Laras memundurkan tubuhnya ke dinding, rasa cemas berhasil membuat ia kehilangan akal sehat detik itu juga.
"Aku bisa bunuh siapapun yang berani menyakiti Alano."
Tak ada jawaban, Antonio hanya menghela napas panjang sambil berkali-kali melihat ke dalam ruang Alano di periksa.
"Mas, Alano memang anak kamu tapi dia hidup aku."
Antonio hanya diam membatu, membiarkan Laras mengeluarkan seluruh keluh kesah yang dirasakan. Mata Antonio memanas, tidak ada orang tua yang bisa melihat anaknya sakit.
Pria berjas putih keluar setelah memeriksa Alano, Dokter itu tersenyum kecil ke arah Antonio yang sedari tadi berdiri di dekat pintu.
"Gimana keadaan anak saya, Dok?"
"Pasien baik-baik saja, dia cuman kelelahan."
"Syukurlah." Laras mengelus dada berkali-kali, berusaha menetralkan detak jantungnya.
"Saya sarankan sebaiknya pasien dirawat sampai besok, kita akan periksa perkembangannya. Kalau membaik, pasien bisa pulang secepatnya," jelas Dokter berhasil membuat kecemasan dari hati Antonio dan Laras hilang seketika.
"Sekarang keadaan Alano gimana?" tanya Laras menghapus bercak air mata yang masih tersisa di pipi.
"Pasien sudah sadar, Bapak dan Ibu bisa menemuinya. Saya permisi dulu."
"Terima kasih, Dok."
Laras menatap sinis ke arah Antonio sebelum akhirnya masuk menemui Alano terlebih dahulu.
"Hei," sapa Laras lembut. Perlahan mata Alano terbuka, bibirnya tersenyum kecil walaupun wajah tampan itu kini pucat pasi.
"Gimana sayang?" Laras duduk di kursi sembari mengelus lembut tangan Alano.
"Aku nggakpapa," ujar Alano ingin bangkit.
Laras menarik bantal Alano sedikit lebih tinggi agar keponakannya itu bisa duduk sembari bersandar.
"Seriusan?"
Alano mengganguk sembari bangkit dari tidurnya untuk duduk. "Iya, Tante nangis ya?"
Laras mengangkat tangannya ke udara lalu mendarat mulus di lengan keponakannya.
"Tante." Alano menatap wajah Laras tak percaya, di kondisi seperti ini wanita itu masih sempat memukul lengannya.
"Dasar anak nakal, kamu bikin Tante hampir jantungan tau nggak!" maki Laras memukul lengan Alano.
"Yah jangan dipukul juga, Tan," keluh Alano.
"Lagian siapa suruh tadi pake acara pingsan segala? Kamu tuh bikin orang panik banget tau nggak!"
"Yah maaf," cengir Alano tak berdosa.
"Denger ya Alano, Tante nggak suka kalau kamu bikin panik kayak gini. Makanya kamu itu istirahat yang cukup, kalau perlu Tante bakalan jagain kamu jadi kejadian kayak gini nggak terulang lagi," cerca Laras habis-habisan.
Alano menatap Laras yang sedari tadi terus saja mengomel tidak jelas. Ada rasa pedih sekaligus haru menghampiri. "Aku nggak punya Mama, tapi aku punya Tante. Dan itu sudah lebih dari cukup."
"Dibilangin malah diem. Kamu denger Tante nggak sih? Alano!"
"Aku denger, Tante ku sayang."
Senyum dibibir Alano sirna, tangannya kini justru sibuk menyentuh perut yang mulai terasa sakit.
"Al...." Ucapan Laras terhenti, wajah yang tadinya marah kini berubah menjadi khawatir.
"Kamu kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...