41

592 46 7
                                    

Mobil Antonio berhenti saat melihat sebuah jembatan yang telah patah seperti di tabrak sesuatu.

Pria itu langsung keluar menembus hujan, ia tidak peduli jika harus basah kuyup.

Antonio melihat kebawah jembatan, napasnya tercekat saat melihat plat mobil yang jatuh ke sungai.

"Enggak, enggak mungkin."

"Laras!" pekik Antonio ke arah bawah.

"Laras!"

Antonio meraup wajahnya gusar, air matanya ikut mengalir bersamaan dengan hujan. Rasa takut itu semakin nyata, ia benar-benar ketakutan bersautan dengan rasa bersalah yang semakin meremuk dada.

"La, maaf," isak Antonio terduduk lesu.

"Mas turun, aku bakalan nolongin kamu," ucap Antonio kehilangan akal sehat. Pria itu mencari celah untuk turun agar bisa membantu Laras keluar dari mobil. Cuaca sedang ekstrem tapi pria itu tidak peduli, yang ia tau Laras harus selamat.

Antonio mencari jalan, ia duduk didekat jembatan untuk perlahan turun.

"Kamu mau mati sia-sia?"

Antonio menghentikan pergerakannya, tubuh Antonio gemetar bersamaan dengan air mata yang sangat jarang ia tunjukkan.

Antonio melirik ke arah samping tampak seseorang yang berusaha keras untuk berdiri dibawah guyuran hujan.

"Laras!" pekik Antonio berlari memeluk adiknya.

Antonio memeluk tubuh adiknya erat, ia sudah cukup takut tadi. "Kamu nggakpapa?"

"Mas," panggil Laras pelan, dirinya sudah sangat lemas karena terlalu lama dibawah guyuran hujan.

Antonio melihat sekujur tubuh Laras penuh dengan luka, terutama dahi Laras terlihat memar karena menghantam jalan.

Antonio membawa Laras masuk kedalam mobil, ia langsung mengambil jas yang memang disediakan jika ada rapat dan belum sempat pulang.

Antonio mengelap wajah Laras dengan handuk kecil di mobil. "Kamu lompat?"

"Enggak ada jalan lain, daripada terjun bareng mobil," ucap Laras memejamkan mata.

"Mau ke Dokter?"

"Aku mau pulang."

Antonio mengganguk lalu membawa mobil pulang ke rumahnya agar Laras bisa di obati Neni.

"Kamu seriusan nggakpapa, La? Ada mual atau apa?" tanya Antonio memastikan keadaan Laras baik-baik saja.

"Enggak." Laras terkekeh kecil melihat perlakuan Antonio.

"Ternyata masih peduli," ujar Laras masih setia memejamkan mata.

"Mas selalu peduli sama Kamu apalagi Alano."

Laras berdecak pelan. "Tapi sejak Sera datang, dia menguasai pikiran kamu. Makanya kita berantem terus."

Antonio melirik adiknya yang masih terpejam dengan wajah di arahkan ke samping.

"Kalau kamu tau semua kejadian disini, pasti kamu marah banget, La," batin Antonio lalu menyentak stir mobil dengan kecepatan penuh.

"Pelan-pelan. Nanti kecelakaan, aku hampir mati tadi," peringat Laras.

Antonio menurut saja. Selang beberapa menit mereka sudah sampai di rumah Antonio. Pria itu keluar dari mobil untuk membantu Laras yang terlihat mulai pucat.

"Mau dibantuin?" tanya Antonio diangguki Laras. Antonio lantas menggangkat tubuh Laras yang sudah menggigil kedinginan.

"Bik! Bibik!" panggil Antonio membawa Laras ke kamar yang memang disediakan untuk Laras.

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang