Antonio memandang bangunan di hadapannya, hari ini ia menjadi tamu istimewa di SMA Andala. Sebuah penampilan di persembahkan untuk kedatangannya, Pria itu sesekali tersenyum walaupun sebenarnya dia sedang mencari seseorang.
"Silahkan duduk, Pak," ajak Utomo selaku kepala sekolah. Mereka kini duduk menghadap panggung, dibelakangnya ada banyak siswa serta wali murid yang sedang menikmati acara hari ini.
"Dimana Alano?" pikir Antonio menelisik sekitarnya. Banyak sekali siswa lalulalang, keadaan sekitar terlihat sangat sibuk.
"Anesha," panggil Sri membuat Antonio menoleh ke arah gadis yang sedang berjalan mendekat. Tatapan mereka bertemu sejenak, tapi Nara membalasnya sekilas dan terkesan dingin.
Nara mendekat ke arah Sri yang tak lain adalah guru kesenian. Wanita itu berbisik memberi arahan untuk murid bimbingannya itu.
"Paham?"
"Iya, Buk," angguk Nara melirik Antonio sekilas.
"Saya permisi dulu mau siap-siap," ucap Nara diangguki Sri. Nara berjalan ke belakang panggung untuk mempersiapkan diri.
"Maaf, saya permisi sebentar," ucap Antonio kepada Utomo yang duduk disampingnya.
"Oh iya, silahkan Pak."
Antonio langsung berdiri lalu mengikuti Nara ke belakang panggung. Aleta yang sedari tadi memperhatikan ikut berdiri sambil memperhatikan gerak-gerik Antonio.
"Anesha."
Seluruh siswa yang ada dibelakang panggung dibuat terkejut dengan kedatangan Antonio.
Nara berdecak pelan, menaruh kembali gitar ditangannya lalu berbalik menatap Antonio malas. "Apa?"
"Saya perlu bicara sama kamu."
"Formal amat sama anak SMA," ketus Nara merasa risih dengan kehadiran Antonio. "Saya lagi sibuk, nanti aja."
"Nesa, Saya serius."
"Saya juga serius," tegas Nara dibalik hiruk pikuknya acara.
"Lagian, saya juga nggak tertarik ngomong sama orang berhati batu kayak anda. Udah ya, mending anda pergi aja," tukas Nara membuat semua orang yang ada disana terkejut. Pasalnya, Nara bersikap tidak sopan kepada tamu utama hari ini.
"Nara," peringat Cassie yang sedari tadi memperhatikan, mewakili siswa lain yang juga tak setuju dengan perilaku Nara.
Nara memutar bola matanya jengah, ia tidak suka jika hal ini menjadi omongan buruk. Antonio mengerti kalau gadis itu cukup kesal karena diperhatikan oleh teman-temannya.
"Kalian bisa pergi? Saya cuman mau bicara dengan Anesha."
"Iya, Pak. Silahkan." Semua orang berdiri lalu berjalan meninggalkan Antonio dan Nara berdua.
"Apa?" tanya Nara melipat kedua tangannya didepan dada.
"Alano belum pulang."
Dahi Nara berkerut. "Jadi?"
"Kamu tau dia dimana?"
"Rumah Tantenya kali," tutur Nara malas.
"Nggak ada, Alano nggak ada disana."
"Apa maksudnya Alano nggak ada?"
Suara wanita itu membuat Antonio dan Nara menoleh ke arahnya. "Mas, apa maksudnya Alano nggak ada? Alano nggak pulang?" tanya Aleta mendekati Antonio.
"Setelah kejadian tadi malem, mana mungkin dia pulang," gumam Nara tak habis pikir.
"Mas jawab!"
"Tenang aja, ini bukan pertama kalinya Alano kabur," sindir Nara membuat Aleta melotot ke arah Antonio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...