40

509 41 3
                                    

Pintu ruang rawat VVIP terbuka, tampak tiga orang masuk sambil merekahkan senyuman kepada penghuni kamar.

Setelah semalaman tidak bisa bertemu, akhirnya tiga orang itu diizinkan bertemu Alano yang telah dipindahkan ke ruang rawat pagi ini.

Alano masih tetap diam, tidak sedikitpun ia melirik kearah keluarganya.

"Alano," panggil Aleta mengelus tangan Alano lembut. "Sayang," ujar Aleta menangis haru.

"Al," panggil Antonio mengelus rambut Alano sambil tersenyum.

Alano masih tetap diam, meskipun kini rona bahagia terlihat jelas di mata semua orang.

"Jangan lakuin itu lagi ya, Papa mohon."

Mata Alano menutup sejenak setelah mendengar ucapan Antonio. "Pergi," usir Alano tanpa menoleh sedikitpun.

"Keluar," tekan Alano dengan nada datar. Alano menarik tangannya dari genggaman Aleta lalu berbalik membelakangi keluarganya.

Aleta beralih mengelus siku Alano. "Sayang."

"Keluar."

Semua orang saling tatap sampai akhirnya sepakat memberi Alano waktu sendiri. Antonio sedikit membungkuk untuk mencium kepala Alano, tapi dengan cepat tubuh Alano bergeser membuat Antonio terjengit kaget.

"Pergi."

Antonio hanya mengganguk lalu memilih keluar disusul Aleta dan Nara. Alano menoleh ke arah pintu setelah kedua orang tuanya keluar.

"Kak."

Langkah Nara terhenti sebelum selangkah lagi keluar. Nara menoleh, tangan Alano sedikit terangkat ke arah Kakaknya lalu menunjuk kursi disampingnya dengan sorot mata.

Nara mengganguk, mengerti. ia lantas mendekati Alano. "Mau ditemenin?" tanya Nara tapi tak dijawab.

Nara menghela napas. Tanpa pikir panjang Nara langsung menarik tangan Alano dalam genggamannya.

Alano membalas genggaman tangan Nara erat, perlahan mata Alano tertutup. Suara dengkuran kecil terdengar, Nara mengelus rambut Alano perlahan sambil tersenyum kecil.

"Dasar bocah, seneng banget buat semua orang panik."

***

Sudah dua hari Alano sadar, tapi selama itu pula ia jarang bicara. Alano juga tidak membiarkan siapapun masuk kecuali Kakaknya dan juga tenaga medis.

Matahari sudah lama terbit, Alano terus memandangi jendela tanpa mengucapkan sepatah katapun sejak ia bangun.

"Jangan banyak pikiran, Al. Lo baru sadar dari koma," peringat Nara sambil terus mengelus tangan Alano lembut.

Nara menghela napas berat sampai akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. "Mama sama Pak Toni pengen ketemu, Kakak bolehin mereka masuk ya."

"Jangan," jawab Alano singkat.

Nara berdecak pelan, ia sendiri sudah mulai binggung menghadapi Alano. "Mereka khawatir, Al. Mereka pasti pengen ketemu lo. Lo tau? Mereka yang bawa lo kesini karena ...."

"Nggak ada yang minta mereka selametin gue," potong Alano cepat.

Nara menatap Alano lekat. Untuk pertama kalinya setelah dua hari, Alano mau berbicara lebih dari 1 kata, walaupun kalimat yang ia ucapkan tidak mengenakan.

Nara menghela napas panjang, berusaha agar tetap sabar menghadapi Alano. "Ya wajar mereka mau selametin lo. Lo itu anak mereka."

"Anak yang sejak kecil mereka tinggal."

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang