Disa berjalan gontai menaiki anak tangga, ia merasa udara semakin menipis di setiap langkah. Dalam waktu sekejap seluruh mimpinya hilang seketika.
Sendiri, ia hanya ingin sendiri setelah semalaman tersiksa. Disa menatap lurus kearah depan, searah dengan pintu yang masih terbuka.
Bahunya tergerak naik turun, menandakan kalau dirinya tengah menangis. "Hidup gue hancur."
Disa berjalan maju ke depan, mencari tempat untuk bisa menghilangkan kegelisahannya.
Gadis itu mulai merentangkan kedua tangannya, merasakan desiran angin yang semakin kencang menerpa wajah. "Gue pengen mati."
"Disa?"
Disa langsung menoleh, ia dapat melihat dengan jelas salah satu sahabatnya tengah berdiri dengan tatapan panik.
"Lo ngapain?"
"Alano," isak Disa menangis tersedu-sedu. Pemuda itu tampak terkejut melihatnya di sisi paling ujung rooftop.
Alano membulatkan matanya saat Disa mundur perlahan-lahan. "Disa lo ngapain?!"
"Hidup gue hancur, Al."
"Yah kenapa? Ada apa? Jelasin," ujar Alano berjalan maju.
"Mundur!" peringat Disa membuat Alano berhenti. "Gue bilang mundur Alano!"
"Enggak. Disa, lo maju," peringat Alano bergerak perlahan mendekati Disa.
"Lo diem Alano!"
"Maju, Sa!"
"Gue nggak mau!"
"Disa disitu bahaya!"
Disa tersenyum getir, jaraknya dengan kematian terasa semakin dekat.
"Disa!"
"Kenapa? Kenapa lo peduli, gue nggak mau hidup! Semua orang bahagia kalau gue nggak ada."
"Sa."
"Diam!" Disa menunjuk Alano memberi peringatan agar pemuda itu berhenti, matanya penuh amarah saat Alano sudah mendekati dirinya.
"Tinggalin gue, pergi Alano!" ujar Disa berbalik lalu merentangkan kedua tangannya.
"Disa!" Alano berlari, dengan cepat ia menarik seragam Disa lalu menyeret gadis itu agar menjauh dari sana.
"Lepasin gue! Lepasin gue!" ronta Disa di dekapan Alano.
"Disa, stop. Lo kenapa?" tanya Alano menahan Disa agar tidak nekat melakukan hal itu lagi.
Suara tangis terdengar pilu, Disa menangis tersedu-sedu. Ia merasa benar-benar hancur hari ini. "Gue takut, Al. Gue takut."
"Kenapa?"
Disa memejamkan matanya sejenak, ia masih cukup takut atas kejadian semalam. "Gue kotor, Al."
Tubuh Alano menegang. "Kotor?" batin Alano langsung mengerti, ia semakin mengeratkan genggaman tangannya, membiarkan Disa menangis sebanyak yang gadis itu mau tanpa banyak bertanya.
"Pergi!" usir Disa mendorong Alano agar melepaskan dirinya.
Alano tersungkur ke lantai sedangkan Disa langsung berlari ke tepi.
"Disa!" pekik Alano menarik seragam Disa lalu mendorong gadis itu hingga membentur sudut tembok.
Alano tersentak, ia tidak bermaksud mendorong Disa sekeras itu. Gadis itu meringis kesakitan disana, ia mulai menyentuh dahinya yang meninggalkan bekas berwarna merah di dinding.
"Sa, gue nggak sengaja," sesal Alano melihat dahi Disa mengeluarkan darah.
"Pergi!"
"Sa, lo kenapa?" tanya Alano sekali lagi mencari sumber masalah yang tengah terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...