanya tidak lepas memandang bulan dengan bintang yang ia yakini sedang sangat senang karna cahayanya yang menawan.
Beberapa detik kemudian. Pikirannya menangkap ke satu masalalunya yang amat pedih. Dimana ia harus hidup dengan orang tua yang pilikasih, bahkan tidak menganggapnya ada. Dan berapa marahnya ia ketika bayangan itu selalu muncul begitu saja.
Dia, Tissa adik dari Nannova. Orang yang selama ini ia bully akibat rasa irinya yang mengebu-gebu. Ada rasa penyesalan dalam dirinya kenapa harus terlahir sebagai anak pertama. Ternyata memang benar anak pertama selalu dituntut untuk mandiri. Sedangkan anak terakhir selalu dianggap anak kecil.
"Halo ...."
" .... "
"Kesini sekarang, Tissa butuh Abang," ucap Tissa setengah menangis, suaranya terisak.
Rasa sesak semakin menyiksanya. Tidak ada yang bisa menolongnya kecuali abangnya ketika ia sedang depresi seperti ini.
Benar saja setelah beberapa menit kemudian datang seorang pria yang cukup tampan menghampiri Tissa. Lokasi kamar Tissa yang berada di belakang rumah memudahkannya untuk bertemu dengan abangnya di luar kamar, taman contohnya. Tidak! Bukan abang kandung melainkan, pria yang menolongnya di disungai saat ia melakukan hal nekad dengan bunuh diri.
"Abang!!" teriaknya langsung menghambur kepelukan abangnya.
"Abang disini, Dek."
"Kamu kenapa hmm? Nova berulah lagi? Atau dia buat kamu cemburu?"
Tissa semakin terisak mendengar pertanyaan abangnya.
"Tissa iri Bang sama dia."
"Udah gak boleh nangis. Disini masih ada Abang yang sayang sama Tissa, oke?"
Cowok dengan perawakan tampan tersebut meremas celana erat, menyalurkan kemarahannya terhadap Nova yang berani-beraninya membuat adik kesayangannya menangis. Percayalah ia paling tidak suka melihat adiknya menangis. Pernah saat itu Tissa memutuskan pacarnya karna selingkuh, tapi pacarnya tidak mau putus dan malah memukul Tissa, hingga Tissa menangis, mengetahui hal tersebut ia sangat marah bahkan ia menghabisi orang yang itu dengan alasan tidak suka adiknya menangis.
Tissa lalu bersandar di bidang miring abangnya. Menangis dan terus menangis hingga ia lega. Jauh dari situ tepatnya dikamar Nova, ia sedang duduk di jendela menatap Tissa dengan Mikael abangnya. Timbul rasa iri dihati Nova, dalam lubuk hati terdalam ia sangat ingin memiliki seorang abang, seperti Tissa.
Entahlah dari mana Tissa menemukan Anggi, tapi itu sungguh membuat Nova iri. Padahal sesungguhnya Tissa juga iri kepadanya karna orang tuanya sangat menyayanginya.
"Aku juga mau kayak Tissa," ucap Nova dalam hatinya. Berfikir siapa orang yang mau menyayanginya seperti Anggi yang sangat menyayangi Tissa.
"Malam yang indah, tapi sayang sepi," ucapnya Masih memandang Tissa yang masih berada dalam pelukan Mikael.
"Mereka kayak lagi pacaran anjim! Ooh iya ini kan malam minggu!" Nova dengan tingkah konyolnya menepuk jidatnya sendiri. Lalu kembali menatap bintang, bulan, dan Tissa lagi.
"Dor!"
"Anjir!" kaget Nova mengucapkan kata-kata kasar dengan reflek.
"Mommy!" panggil seseorang
ber-hoody hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanno(va)
RandomNova, perempuan bernetra coklat abu-abu yang menyimpan sejuta lara dalam hidup. Pendiam dan misterius itu kepribadiannya. Kehadirannya yang dianggap bencana layaknya kedatangan Nanno dalam serial Thailand 'Girl From Nowhere' menjadikan hidupnya pen...