Aleta keluar dari mobil sambil berjalan lelah ke dalam rumah, beberapa hari terasa sangat lama dan melelahkan baginya.
Pintu utama terbuka Aleta melirik sekeliling sambil terus berjalan.
Mata Aleta terbelalak tajam saat melihat seseorang terbaring di sofa dengan wajah berwarna biru muda. "Mas!"
Pria itu membuka mata lalu mengangkat dua jari kehadapan Aleta.
"Mas, kamu kenapa pakai masker?" tanya Aleta duduk di samping Riko. Dahi Aleta berkerut saat suaminya tidak kunjung menjawab.
"Mas, kenapa diam? Jawab dong."
Riko memberikan kode agar Aleta diam tapi hal itu justru membuat Aleta semakin intens bertanya. "Mas, dikerjain lagi?"
"Mas Riko. Mas."
"Tuan putri yang minta," decak Riko.
"Mama!" teriak seorang gadis dari arah belakang.
Gadis itu berjalan ke arah kedua orangtuanya sambil menggerutu. "Tuh kan maskernya retak."
"Ayah kamu itu cowok, Anesha. Kenapa dipasangin masker?"
Riko menggeleng lalu berdiri. "Nggakpapa, kalau tuan putri yang minta."
"Ayah mau kemana?" tanya Anesha menarik tangan Riko yang hendak pergi.
"Cuci muka."
"Tapi—"
"Maskernya udah retak, Ayah juga masih ada kerjaan. Ayah tinggal dulu ya," ujar Riko mengelus wajah putrinya sayang dan pergi untuk membersihkan .
Anesha menatap kepergian Riko dengan wajah cemberut.
"Mama, kenapa Ayah diajak ngobrol," rengek Anesha merasa kesal karena jerih payahnya sia-sia.
Aleta menarik tangan Anesha lalu mengelusnya lembut. "Maaf, sayang."
Anesha hanya menarik napas panjang lalu duduk disamping Aleta. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening.
"Kenapa diam aja?" tanya Aleta merasa aneh jika suasana hening di rumah.
Anesha berdehem pendek. "Aku denger, kali ini Mama yang ambil rapor di sekolah. Tumben, biasanya juga ayah."
Aleta mengelus rambut Anesha menatap wajah cantik putri sulungnya. "Nggakpapa, Mama cuman pengen aja. Katanya kamu juga tampil ya, Kenapa penerimaan rapor tahun ini meriah banget?"
Anesha mengedikkan bahu, gadis itu melipat kedua tangannya lalu duduk menyamping. "Katanya karena ada pembangunan disekolah. Jadi sekalian sebagai ucapan terima kasih Sekolah ke Donatur utama, Pak Toni."
Tangan Aleta berhenti bergerak. "Antonio?"
Anesha mengangguk sembari menyandarkan tubuhnya dengan mata tertutup.
"Kalau Antonio ada disana. Dia pasti nggak akan izinin aku ketemu Alano," pikir Aleta memandang wajah Anesha.
"Dia Papa kamu, sayang. Dia pria yang membuat statusmu di ragukan banyak orang," batin Aleta.
"Walaupun Mama bilang dia Papa kandung aku, aku nggak suka dia," ketus Anesha tajam.
"Anesha. Mama nggak ajarin kamu untuk nggak hormat dengan orang tua," peringat Aleta membuat Anesha memberikan kesan tidak mengenakan di wajahnya.
"Aku masih punya ayah. Yang jauh lebih baik daripada pria itu," tekan Anesha mendengus kesal lalu memejamkan matanya kembali.
"Ma."
Aleta ber-dehem lalu mengelus wajah Anesha lembut. "Mama kangen dia lagi ya?" tanya Anesha membuka mata.
Wajah Aleta berubah sendu, wanita itu hanya mengangguk mendengar pertanyaan Anesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...