6

392 37 8
                                    


"Ah, gua pengen mati aja!"

Alano menoleh sejenak ke arah Tio, raut wajah kacau terlihat jelas di wajah sahabatnya.

"Kenapa gue harus dapat proyek tentang dia!" keluh Tio lebih keras.

"Kerjain dan jangan ngeluh," ujar Alano santai, matanya kembali fokus ke arah buku berwarna biru muda.

Tio menarik napas dalam-dalam. "Denger ya. Otak gue rasanya mau pecah! Apa gue nggak bisa dapet narasumber lain? Kenapa harus dia?

Alano hanya berdehem sedikit, mungkin akan lebih baik kalau kali ini dia hanya mendengarkan.

"Antonio."

Deni bertengger di dinding, sembari meminum teh kemasan.

"Lo dapet Narasumber pengusaha terkenal itu?" gumam Deni setelah membaca nama yang terpampang jelas di catatan Tio.

Wajah Tio seketika masam. "Iya, proyek kali ini bener-bener susah."

"Negosiasi sana, bilang ke Buk Lena kalo nggak mungkin wawancarai Pak Toni. Bisnisnya lagi naik pesat, pasti sibuk," saran Deni.

Setiap tahun SMA Andala selalu mengadakan proyek besar-besaran untuk siswa kelas 11, dimana para siswa harus melakukan survey dan wawancara. Tahun ini tema utama adalah kemajuan pendidikan, jadi mereka harus mencari narasumber yang berhubungan dengan pendidikan.

Alano melirik ke arah Tio sejenak "Nilai lo nggak tuntas?"

Tio mengganguk tanpa dosa membuat Deni naik pitam. "Pantesan!" teriak Deni mengebrak meja.

"Santuy, Den."

"Yah siapa suruh terlalu pinter? Kan sistemnya, siapa yang nggak tuntas dapat narasumber paling susah."

"Ya maaf, gue sibuk tanding jadi nggak sempat kerjain tugas," sangkal Tio.

"Ya udah, Mampus lo!" umpat Deni duduk di atas meja.

Tio menghela napas lalu mengalihkan atensinya ke Alano yang tampak tidak peduli. "Al, gimana caranya gue bisa nemuin Pak Toni?"

"Emang kenapa harus pak Toni yang jadi salah satu narasumber?" ujar Alano spontan.

"Mungkin karena dia donatur utama," tebak Deni.

"Gue harap bisa ketemu anaknya, terus gue mohon-mohon deh kalau perlu gue kenalin ke cewe cakep."

Alano berdecak, tanpa sadar Tio sedang membicarakan dirinya. Telinga Alano terasa panas mendengar ocehan tak berguna dari Tio.

"Gue penasaran, sebenarnya anak Pak Toni itu siapa sih? Minimal namanya dah, rahasia banget sampai segitunya," timpal Deni.

"Boro-boro nama, lu kagak inget waktu ada yang bocorin kalo anak pak Toni itu cowok dan sekolah disini?" pancing Tio bersemangat mengingat kejadian 1 tahun yang lalu.

"Iya, gila langsung di DO!" tukas Deni tak percaya.

Alano menatap Deni dan Tio jengah, topik utama mereka saat ini adalah dirinya yang sedari tadi hanya pura-pura tidak peduli.

Alano tau apa yang terjadi, nyatanya siswa yang di Do itu di pindahkan keluar negeri, hanya agar identitas Alano aman. Berlebihan memang, tapi Antonio melakukan semua itu dengan alasan khusus.

"Sa, lo kenapa?"

Atensi ketiganya kini teralihkan. "Sa, digangguin lagi?" Tio segera berdiri diikuti Alano. Tanpa pikir panjang Deni segera mengambil jaket yang selalu ia pakai untuk balapan dari atas meja.

"Pakai, Sa," ujar Deni menutupi tubuh Disa yang basah.

"Diapain lagi?"

"Biasalah, itu geng centil gangguin Disa lagi. Di siram jus mangga," jelas Nara mengelap wajah Disa dengan tisu.

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang