Sudah Dua Minggu, tapi tidak ada satupun yang melupakan kejadian waktu itu. Kejadian yang membuat seorang gadis kini tertidur pulas di ranjang rumah sakit, kejadian itu pula yang membuat seseorang di hujam berbagai celaan setiap hari.
Nara melirik Deni sekilas, ia dibuat kesal sendiri karena menjadi tahanan di kelas oleh 3 orang yang kini tengah menatapnya intens.
"Lo bertiga gila ya?" celoteh Nara mulai muak dengan keadaan.
"Lo yang gila," maki Bunga duduk diatas meja.
Saat ini hanya ada mereka di dalam kelas 11 MIPA 2, kelas Nara lebih tepatnya. Dan diantara mereka berempat, hanya Nara yang merasa paling risih karena selalu di perhatikan.
Nara memutar bola matanya malas. "Lo semua kenapa sih? Perlu banget liatin gue kayak gitu. Udah deh gue mau ke Kantin," ujar Nara berdiri. Belum sempat ia melangkah tangannya sudah di cekal.
"Lo kenapa sih?"
Bunga melepas tangan Nara. "Tunggu sini aja, biar Tio atau Deni yang beli."
"Ogah! Gue mau beli sendiri," ketus Nara menuju pintu.
Tio bangkit dari kursi, kakinya melangkah lebih cepat dibanding Nara.
"Nurut aja apa susahnya sih, Na? Duduk," titah Tio menghalangi pintu.
"Gue? nurut kata lo semua? Sejak kapan?" desis Nara mendorong bahu Tio lalu keluar dari kelas tanpa memperdulikan permintaan teman-temannya.
"Keras kepala," ujar Bunga mau tak mau mengikuti gadis itu dari belakang.
Suasana kantin terlihat sangat ramai, seluruh siswa kini tengah sibuk berjalan ke sana kemari mengambil pesanan. Ada yang duduk sambil bercengkrama di meja yang telah tersedia.
Nara tidak peduli, ia hanya ingin mengunyah sesuatu walaupun tidak terlalu lapar. Dengan cepat Nara masuk ke salah satu Kantin untuk mengambil dua buah roti dan minuman dingin.
Kantin di SMA Andala memang dibuat berderet, selain agar tidak memakan tempat, hal ini juga bertujuan agar terlihat lebih rapi.
Langkah Nara terhenti saat suara tawa mengelengar memenuhi kantin, matanya melirik seluruh kantin untuk mengetahui dari mana asal suara tawa itu.
Bibir Nara tersenyum tipis saat melihat beberapa orang siswa sedang tertawa di meja paling pojok. Dulu, meja itu adalah markas 6 orang siswa, 6 orang yang dulu mereka panggil sahabat.
"Gue kangen," bisik Nara pelan.
Kaki Nara berjalan mundur, kenangan manis mulai terlintas dibenaknya tapi hal itu justru memberi rasa sakit yang menyeruak.
"Ck."
Tanpa sengaja Nara menabrak seseorang dari belakang, wajah Nara terlihat panik mendengar decakan pelan yang terdengar seperti ungkapan rasa kesal.
Nara berbalik lalu matanya beralih ke arah nasi goreng yang telah jatuh ke lantai. "Eh sorry-sorry gue nggak sengaja."
"Gue minta...." ucapan Nara terpotong saat melihat siapa yang ia tabrak.
"Alano."
Alano menatap Nara datar. Sikapnya sudah sangat sulit ditebak, terlebih tatapan itu sering ia tunjukkan kepada siapapun yang ia temui di Sekolah.
"Al, sorry gue nggak sengaja. Gue ambil yang baru ya."
"Nggak usah," ujar Alano melempar kotak nasinya ke tong sampah. Sorot mata ramah perlahan menghilang.
Beberapa orang siswa mulai berbisik, membuat Alano risih. Meskipun ia mulai terbiasa akan hal itu, tetap saja menjengkelkan.
"Yey, finally. Setelah sekian lama, kedua sahabat owh ralat, mantan sahabat ini akhirnya bertemu," ucap gadis yang duduk tak jauh dari Nara. Ia cukup berani meski berstatus adik kelas, biar bagaimanapun ia juga tidak menyukai Alano selalu berkeliaran disekolah, karena dimata seluruh siswa Andala status Alano adalah kriminal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...