'Dreettt!"0821********
Berdering
Keempat orang di sana sangat deg-degan menunggu hasil dari Dira yang menelpon nomor tersebut. Nomor yang diyakini adalah nomor orang tua Tissa.Tissa hanya pasrah apapun hasilnya, jujur ya sangat kecewa dengan orang tua kandungan mengapa tega menjualnya dan akhirnya menitipkan ia kepada orang yang sangat membencinya. Sungguh ia merasa tidak ada yang menyayanginya di dunia ini, hanya Tety dan Beby lah yang ia punya saat ini.
Maaf nomor yang Anda tujuh sedang sibuk coba hubungi beberapa saat lagi.
Suara operator berbunyi dan menegangkan empat orang yang ada di sana, kaget tentunya karena ternyata nomor tersebut masih aktif hanya saja nomor tersebut sedang menelpon ke panggilan lain.
Tissa semakin tegang apakah ia segera bertemu dengan orang tua kandungnya dan meninggalkan kehidupan lamanya. Tapi apakah orang tua kandungnya masih mengharapkannya? Yah itulah yang dipikirkan oleh Tissa. Sedangkan saat ia kecil saja dibuang apalagi saat ini mungkin
ia juga tidak dibutuhkan sama sekali. Tentunya hal itu membuat ia sangat sedih, ia sama-sama tidak diinginkan baik dari keluarga angkat maupun keluarga kandungnya."Halo," sapa seseorang di balik telepon tersebut.
Dira kebingungan sendiri bingung ingin menjawab apa, ia panik dan menyerahkan hpnya kepada Nini, sedangkan Nini juga sama bingungnya, Nini bahkan hanya diam saja saat Dira di balik telepon terus memanggil.
Dira memberikan kode dengan berbicara tanpa suara ke Nini, untuk mengucapakan sesuatu di telepon, tapi Nini bingung ingin mengucapkan apa.
Tissa dibelakang ngeram sendiri kepada keluarga angkatanya itu, bagaimana mereka hanya diam saat suara dibalik telepon terus berbicara.
"Halo."
"Halo, ini siapa yah?"
"Halo ada orang disana?"
"Saya tutup ya teleponnya."
"Iya, Halo Tan, maaf Tanya ini Mama aku mau bicara," jawab Dira walupun ia panik tapi ia sama sekali tidak menyia-yiakan waktu.
"Ini siapa yah? Mau bicara apa?"
"Ada hal penting ya mau dibicarakan Tan," jawab Dira lagi.
"Hah?"
"Ini mengenai anak Tante yang hilang lima belas tahun silam!" tegas Dira.
Seseorang dibalik telpon terkejut bukan main mendengar kata anak tante, apa mungkin anaknya masih hidup? Tak menunggu waktu lama orang yang diyakini adalah ibu Tissa seketika mematikan sambungan teleponnya.
Entah tidak mau menerima Tissa lagi atau apa. Dira menajdi kesal sendiri karna panggilan telepon di putuskan secara sepihak. Belum sempat ia memutuskan untuk membahas mengenai Tissa tapi sialnya sambungan sudah terputus.
Tissa kembali menangis, sungguh tidak ada yang menyayanginya didunia ini. Ibu kandungnya bahkan langsung mematikan sambungan telepon setelah mendengar kabar anaknya, sehingga itu kah Tissa?
"Iiih kok dimatiin sih!" kesal Dira.
"Mungkin dia gak mau ngurus Tissa! Dia kan anak haram!" balas Nini yang entah kenapa jadi terbuka kepada Nova.
Deg!
Tissa kembali mendengar kata yang menyakitkan, sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak menjerit, marah terhadap hidupnya yang sangat tidak menyenangkan ini.***
Pagi yang indah tapi sayang tidak seindah hidup Tissa yang penuh dengan kegelapan, entah apa salah dia hingga Tuhan menghukumnya sampai seberat ini.
Sekolah? Rasanya Tissa enggan meninggalkan kamarnya, toh siapa peduli jika ia tidak pergi sekolah? Keluarganya sama sekali tidak akan peduli dengan dirinya.
Jujur kejadian semalam masih terbayang-bayang. Mengingat-ingat hal itu, perlahan cairan bening mulai menggumpal di pelupuk mata Tissa, ia tak kuasa mengingat kejadian semalam. Jujur ia tidak ingin mengingat hal itu tapi itu selalu muncul tanpa diundang.
"AAARRGGGGHHH!"
"GUE BENCI HIDUP GUE!"
"GUE BENCI KELUARGA GUE!
"GUE BENCI DIRI GUE SENDIRI!
"GUE BENCI TAKDIR GUE!
"GUE BENCI! BENCI! BENCI!
"Gue mau mati aja," lirih Tissa kali ini tidak berteriak.
"Tuhan jemput Tissa sekarang," pinta Tissa terisak.
Bukan hal mudah untuknya menjalani kehidupan yang pahit ini. Dunia tidak adil untuknya, dunia terlalu kejam untuknya, dunia seakan tidak peduli dengan penderitaannya. Ia terlalu lemah untuk mengahadapi dunia yang munafik ini.
Cukup! Sudah cukup Tissa menderita, selama ini ia selalu menutupi kesedihannya dengan sersenyum. Hal yang membuatnya sangat membenci Nova. Memanfaatkan keadaan, Tissa mulai membully dan memfitnah Nova dengan maksud membalaskan dendamnya.
Mulai dari dulu ia tidak mempunyai rasa kasihan terhadap Nova yang ada hanyalah dendam, dendam, dan dendam, hanya dendam lah yang ada untuk Nova.
"GUE BENCI LO NOVA!"
"GUE PASTIIN LO BAKAL NGERASAIN APA YANG GUE RASAIN!"
"GUE GAK PEDULI DENGAN RESIKO YANG GUE DAPET! GUE TETAP BALASIN DENDAM GUE KE ELO! GUE RELA MATI ASALKAN DENDAM GUE TERBALASKAN!"
"DAN GUE BERJANJI GUA GAK AKAN MATI SEBELUM BALASIN DENDAM GUE!"
"BERSIAPLAH! GUE GAK AKAN TINGGAL DIAM!"
Tissa mulai tersenyum sinis, ia yakin bisa membalas dendamnya kepada Nova seseorang yang entah kenapa sangat ia benci, seseorang yang membuat ia iri. Seseorang yang sudah merampas Alvaro darinya.
Sekarang ia sudah tidak peduli lagi dengan hidupnya, tujuannya bukan lagi menjadi kaya, cantik, disayang keluarga dan lain-lwin sekarang hanya satu tujuan hidupnya, yaitu membalaskan dendam terhadap Nova.
"MEMBALASKAN DENDAM ADALAH TUJUAN HIDUP GUE SEKARANG!" senyum Tissa tidak lagi menangis.
"GUE PASTIIN LO BAKAL MATI DI TENGAN GUE!"
Tissa benar-benar sudah menggila, bak zombi dengan penampilan yang acak-acakan ia berbicara sendiri, tak ada yang ia takuti lagi. Muslim detik ini Tissa berubah demi membalaskan dendamnya.
__
~Jadilah jahat ketika kamu tak lagi dihargai!~
_Tissa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanno(va)
RandomNova, perempuan bernetra coklat abu-abu yang menyimpan sejuta lara dalam hidup. Pendiam dan misterius itu kepribadiannya. Kehadirannya yang dianggap bencana layaknya kedatangan Nanno dalam serial Thailand 'Girl From Nowhere' menjadikan hidupnya pen...