Part 40 : ~

62 11 2
                                    

"Tissa ikut Mama, dari balita dari bayi dia anak broken home, bisa dibilang dia anak haram. Dia selalu disiksa padahal masih kecil banget. Papanya make narkoba tapi kehabisan uang dan mau ngejual Tissa." Nini mulai bercerita secara seriuss.

Dira? Jangan tanyakan ia semakin antusias mendengarkan jalan cerita hidup Tissa dari kecil, cukup memilukan hidup Tissa benar-benar tidak enak sama sekali sedari kecil ia selalu terkena masalah.

Tissa? Wajahnya membeku mendengarkan ucapan Nini, matanya mulai memanas, tangannya bergetar, ingin sekali ia menangis memberontak, kenapa hidupnya serumit ini? Sungguh dunia tidak adil untuknya.

"Karna kasihan tetangganya membeli Tissa agar Tissa terbebas dari ayahnya yang kejam. Tapi tetangganya gak bisa ngurusin Tissa, dan kebetulan gak ada panti asuhan di daerah sana. Jadi Tissa dititipin sama Mama," jelas Nini lagi.

"Terus Mama kok mau sih ngurus dia? Ibunya kan udh bunuh Kak Rizky?"

"Gak ada pilihan lain, Mama juga males ngurusin dia, jijik banget! Tapi cuman cara ini Mama bisa balas dendam."

Dira tidak menyangka bahwa Mama Nova teryata juga kejam, ralat bukan kejam lebih tepatnya pendendam.

Tissa yang berada di belakang menangis dalam diam, menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Sungguh ia masih ingin mendengarkan penjelasan-penjelasan Nini.

"Jujur kalian memang seumuran, makanya kalian sekolah satu angkatan."

Papa Nova hanya diam menyimak, membiarkan istrinya menceritakan kejadian yang sesungguhnya, Nova sudah besar untuk mengetahui hal ini.

"Berarti dulu kami kecil sering main bareng dong, Ma?"

"Iya kalian sering main bereng, padahal belum bisa ngomong, kalian masih kecil banget, jujur Mama gak ngizinin kamu main sama dia, tapi kamu selalu nangis kalo gak ada dia."

Tissa tersenyum kecut mendengarkan itu, air matanya tidak berhenti turun. No problem Tissa kuat kok. Sudah biasa baginya merasakan hal ini. Sedari kecil ia selalu merasakan ini, penganiayaan contohnya ya walaupun tidak begitu kejam tapi cukup membuat Tissa sesak.

"Dan satu lagi, dulu waktu kalian kecil mirip banget, orang ngira kalian kembar sangking miripnya, terkadang Mama bingung kamu yang mana."

"Iiss, Mama masa sama anaknya gak kenal!" cemberut Nova ralat Dira maksudnya.

"Kan Mama bilang kalian waktu kecil Mirip, teryata besarnya ya Allah beda jauh, cantikan kamu."

Dira nyengir mendengarkan pengakuan Nini sedangakan Tissa meremas roknya gemas, karna sebenarnya Tissa lebih cantik dari Nova, bukan kepedean tapi ya emang itu yang Tissa dapatkan dari komentar orang-orang. Dan memang benar Tissa jauh lebih cantik dari Nova. Nova terkenal tomboy dengan tatapannya yang menyeramkan.

"Tahan Tissa, lo kuat hadapin ini, ada saatnya lo balasin dendam lo." Tissa mencoba menyemangati dirinya dengan cara yang salah.

"Terus ini no HP siapa Mah?" tanya Nova yang memegang selembar kertas dari kotak yang dibawa oleh Nini tadi.

"Ini nomor ...." Nini tidak yakin ingin mengucapkan hal itu.

"No siapa Ma?" Dira mendesak Nini agar mengatakan yang sebenarnya.

"Ini nomornya Mama Tissa, dan yang ngasih kotak ini tetangga Tissa yang beli dia. Mama gak tau nomornya masih aktif atau engga soalnya udah sekitar lima belas tahun dari dia bayi."

"Kok Mama gak nelpon orang tuanya sih? Kan enak gak ada dia disini?"

Kedua orang tua Nova serta Tissa  kaget mendengarkan ucapkan Nova, karena sebelumnya ia tidak pernah memperdulikan Tissa tapi sekarang Nova tampak bermusuhan dengan Tissa, dan lebih terlihat membenci Tissa, hal tersebutlah yang membuat ketiga orang di sana menjadi kaget serta tidak percaya.

Jujur saja Nini selaku ibunya tidak mengetahui bahwa Nova memiliki kepribadian ganda, yah walaupun pada saat itu Nini ikut mengantarkan Nova ke psikiater tapi ia sama dengan Tissa tidak mengetahui apa itu kepribadian ganda dan membuat Alvaro adalah orang satu-satunya yang mengetahui bahwa Nova memiliki kepribadian ganda setelah itu juga diketahui oleh Niken dan Aira saja.

Tissa adalah orang paling kaget diantara keduanya, di mana ya mengetahui Nova adalah orang yang tidak berani melawan, bahkan hanya bisa diam saat ia di bully tapi ternyata Nova sangat membenci dirinya, ya itulah yang Tissa tahu.

Tidak ada yang  perlu kalian dikagetkan untuk kalian karena itu bukanlah Nova, dia Dira jadi jelas sifatnya sangat berbeda. Jika Nova hanya diam dan tidak memperdulikan Tissa yang sangat dibenci oleh keluarganya, tapi beda dengan Dira yang  entah kenapa membenci Tissa. Entah benci atau hanya mencari sensasi saja kepada Nini.

"Mama gak nelpon tuh nomor, karna belum puas liat Tissa menderita," jawab Nini, yang sifatnya mulai bisa dibaca oleh Dira.

"Ma coba Mama telepon, mungkin ini udah saatnya Tissa pergi dari rumah kita, dia kan cuman nyampah disini!"

Dira benar-benar berucap yang tidak seharusnya ia ucapkan karna ucapan itu bukan kretria Nova, Nova lebih banyak diam dari pada bertanya ini itu seperti Dira yang bisa dibilang sok asik.

Tissa bingung dengan dirinya sendiri, ia harus senang atau sedih? Senang karena terbebas dari keluarga yang sangat membencinya, dan sedih karena ucapannya dilontarkan oleh Dira. Ia sungguh tidak menyangka bahwa Nova sangat membencinya padahal yang ia tahu Nova adalah orang yang pendiam.

"Tapi ...."

"Ayo Ma, telepon Nova mau liat orang yang udah bunuh Kak Rizky," bujuk Dira yang enah soal tujuannya.

"Mama gak yakin," jawab Nini melirik ke arah suaminya.

Sedangkan Dira sama sekali tidak memperdulikan jawaban Mamanya, ia malah berdiri dan mengambil hpnya lalu mencatat nomor yang ada di kertas tersebut. Nini terkejut dengan tindakan anaknya yang terkesan barbar padahal yang ia ketahui anaknya memiliki sifat yang santai dan kalem.

'Dreettt!"

0821********
Berdering

______

Bersambung.

Nanno(va) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang