"Satu."
Anesha mulai berhitung, mencoret salah satu nama di list lalu tersenyum.
"Dua."
Buku ditutup, Anesha mulai mengetuk pena merah diatas meja. Suara hentakan kaki terdengar semakin mendekat.
"Tiga."
"ANESHA!"
"Perfect," desis Anesha melirik siswi yang berjalan ke arahnya, sedangkan seluruh siswa yang ada dikelas mulai menikmati perselisihan yang memang seharian menjadi topik hangat.
"Kurang ajar! Lo mau apa, ha!"
"Lo belum puas? Lo masih merasa belum cukup? Kenapa lo terus berusaha hancurin semua orang! Lo masih belum puas Anesha!"
Anesha menghela napas, ia lantas berdiri lalu mendekati sosok yang kini tengah marah-marah dihadapan semua orang.
"Santai Bunga," ucap Anesha menepuk wajah Bunga pelan diiringi dengan senyuman. "Jangan marah-marah, nanti muka cantik lo malah keriput."
Bunga menepis tangan Anesha kasar.
"Lo kelewatan! Lo hancurin mimpi gue!"
"Santai aja kali."
Anesha melirik sekitar, ada banyak sekali siswa yang tengah berbisik membuat senyuman di wajahnya tidak luntur. "Oh, beritanya ke sebar ya?"
Tangan Bunga perlahan mengepal, menahan emosi yang sudah tidak tertahan.
"Nyokap lo udah tau dong?" Anesha membaca ekspresi Bunga sebentar, sudah ia duga pasti gadis itu akan menahan amarahnya terlebih dahulu. "Gagal kuliah di luar negeri ya? Kasihan banget."
"Anesha!" Bunga mengerang. Anesha kelewatan, gadis itu mempermainkan usaha yang selama ini ia pertahankan.
Pelupuk mata Bunga perlahan mulai berair, ia sudah berusaha sangat keras hampir dua tahun terakhir untuk mendapat restu Mamanya agar bisa kuliah di luar negeri dengan seluruh usaha yang ia bisa.
Orang tua Bunga hanya akan mengizinkannya kuliah jurusan dance di Amerika, jika gadis itu mampu menunjukan bakatnya. Nama yang terpampang nyata di urutan paling atas disetiap perlombaan adalah salah satu syarat yang harus ia capai, tanpa cacat sedikitpun.
Bunga merasakan sesak karena usaha yang ia lakukan sia-sia, sesaat setelah Anesha membongkar seluruh masa lalu kelam yang ia perbuat dulu.
"Lo kenapa sih? Kenapa lo sebarin rumor itu ke Medsos?" tanya Bunga serak.
"Itu bukan rumor, Bunga. Tapi Fakta," ralat Anesha dibalas bisikan dari beberapa orang.
Air mata Bunga luruh. Ia tidak pernah menyangka kalau orang yang dulu ia anggap sahabat, ternyata adalah orang yang paling gencar menjatuhkan dirinya. Napas Bunga tidak teratur, seharian ia sudah menerima makian yang teramat pahit dari setiap orang disekolah.
"Lo kan tau, gue mati-matian ikut lomba dance sampai cheers untuk jadi yang terbaik. Supaya nyokap gue ngizinin gue kuliah di Amerika. Terus saat gue udah mau capai itu semua, kenapa lo malah hancurin harapan gue? Kenapa? Kenapa Lo jahat banget?" tanya Bunga berusaha menahan diri.
"Kenapa lo sebarin rumor itu? Lo sengaja supaya nyokap gue liat?" Buku tangan Bunga mengepal erat. "Jawab!"
Anesha memutar matanya jengah. Menurutnya, Bunga hanya membuang-buang waktu dengan berteriak padahal itu tidak akan membuktikan apapun. "Kan emang bener, lo curang," sinis Anesha menohok.
Bunga terdiam beberapa saat.
Curang, Anesha menyebarkan rumor kalau kemenangan Bunga dua tahun terakhir tidak bisa dianggap sah karena gadis itu curang bahkan dari awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Fiksi RemajaTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...