28

393 41 18
                                    

Laras terus menatap dingin wanita yang duduk dihadapannya, mereka kini berada di rooftop Rumah sakit tempat Aleta bekerja. Hembusan angin terasa sangat menyejukkan walaupun saat ini situasi yang tengah terjadi malah sebaliknya.

"Kenapa?" tanya Aleta buka suara, ia sedikit risih melihat tatapan Laras.

"Apa kabar?" tanya Laras basa-basi.

"Langsung ke intinya aja," ujar Aleta berdiri sama tinggi dengan Laras.

Laras melipat kedua tangannya didepan dada sambil melihat Aleta dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Pasti hidup kamu bahagia banget ya?" ujar Laras melihat Aleta terlihat hidup dengan nyaman.

"Aku harus panggil apa?" Laras mulai memutari tubuh Aleta sambil berpikir sejenak.

"Dokter?"

"Mantan sahabat?"

"Atau-"

Laras berhenti tepat dihadapan Aleta lalu mencondongkan tubuhnya ke depan. "Mantan kakak ipar?"

"Kamu mau apa?"

Laras memutar bola matanya jengah lalu duduk di atas lantai yang sedikit lebih tinggi tepat dibelakang Aleta, berusaha menimang-nimang kalimat yang akan ia ucapkan.

"Dokter Aleta. Tugas seorang Dokter adalah mengobati orang banyak. Tapi aku masih punya satu pertanyaan."

Seketika tatapan Laras berubah menjadi datar ke arah Aleta. "Apakah Dokter Aleta bisa menyembuhkan sakit yang di alami anaknya sendiri?"

Hati Aleta seketika remuk, ia lantas berbalik ke arah Laras dengan tatapan tak percaya. "Alano sakit apa?"

"Jadi kamu sudah tau namanya."

"Laras, Alano sakit apa?" ulang Aleta.

"Nggak tau sih, sakit hati mungkin."

Aleta tertegun sejenak sedangkan Laras hanya menunjukkan senyum miring.

"Sakit bukan cuman soal fisik, Aleta," tekan Laras kembali berdiri.

Jemari Laras mulai memilin dan memutus benang yang keluar dikerah Aleta.

"Ngomong-ngomong. Gimana kabar anak itu?"

"Siapa?" tanya Aleta ambigu.

Laras menaikan sebelah alisnya. "Anak yang kamu bawa dulu."

"Dia baik," jawab Aleta.

Laras berdecak pelan merasa sedikit kecewa. "Tentu saja baik, dia dibesarkan di keluarga yang lengkap."

Jemari Laras beralih ke wajah Aleta lalu mencengkeram wajah wanita itu kasar. "Aleta. Apa wanita seperti dirimu masih pantas dipanggil ibu?"

Aleta menarik tangan Laras dari wajahnya lalu mencengkeram tangan Laras kuat. "Kamu juga seorang Ibu. Dan ibu macam apa kamu? Yang bahkan tidak mengerti penderitaan Ibu lain?"

"Penderitaan?" monolog Laras sedikit terkekeh. Ia lantas menoleh ke arah Aleta sembari tersenyum pilu. "Kamu nggak tau ya?"

"Oh iya, kamu kan pergi," sindir Laras menatap mata Aleta dalam.

"Sehari setelah Alano lahir, aku juga melahirkan," jelas Laras mengingat kalau dirinya dan Aleta sama-sama hamil waktu itu.

"Tapi sayangnya bayiku meninggal karena lahir prematur." Tangan Aleta merenggang, dirinya merasa bersalah karena tanpa sengaja membuat Laras mengingat masa lalu.

"Di hari kamu pergi. Mas Toni datang membawa seorang bayi."

Laras menatap kedua tangannya sambil sedikit tersenyum. "Dia meletakkan bayi itu ditanganku, bayi mungil yang bahkan tidak pernah kamu beri nama," tekan Laras memberi luka.

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang